Kepala BPS Dr Suhariyanto: Sensus Penduduk 2020 Gabungan Antara Cara Konvensional dan Online
Perhelatan yang dilakukan setiap 10 tahun sekali itu memerlukan dana tidak sedikit karena melibatkan ribuan petugas.
Editor: Rachmat Hidayat
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Tahun depan, 2020, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mempunyai gawe besar, yaitu sensus penduduk. Perhelatan yang dilakukan setiap 10 tahun sekali itu memerlukan dana tidak sedikit karena melibatkan ribuan petugas.
Kepala BPS, Dr Suhariyanto, menyebut perlu dana sedikitnya Rp 4 triliun dan melibatkan sekira 390 ribu orang petugas lapangan. Biaya terbesar dipakai untuk pelatihan dan honor petugas lapangan.
"Jumlah petugas lapangan itu nggak ada apa‑apanya dibanding China, yang mencapai 1 juta orang untuk keperluan sensus penduduk, "ujar Suhariyanto dalam wawancara eksklusif dengan tim Tribun Network, Kamis (12/12/2019) lalu di kantor BPS, Jakarta. Berikut petikan wawancara dengan Suhariyanto.
Pemerintah melalui BPS rencananya akan melakukan sensus penduduk 2020, bisa dijelaskan seperti apa nantinya pelaksanaannya?
Sensus penduduk dilakukan 10 tahun sekali, terakhir pada 2010 lalu. Rentang itu sesuai rekomendasi PBB. Pada sensus 2020, Indonesia tidak sendiri. Ada 54 negara lain yang melakukan sensus penduduk. Kantor statistik tiap negara lapor ke PBB setahun sekali.
Sensus tahun depan akan memakai metode berbeda dari periode sebelumnya. Pada 2020, ada gabungan antara cara konvensional dan online. Cara tradisional melalui wawancara dari pintu ke pintu tetap dipakai.
Sementara, metode lain mengandalkan sistem digital. Metode kombinasi ini dipakai kalau sudah punya data registrasi sebagai dasar sensus. Jadi kita untuk pertama kalinya menggunakan metode kombinasi. Sensus menjadi penting agar perencanaan pertanian, pendidikan, dan kesehatan tidak kocar‑kacir.
Baca: BPS Bersiap Catat Sensus Penduduk 2020 Bersama 54 Negara, Beda dari Sensus 2010
Sensus 2020 juga pertama kalinya pakai online, sehingga masyarakat bisa meningkatkan datanya, misal pendidikan dari S1 ke S2. Juga untuk mengidentifikasi lebih dalam terkait pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan.
Siapa saja yang nanti dilibatkan dalam sensus penduduk?
Kita berupaya menggandeng Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk sosialisasi aparatur sipil negara (ASN). Harapannya ada sekira 15 juta penduduk ikut berpartisipasi dari ASN beserta keluarga.
Kementerian PAN‑RB punya wewenang terhadap 4,5 juta ASN. Ditambah dengan minimal anggota keluarga bisa jadi 15 juta. Kami juga sosialisasi ke perguruan tinggi, menggandeng fakultas statistik. Selain dapat ilmu, para mahasiswa diharapkan bisa antusias terhadap program ini.
Ada penambahan data dalam sensus penduduk 2020. Nantinya, alamat yang tidak sesuai KTP bisa dilaporkan. Ada 21 pertanyaan dalam sensus penduduk 2020. Tujuh di antaranya merupakan pertanyaan baru, di antaranya apakah alamat sesuai KTP atau tidak. Nanti ada pertanyaan itu.
Baca: Mulai 2020, UMP Naik 8,51 Persen
Jumlah orang yang alamatnya sama dengan KTP itu 76 persen. Namun, alangkah baiknya yang 24 persen secara de facto kita tahu. Masyarakat sudah bisa mengisi sensus penduduk mulai 15 Februari hingga 28 Februari 2020, untuk pilihan online.
Metode dari pintu ke pintu tetap harus dilakukan karena kita paham di Indonesia timur masih ada masalah di infrastruktur. Itu nanti kami datangi satu per satu.
Baca: Sensus Penduduk 2020, BPS Sosialisasi ke ASN hingga Milenial
Jika sudah selesai pada 2020, untuk kepentingan jangka panjang, pada 2021 kami akan mengambil sampel 3 persen dari total penduduk.
Baca: Sensus Penduduk 2020, Alamat Tidak Sesuai KTP Bisa Lapor
Sebanyak 82 pertanyaan diajukan untuk kepentingan proyeksi hingga 2045 atau 100 tahun Indonesia merdeka. Kalau kita tidak tahu dari sekarang, nanti pada 2045 jumlah penduduk Indonesia mencapai sekira 319 juta. Apa kita siap sediakan pangan, sekolah, dan lain-lan?"
Perlu dana berapa untuk sensus?
Anggaran sensus total Rp 4 triliun. Petugas lapangan akan direkrut 390 ribu orang di seluruh Indonesia. Jumlah petugas itu nggak ada apa‑apanya dibanding China, yang mencapai 1 juta orang.
Kami sifatnya open, siapa saja boleh, namun ada syarat‑syarat khusus. Mereka akan dilatih dalam melakukan metode door to door, harus paham data dan statistik. Pada 2030 saya punya mimpi budget sensus bisa turun. Bisa seperti Korea, sudah tidak pakai metode door to door.
Baca: BPS Bersiap Catat Sensus Penduduk 2020 Bersama 54 Negara, Beda dari Sensus 2010
Di Australia sudah melalui online tapi masih ditambah door to door. Sistem dibangun setahun belakangan, kami menggandeng Kemenkominfo kemudian dapat pendampingan Australia Bureu Statistic.
Metode door to door apakah memang ongkosnya lebih mahal?
Iya pelatihan petugas mahal sekali. Saya ambil contoh Kabupaten Anambas, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Kami harus ke Batam dulu, kalau nggak ada pesawat naik kapal selama 10 jam. Biaya pelatihan besar sekali.
Untuk validitas sensus, apa yang akan dilakukan BPS?
Seperti saya bilang ketika mau mengumpulkan data manual harus mengacu pada ketentuan PBB. Untuk menghitung pengangguran misalnya ada petunjuk dari ILO (Organisasi Buruh Internasional).
Kemudian ketika BPS merilis daya beli tidak melenggang begitu saja. Ada forum masyarakat statistik anggotanya 23, Ketuanya Prof Busyanul Arifin, dan dimonitor terus‑terusan.
Baca: UMP 34 Provinsi Naik 8,51 Persen Mulai 2020, Ini Daftar Lengkapnya
IMF (Dana Moneter Internasional) juga datang setahun sekali mengecek semua. Kami menerima masukan dan kritik dari semua pihak. Mengungkapkan sesuatu yang baik dikritik, mengeluarkan data jelek juga dikritik. Saya yakin yang dikerjakan betul. Presiden sama sekali nggak pernah marah terkait data BPS.
Kalau data mengenai neraca perdagangan minus, beliau minta penjelasan apa yang buruk. Saya harus mengurai satu‑satu. Beliau mencatat untuk mengingatkan menteri. Masalah sensitif kalau tidak diangkat dan tidak dibicarakan apa jadinya negara ini. Kritikan boleh saja.