Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Menyikapi Dinasti Politik, Donal Fariz: Problem Dasar di Partai Politik

Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Donal Fariz menuturkan akar permasalahan adanya dinasti politik ini berada dalam partai politik sendiri.

Penulis: Isnaya Helmi Rahma
Editor: bunga pradipta p
zoom-in Menyikapi Dinasti Politik, Donal Fariz: Problem Dasar di Partai Politik
Tribunnews.com/ Chaerul Umam
Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz 

TRIBUNNEWS.COM - Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz angkat bicara terkait frasa dinasti politik yang belakangan ini kembali bergulir di publik.

Hal ini terkait dengan langkah dua anggota Presiden Joko Widodo (Jokowi) yakni Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution yang maju dalam Pilkada 2020.

Di sisi lain, dinasti politik sebenarnya tidak hanya menjadi masalah satu partai, melainkan hampir seluruh partai.

Donal menuturkan akar permasalahan adanya dinasti politik ini berada dalam partai politik sendiri.

"Ini problem mendasar ada di partai sebenarnya, pra partai demokrasinya kan tidak jalan," ungkap Donal yang dilansir dari kanal YouTube Kompas TV, Senin (9/12/2019). 

Donal menghimbau agar semua partai politik dapat mengkaderisasi siapapun di internal partai terlebih dahulu.

Jangan terburu-buru dalam mengorbitkan seseorang, tak terkecuali anak presiden.

Berita Rekomendasi

"Nah ini menurut saya kritiknya adalah harusnya kalau mau mengorbitkan siapapun itu termasuk anak presiden latihlah dulu dia di internal partai," ujar Donal.

"Selesai bapaknya berkuasa dan dia siap, baru silahkan masuk kedalam gelanggang politik," imbuhnya.

Donal menuturkan, hal ini perlu dilakukan untuk mencegah persepsi terkait dinasti politik yang tengah dibangun.

Serta menghindari kecurigaan adanya nepotisme yang terjadi.

"Sehingga tidak memunculkan banyak anasir-anasir," ungkapnya

"Juga tidak memunculkan apa yang kita sebut sebagai nepotisme," imbuh Donal.

Jika isu dinasti politik maupun nepotisme tidak segera ditangani, dikhawatirkan gelombang fenomena ketidak percayaan terhadap demokrasi akan terus muncul dalam masyarakat, terkhusus kaum milineal.

Mereka akan menjadi apatis, karena berpikir demokrasi kini hanya dikelola oleh segelintir orang saja.

Diketahui, sebelumnya langkah Gibran dan Bobby maju ke pemilihan kepala daerah tahun depan mendapat pro dan kontra dari berbagai pihak.

Tak sedikit yang berpendapat langkah mereka dapat memunculkan nepotisme.

Satu diantaranya yakni, Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Pipin Sopian.

Ia menuturkan majunya dua anggota keluarga Presiden Jokowi dikhawatirkan dapat memunculkan potensi nepotisme.

Gibran Rakabuming
Gibran Rakabuming (TribunStyle.com Kolase/ Instagram)

"Jadi semua orang harus berpikir bahwa ketika politisi terutama presiden, anaknya mencalondakn diri, potensi nepotisme itu sangat besar," ujar pipin.

Pipin juga menuturkan, adanya dinasti politik ataupun nepotisme akan menimbulkan dampak yang berbahaya.

Jangan sampai hal ini dapat memunculkan apatisme di kalangan milenial yang semakin tinggi.

"Karena mereka tidak punya harapan di politik, karena akses-aksesnya sudah ditutup pintunya oleh elit - elit parpol," ungkap Pipin.

Berbeda dengan Pipin, Direktur Eksekutif Indo Barometer, M Qadari memiliki pandangan yang berbeda terkait langkah Bobby dan Gibran maju di Pilkada tahun depan.

Menurutnya, sulit menilai langkah Bobby dan Gibran termasuk dalam nepotisme.

Menantu Presiden RI Joko Widodo, Bobby Nasution saat menghadiri penyambutan mahasiswa baru serta peresmian laboratorium lapangan Program Studi Di Luar Kampus Utama (PSDKU) Institut Pertanian Bogor (IPB) Padanglawas, Selasa (2/10/2018). TRIBUN MEDAN/NANDA F BATUBARA
Menantu Presiden RI Joko Widodo, Bobby Nasution saat menghadiri penyambutan mahasiswa baru serta peresmian laboratorium lapangan Program Studi Di Luar Kampus Utama (PSDKU) Institut Pertanian Bogor (IPB) Padanglawas, Selasa (2/10/2018). TRIBUN MEDAN/NANDA F BATUBARA (Tribun Medan/Nanda F Batubara)

Hal ini karena jabatan yang kemungkinan akan mereka tempati, keputusannya ada pada masyarakat di daerah masing - masing.

“Sebenarnya agak sulit untuk mengatakan ini nepotisme sepenuhnya untuk jabatan - jabatan yang sifatnya itu dipilih,” ujar Qadari.

“Karena disitu proses yang terjadi adalah proses dimana orang itu memiliki kesempatan untuk memilih,” tambahnya.

Qadari menyebut nepotisme akan sangat mudah diidentifikasi dalam jabatan – jabatan yang sifatnya ditunjuk. (*)

(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas