Laporan UNFCCC COP 25 Madrid Sebut Industri Kehutanan Bantu Jaga Keanekaragaman Hayati
Industri kehutanan mendukung upaya melindungi dan meningkatkan kelestarian flora dan fauna.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Industri kehutanan mendukung upaya melindungi dan meningkatkan kelestarian flora dan fauna.
Caranya dengan menyelaraskan kepentingan ekonomi, sosial, dan konservasi.
Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wiratno menyatakan keterlibatan seluruh pemangku kepentingan untuk konservasi termasuk pelaku usaha sangat strategis, penting, dan mendesak, terutama di Sumatra dan Kalimantan.
Dia menjelaskan, Indonesia telah mengalokasikan kawasan konservasi yang sangat luas, mencapai 27,14 juta hektare, di mana terdapat sekitar 6.203 desa dengan sedikitnya 9,5 juta jiwa hidup di dalam atau sekitar kawasan tersebut
Di sisi lain, masih banyak flora dan fauna yang dilindungi berada di luar kawasan konservasi.
"Sekitar 70% mamalia besar yang dilindungi di Sumatra dan Kalimantan berada di luar kawasan konservasi,” ujar Wiratno pada sesi panel di Paviliun Indonesia pada Konferensi Pengendalian Perubahan Iklim COP25 UNFCCC, di Madrid, Spanyol, Senin (9/12/2019).
Wiratno mengatakan oleh karena itu kegiatan konservasi tidak bisa dibatasi hanya dalam kawasan konservasi saja.
"Perlu dijalankan program konservasi in-situ atau di dalam habitat, maupun ex-situ atau di luar habitatnya," katanya.
Sebagai contoh, konservasi badak Sumatra dengan program Sumatran Rhino Sanctuary (SRS) di Taman Nasional Way Kambas telah berhasil melakukan pengembangbiakan.
Kawasan lindung badak baru, misalnya di Taman Nasional Gunung Leuser, juga akan dibangun.
Direktorat Jenderal KSDAE, melalui Balai Taman Nasional dan Balai KSDA terus melakukan pengamanan kawasan dengan model smart patrol.
Patroli ini dilakukan selama 10-15 hari/bulan di dalam kawasan konservasi bersama mitra-mitra kunci, untuk mengawasi, memasang kamera dan/atau video trap, membersihkan jerat, mencegah konflik satwa liar-manusia, serta menyelamatkan satwa-satwa yang kena jerat atau terluka karena diburu.
"Kami juga terus melakukan upaya penegakan hukum terhadap pelaku perburuan satwa liar," ujar Dirjen KSDAE, Wiratno.
Pihaknya juga terus mendapatkan dukungan yang kuat dari Direktorat Gakkum KLHK beserta jajaran di kepolisian, pengadilan, dan kejaksaan di semua level, dalam memproses hukum para pemburu dan pedagang satwa liar.
“Kami tidak bisa sendiri. Kami akan terus berupaya membangun kolaborasi yang lebih intensif dengan semua pihak. Baik swasta, universitas, perguruan tinggi, pakar, LSM, aktivis, generasi muda milenial, pemerintah daerah, dan media massa, dalam upaya mitigasi dan adaptasi dalam rangka melestarikan satwa liar kebanggaan Indonesia dan dunia,” kata Wiratno.
Pada kesempatan yang sama, Elim Sritaba, Chief Sustainability Officer APP Sinar Mas menyatakan, pihaknya mengalokasikan 600.000 hektare kawasan hutan industri untuk tujuan konservasi.
Luas tersebut hampir seperempat total luasan konsesi para pemasok APP Sinar Mas.
“Hutan dan ekosistemnya memiliki nilai konservasi yang tinggi dan karbon stok tinggi, sehingga untuk menjaga kelestariannya, kami selalu berkolaborasi dengan berbagai pihak termasuk pemerintah setempat dan rekan-rekan LSM serta akademisi, untuk menjaga dan mengelola kawasan lindung tersebut, agar mendapatkan solusi terbaik,” ujar Elim.
Elim menuturkan, untuk melindungi area konservasi yang luas, APP Sinar Mas memanfaatkan teknologi satelit, Forest Alert Services (FAS), untuk memantau keadaan tutupan hutan.
Dengan data tersebut, APP Sinar Mas dapat dengan cepat mengetahui dan melakukan intervensi jika diperlukan apabila ada gangguan yang mungkin mengancam sumber daya alam dan keanekaragaman hayati.
Selain itu, sebagai bagian dari komitmen APP Sinar Mas dalam Sustainability Roadmap Vision 2020, juga melakukan restorasi di area yang terdegradasi.
“Kami memiliki target untuk meningkatkan kualitas tutupan hutan menjadi 95% dalam kondisi baik di kawasan lindung kami dalam lima tahun ke depan. Termasuk pengayaan untuk melestarikan jenis pohon lokal dengan spesies langka,” ujar Elim.
Namun, kehidupan satwa liar tidak mengenal batas-batas wilayah antara wilayah konsesi maupun taman nasional.
"Inilah mengapa perusahaan menyesuaikan prosedur operasionalnya dengan memperhatikan pergerakan satwa liar, konsisten melakukan sosialisasi dan pelatihan bagi pekerja dan masyarakat, serta memastikan kantong makanan cukup bagi satwa kunci tersebut sehingga mereka dapat bergerak bebas dan aman,” tambah Elim.
Presiden International Co-ordinating Council of the Man and Biosphere UNESCO Profesor Enny Sudarmonowati menegaskan bahwa upaya berkesinambungan harus terus dilakukan.
“Pengelolaan suatu kawasan berupa cagar biosfer dapat menjadi salah satu solusi yang mengintegrasikan 3 pilar yaitu konservasi, pembangunan berkelanjutan, dan dukungan logistik berupa riset dan pemantauan serta edukasi,” ujar Enny.
"COP25 diharapkan membuka peluang kerja sama yang semakin luas dalam upaya konservasi dengan melibatkan peneliti-peneliti handal untuk mengembangkan inovasi dan membawa nilai tambah bagi masyarakat serta negara, sekaligus tetap mempertahankan nilai konservasinya,” tambah Enny.