Jadi Tersangka Korupsi di KPK, Undang Sumantri Sudah Dipecat dari Kementerian Agama Sejak 2013
Kementerian Agama RI telah memberhentikan Undang Sumantri (USM) yang ditetapkan KPK sebagai tersangka korupsi, sejak tahun 2013.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Agama RI telah memberhentikan Undang Sumantri (USM) yang ditetapkan KPK sebagai tersangka korupsi, sejak tahun 2013.
Diketahui USM terlibat kasus korupsi pengadaan peralatan laboratorium komputer untuk MTs dan pengadaan pengembangan Sistem Komunikasi dan Media Pembelajaran Terintegrasi untuk Jenjang MTs dan MA pada Ditjen Pendis Kemenag pada 2011.
Plt Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Ali Rokhmad memastikan, Undang Sumantri sudah diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) sejak 2013.
Baca: Jelang Pensiun dari KPK, Saut Situmorang Minta Publik Tidak Curigai Firli Bahuri Cs
“Pak Undang sudah diberhentikan dengan SK Pemberhentian Tidak Dengan Hormat tertanggal 10 Januari 2013,” kata Ali Rokhmad dalam keterangannya, Selasa (17/12/2019).
Ali menambahkan, jabatan terakhir Undang Sumantri adalah Kepala Bagian Umum Ditjen Pendidikan Agama Islam.
Baca: KPK Pulihkan Kerugian Negara Sebanyak Rp63,8 Triliun, Ini Rinciannya
Pemberhentian Undang berawal dari Laporan Hasil Akhir (LHA) pemeriksaan yang direkomendasikan Itjen Kementerian Agama pada September 2012, berkaitan dengan permasalahan hukum yang dijalaninya pada tahun tersebut.
“Saat itu, Itjen Kemenag merekomendasikan pembebasan dari jabatan selama 3 tahun dan mengembalikan uang negara. LHA Itjen Kemenag ini kemudian dibawa ke sidang Dewan Pertimbangan Kepegawaian pada tanggal 28 Desember 2012, dan ditetapkan pemberhentian dengan tidak hormat,” jelas dia.
Baca: Indonesia dan Uni Emirat Arab Tukar Pengalaman Soal Pengelolaan Masjid
Diketahui, KPK menetapkan Undang sebagai tersangka di Gedung KPK, Jakarta Selatan, pada Senin (16/12/2019).
Atas perbuatannya, Undang Sumantri diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Kerugian negara Rp 16 miliar
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Ditjen Pendis Kementerian Agama Undang Sumantri sebagai tersangka.
Undang dijerat dalam kasus tindak pidana korupsi pengadaan Peralatan Laboratorium Komputer untuk Madrasah Tsanawiyah dan Pengadaan Pengembangan Sistem Komunikasi dan Media Pembelajaran Terintegrasi untuk Jenjang Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah pada Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama tahun 2011.
Baca: Alexander Marwata Anggap Pengunduran Diri 12 Pegawai KPK Sebagai Hal Biasa
Akibat dua perkara tersebut, negara merugi hingga Rp 16 miliar.
Rinciannya untuk perkara pertama Rp 12 miliar dan perkara kedua Rp 4 miliar.
Pengadaan Peralatan Laboratorium Komputer Madrasah Tsanawiyah
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menjelaskan pada Agustus 2011, pimpinan Komisi VIII DPR bersama Badan Anggaran Komisi VIII DPR menandatangani lembar persetujuan Program dan Kegiatan RAPBN-P Kemenag tahun anggaran 2011.
Terdapat alokasi anggaran total sebanyak Rp 114 miliar untuk pengadaan;
Baca: Ray Rangkuti Sebut Pimpinan KPK Jilid V Harus Bisa Tuntaskan Kasus-kasus Korupsi Besar
1) Peralatan Laboratorium Komputer MTs sebesar Rp40 miliar;
2) Pengembangan Sistem Komunikasi dan Media Pembelajaran Terintegrasi pada Jenjang MTs sebesar Rp23,25 miliar;
3) Pengembangan Sistem Komunikasi dan Media Pembelajaran Terintegrasi pada Jenjang MA sebesar Rp50,75 miliar.
Kata Syarif, Undang selaku PPK di lingkungan Ditjen Pendis Kemenag mendapat arahan agar untuk menentukan pemenang paket-paket pengadaan pada Dirjen Pendis tersebut, sekaligus diberikan 'daftar pemilik pekerjaan'.
Kemudian pada Oktober 2011, Undang selaku PPK menandatangani dokumen Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Spesifikasi Teknis Laboratorium Komputer MTs yang diduga diberikan oleh PT. CGM yang ditawarkan paket pekerjaan tersebut.
"Setelah lelang diumumkan, PT CGM menghubungi rekanannya dan meminjam perusahaan untuk mengikuti lelang dengan kesepakatan 'biaya peminjaman' perusahaan," kata Syarif di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (16/12/2019).
Baca: Ray Rangkuti Sebut Pimpinan KPK Jilid V Harus Bisa Tuntaskan Kasus-kasus Korupsi Besar
Kemudian pada November 2011, diduga terjadi pertemuan untuk menentukan pemenang dan segera mengumumkan PT. BKM sebagai pemenang. Atas pengumuman tersebut, perusahaan-perusahaan lain yang menjadi peserta lelang tersebut menyampaikan sanggahan.
Syarif mengatakan Undang selaku PPK mengetahui adanya sanggahan tersebut, namun setelah bertemu dengan pihak pemenang lelang, Undang langsung menandatangani kontrak bersama PT. BKM.
"Pada Desember 2011 dilakukan pembayaran atas Peralatan Laboratorium Komputer MTs tahun anggaran 2011 sejumlah Rp27,9 miliar," kata Syarif.
Pengadaan Pengembangan Sistem Komunikasi dan Media Pembelajaran Terintegrasi MTs dan MA
Syarif menjelaskan, pada Agustus 2011, pihak Kemenag melalui salah satu pejabatnya menyetujui konsep Sistem Komunikasi dan Media Pembelajaran Terintegrasi untuk Madrasah yang dipresentasikan oleh PT. TELKOM.
Selanjutnya, PT. TELKOM diminta menyusun spesifikasi teknis dan harga perkiraan sesuai dengan konsep yang telah dibahas tersebut untuk persiapan lelang.
Baca: Ray Rangkuti Sebut Pimpinan KPK Jilid V Harus Bisa Tuntaskan Kasus-kasus Korupsi Besar
"Bahwa pada selama bulan Oktober 2011 diduga telah terjadi pertemuan-pertemuan antara beberapa pihak untuk menentukan pemenang dalam Pengadaan Pengembangan Sistem Komunikasi dan Media Pembelajaran Terintegrasi MTs dan MA," kata Syarif.
Kata Syarif, saat pengadaan diduga terdapat permintaan agar proyek 'dijaga' untuk menentukan pemenang lelang. Pada November 2011, Undang selaku PPK menetapkan dan menandatangani dokumen HPS untuk kedua proyek tersebut.
"Nilai HPS diduga disesuaikan dengan nilai penawaran yang sudah dapat memfasilitasi jatah untuk pihak 'Senayan' dan pihak Kemenag saat itu," ungkap Syarif.
"Tanggal 17 November 2011 Tim ULP mengumumkan pemenangnya yaitu PT TELKOM. Pada Desember 2011 dilakukan pembayaran total Rp56,6 miliar untuk kedua proyek tersebut," pungkasnya.