Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Soal Usulan Presiden Dipilih MPR, Dikhawatirkan Terjadi Pemakzulan, Nasdem: Trauma dengan Masa Lalu

Menanggapi usulan pemilihan presiden oleh MPR, Ketua DPP Nasdem Zulfan Lindan sebut masyarakat masih trauma dengan masa lalu.

Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
zoom-in Soal Usulan Presiden Dipilih MPR, Dikhawatirkan Terjadi Pemakzulan, Nasdem: Trauma dengan Masa Lalu
Tangkapan Layar Kompas TV
Zulfan Lindan menanggapi pernyataan Saidiman Ahmad yang menyebut pemilihan presiden oleh MPR menjadikan pemakzulan dapat terjadi setiap saat. Menurutnya, masyarakat harus dapat menghilangkan trauma itu. 

TRIBUNNEWS.COM - Pemilihan presiden secara langsung atau melalui MPR masih menjadi perdebatan hingga kini.

Dalam acara 'Dua Arah' yang diunggah di kanal Youtube Kompas TV pada Jumat (6/12/2019), Saidiman menyatakan, pemilihan presiden oleh MPR menjadikan pemakzulan dapat terjadi setiap saat.

"Jangan lupa, salah satu kekurangan pemilihan oleh MPR itu adalah pemakzulan itu bisa terjadi setiap saat seperti terjadi di orde lama, ataupun di awal (pemerintahan) Gusdur," ujar Saidiman.

Menanggapi hal tersebut, Ketua DPP Nasdem Zulfan Lindan menyatakan MPR kini berbeda dengan yang sebelumnya.

Ketua DPP Nasdem, Zulfan Lindan, dalam acara Dua Arah
Ketua DPP Nasdem, Zulfan Lindan, dalam acara Dua Arah (Tangkapan Layar Kompas TV)

"Jangan salah, ini kan dalam UUD kita sudah ada proses, apakah proses pemakzulan itu kita ubah, kan ada prosesnya lewat MK," ujar Zulfan.

"Beda sama MPR yang dulu," lanjutnya.

Menurut Zulfan, saat ini sedang diupayakan pembangunan sistem negara ke depan namun masyarakat masih trauma dengan masa lalu.

Berita Rekomendasi

Ia menambahkan, masyarakat harus mampu menghilangkan trauma-trauma itu.

"Kita ingin membangun suatu sistem negara ke depan tapi kita trauma dengan masa lalu," ujarnya, seperti yang ditayangkan Kompas TV.

"Harus kita hilangkan trauma-trauma ini," sambungnya.

Zulfan menegaskan, Nasdem menginginkan amandemen yang menyeluruh dan selektif.

"Kembali saya mengatakan bahwa kita, Nasdem, itu ingin amandemen itu secara menyeluruh, selektif," tegasnya.

Ia mencontohkan terkait sistem pemakzulan yang ditakutkan kembali terjadi.

"Misalnya tadi, sistem pemakzulan presiden itu tidak semata-mata langsung oleh MPR seperti yang lalu," jelas Zulfan.

"Kan ada prosesnya, jadi proses inilah yang harus kita pertahankan supaya pemakzulan tidak semudah seperti yang terjadi sebelumnya, itu sudah diatur oleh konstitusi kita," sambungnya.

Tanggapan Saidiman Ahmad

Peneliti SMRC Saidiman Ahmad memberikan tanggapannya terkait adanya usulan pemilihan presiden oleh MPR.

Dalam acara 'Dua Arah' yang diunggah di kanal Youtube Kompas TV pada Jumat (6/12/2019), Saidiman menyatakan, pemilihan presiden melalui MPR hanya akan membentuk dua kondisi, yaitu tidak stabil atau menjadi diktator.

"Ada dua pilihan, tidak stabil atau menjadi diktator. Itu yang terjadi di dalam pemilihan (melalui) MPR," kata Saidiman.

Hal itu disampaikannya berdasarkan sejarah yang dimiliki Indonesia saat pemilihan presiden dilakukan secara tidak langsung.

Saidiman Ahmad dalam acara Dua Arah, Kompas TV.
Saidiman Ahmad dalam acara Dua Arah, Kompas TV. (Tangkapan Layar Kompas TV)

Saidiman Ahmad pun membantah adanya pernyataan bahwa pemilihan langsung lebih berpotensi menimbulkan perpecahan dibanding dengan pemilihan oleh MPR.

 "Saya ingin membantah yang menyatakan perpecahan lebih potensial terjadi di pemilihan langsung daripada pemilihan MPR," ujar Saidiman, seperti yang ditayangkan Kompas TV.

Menurutnya, pemilihan presiden melalui MPR justru berpotensi menimbulkan konflik sosial yang begitu besar.

"Itu (pemilihan presiden melalui MPR) justru menimbulkan konflik sosial yang begitu besar," ujar Saidiman.

"Jangan lupa, dulu Gusdur punya pasukan berani mati, orang-orang NU datang ke Jakarta dan itu kalau Gusdur bukan seorang negarawan, bisa kacau itu," sambungnya.

Lebih lanjut, Saidiman mengatakan pemilihan presiden melalui MPR juga pernah memunculkan kediktatoran dalam melakukan stabilisasi.

"Kalaupun tidak terjadi distablitas yang terjadi terus-menerus, untuk melakukan stabilisasi itu biasanya dilakukan melalui kediktatoran seperti yang dilakukan oleh Soeharto," ujarnya.

Menurut Saidiman, pemilihan langsung yang dinyatakan lebih potensial menimbulkan konflik itu tidaklah sesuai kenyataan.

"Kalau dikatakan pemilihan langsung itu potensial konfliknya lebih besar daripada pemilihan oleh MPR, tidak begitu kenyataannya. Kita punya sejarah itu," tegasnya.


Sebelumnya, diketahui, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengusulkan agar pemilihan presiden kembali dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Usulan tersebut disampaikan saat MPR melakukan safari politik ke PBNU, pada Rabu (27/11/2019).

Dilansir dari Kompas.com, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siraj mengatakan, usulan tersebut disampaikan berdasarkan pertimbangan mengenai mudarat dan manfaat Pilpres secara langsung.

Menurut Said, pertimbangan tersebut bukan hanya dari pengurus PBNU saja.

Melainkan, juga dari pertimbangan para pendahulu, seperti Rais Aam PBNU, almarhum Sahal Mahfudz, dan Mustofa Bisri.

Mereka menimbang, pemilihan presiden secara langsung lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya.

"Pilpres langsung itu high cost, terutama cost sosial," ujar Said. 

Wapres Minta Usulan PBNU Didialogkan Lebih Dahulu

Wakil Presiden Ma'ruf Amin telah menanggapi usulan PBNU tersebut.

Dilansir dari Kompas.com, terkait usulan pemilihan presiden melalui MPR, Ma'ruf Amin menyatakan sebaiknya usulan PBNU itu didialogkan terlebih dahulu.

"Bagaimana nanti biarlah di MPR dibahas, nanti yang setuju dan tidak setuju bisa menyampaikan pendapatnya, kita ikuti saja," kata Ma'ruf Amin, Kamis (27/11/2019), seperti yang diberitakan Kompas.com.

"Didialogkan dulu mana yang lebih bagus," sambungnya.

Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin, saat ditemui di Kantor Wakil Presiden RI, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (20/11/2019).
Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin, saat ditemui di Kantor Wakil Presiden RI, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (20/11/2019). (Rina Ayu/Tribunnews.com)

Dia mengatakan, mekanisme terbaik dalam pemilihan presiden memang sedang dicari.

Menurutnya, persoalan tak dapat disikapi dengan statis.

"Kalau ada alternatif lain yang bagus ya, kita cari," kata Ma'ruf Amin.

"Jadi tidak statis dalam menyikapi satu persoalan itu," lanjutnya.

Lebih lanjut, Ma'ruf mencontohkan UUD 1945 yang juga telah berubah.

Hingga kini, UUD 1945 telah diamandemen hingga empat kali sejak dibuat.

"Jadi dinamis berpikirnya, mencari yang terbaik untuk bangsa ini," ujar Ma'ruf.

"Saya tidak memberi pendapat dulu, kita bahas dulu," lanjutnya.

(Tribunnews.com./Widyadewi Metta) (Kompas.com/Fitria Chusna Farisa/Deti Mega Purnamasari)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas