Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Polemik SKT FPI, Guntur Romli Kecewa dengan Menag: Keinginan Gus Dur Membubarkan HTI dan FPI

Politisi PSI, Guntur Romli mengungkapkan dirinya selalu mengingat keinginan Gus Dur yang ingin membubarkan HTI dan FPI.

Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Sri Juliati
zoom-in Polemik SKT FPI, Guntur Romli Kecewa dengan Menag: Keinginan Gus Dur Membubarkan HTI dan FPI
Reza Deni/Tribunnews.com
Politisi PSI, Guntur Romli mengungkapkan dirinya selalu mengingat keinginan Gus Dur yang ingin membubarkan HTI dan FPI. 

TRIBUNNEWS.COM - Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Guntur Romli menyampaikan pendapatnya terkait polemik Surat Keterangan Terdaftar (SKT) Front Pembela Islam (FPI).

Ia menyebut ada perubahan di FPI.

Menurut Guntur Romli, FPI dalam perjalanannya semakin mengarah kepada cita-cita penerapan khilafah.

Hal itu disampaikan dalam program Rosi Kompas TV, Kamis (5/12/2019) malam.

"Karena yang saya lihat ada perubahan di FPI. Zaman dulu saya baca AD/ART tahun 98 sampai tahun 2000-an, mencantumkan Pancasila dan UUD 1945."

"Tiba-tiba tahun 2013 semakin mengeras, semakin mengarah kepada cita-cita khilafah," ungkapnya.

Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Guntur Romli.
Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Guntur Romli. (Chaerul Umam/Tribunnews.com)

Ia juga berujar di FPI telah terjadi radikalisasi.

Berita Rekomendasi

"Ada proses radikalisasi di FPI," ungkapnya.

Selain itu, ia juga menyebut Gus Dur memiliki keinginan membubarkan FPI.

"Saya selalu ingat keinginan Gus Dur adalah membubarkan HTI dan FPI, itu yang selalu terngiang di telinga saya," uajrnya.

Guntur Romli juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi.

Diketahui, Fachrul Razi telah memberi surat rekomendasi untuk FPI sebagai prosedur perpanjangan SKT.

"Padahal pada AD/ART FPI pasal 6 (ada) penerapan syariah Islam secara kafah dalam naungan khilafah islamiah," ujarnya.

Khilafah Versi FPI

Diketahui, keputusan SKT FPI hingga kini masih menggantung.

Sementara it,  wewenang persetujuan SKT FPI ada di tangan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.

Ketua Bantuan Hukum FPI, Sugito Atmo Pawiro, menjawab pernyataan Guntur Romli.

ia mengungkapkan khilafah yang dimaksud FPI bukanlah merubah dasar negara.

"Yang saya ketahui dari FPI, (khilafah) itu hanya seperti Uni Eropa, jadi tidak ada pembatasan paspor, pertahanan bersama, kerja sama ekonomi, dan mata uang bersama."

"Jangan sampai terminologi khilafah islamiah menjadi sesuatu yang menakutkan," ucapnya.

Pendapat GNPF

Sementara itu Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI, Bachtiar Nasir juga menyebut Tito Karnavian salah memahami visi dan misi FPI.

Hal tersebut terkait belum ada titik terang terkait SKT FPI.

Melansir Kompas.com, Bachtiar Nasir menyebut Tito salah kaprah soal visi dan misi FPI terkait penerapan Islam secara kafah di bawah naungan khilafah Islamiah dan munculnya kata NKRI bersyariah.

“Itu juga barangkali bentuk kesalahpahaman. Menurut saya, tuduhan terhadap FPI itu tidak proporsional tentang adanya khilafah,” ujar Bachtiar di Kawasan Monas usai Reuni Akbar 212, Senin (2/12/2019).

Mantan Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF), Bachtiar Nasir
Mantan Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF), Bachtiar Nasir (Tribunnews.com)

Ia mengatakan, khilafah dan NKRI versi FPI berbeda dengan apa yang dinilai oleh Tito selama ini.

Ditegaskannya, FPI berkomitmen pada NKRI dan Pancasila sehingga tidak ada kemungkinan FPI mengkhianati komitmen tersebut.

“Itu juga barangkali bentuk kesalahpahaman. Kalau menurut saya, tuduhan terhadap FPI itu tidak proporsional tentang adanya khilafah."

"Khilafah versi FPI tentu berbeda. Termasuk NKRI Syariah yang disalahpahami,“ ucap Bachtiar.

Bachtiar berharap dialog dengan FPI dilakukan agar FPI secara jelas bisa meluruskan pandangannya.

“Saya harap pemerintah bisa berdialog langsung dengan pihak FPI."

"Saya kira dengan dialog langsung, mendengarkan langsung apa yang disebut khilafah oleh FPI, apa NKRI bersyariah dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangganya, saya kira tak akan ditemukan apa yang dituduhkan. Sebab komitmen FPI terhadap NKRI dan Pancasila sudah jelas,” kata Bachtiar.

Pendapat Tito

Kolase Tito Karnavian dan Bachtiar Nasir
Kolase Tito Karnavian dan Bachtiar Nasir (KOMPAS/GARRY A LOTULUNG/AMBARANIE NADIA)

Pihak yang berwenang menyetujui SKT FPI adalah Mendagri Tito.

Sebelumnya, Tito menyebut proses SKT FPI membutuhkan waktu yang tidak sebentar sebab masih dibutuhkannya penelaahan lebih lanjut.

Melansir Kompas.com, diberitakan Tito menyebut perpanjangan SKT FPI terhalang beberapa masalah pada AD/ART ormas itu.

Tito menyebut, di dalam visi dan misi FPI, terdapat penerapan Islam secara kafah di bawah naungan khilafah Islamiah dan munculnya kata NKRI bersyariah.

"Tapi kemarin sempat muncul istilah dari FPI mengatakan NKRI bersyariah."

"Apakah maksudnya dilakukan prinsip syariah yang ada di Aceh apakah seperti itu?" kata Tito dalam rapat kerja bersama Komisi II di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (28/11/2019).

Mendagri Tito Karnavian saat menghadiri rapat koordinasi terbatas tingkat menteri di kantor Kemenko Polhukam, Jakpus, Rabu (27/11/2019).
Mendagri Tito Karnavian saat menghadiri rapat koordinasi terbatas tingkat menteri di kantor Kemenko Polhukam, Jakpus, Rabu (27/11/2019). (Rizal Bomantama/Tribunnews.com)

Tegakkan Hukum Sendiri

Lebih lanjut, Tito menyebut dalam AD/ART FPI terdapat pelaksanaan hisbah (pengawasan).

Menurutnya, FPI terkadang menegakkan hukum sendiri.

Misalnya menertibkan tempat-tempat hiburan maupun atribut perayaan agama.

Tindakan semacam itulah yang dikhawatirkan oleh Tito.

Maka dari itu, perlu penjelasan lebih lengkap terkait hisbah yang dimaksud FPI.

"Dalam rangka penegakan hisbah. Nah ini perlu diklarifikasi. Karena kalau itu dilakukan, bertentangan sistem hukum Indonesia, enggak boleh ada ormas yang melakukan penegakan hukum sendiri," ujarnya.

Kemudian, mengenai visi-misi FPI, disebut pula soal pengamalan jihad.

Tito mengatakan, jihad memiliki banyak arti sehingga tafsiran masyarakat bisa beragam.

(Tribunnews.com/Wahyu Gilang Putranto) (Kompas.com/Haryanti Puspa Sari/Cynthia Lova)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas