Soal Kisruh BUMN, Arief Poyuono Sebut Erick Thohir Bongkar Bobrok Presiden Jokowi di Periode Pertama
Arief Poyuono mengungkapkan Menteri BUMN Erick Thohir justru membuka kebobrokan kepemimpinan Presiden Jokowi, terutama di periode pertamanya.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Federasi Serikat Pekerja BUMN, Arief Poyuono, mengungkapkan Menteri BUMN Erick Thohir justru membuka kebobrokan kepemimpinan Presiden Jokowi, terutama di periode pertamanya.
Hal ini terkait dengan kebijakan Erick Thohir yang memecat mantan Dirut Garuda Indonesia, Ari Askhara.
"Erick ini membuka borok Joko Widodo, bahwa selama lima tahun ini BUMN dikelola Joko Widodo tidak baik," ungkapnya dikutip Youtube Indonesia Lawyers Club, Jumat (13/12/2019).
Politisi Partai Gerindra tersebut juga menyebut pencopotan Ari Askhara tidak sesuai dengan prosedur.
"Mencopot Dirut tidak pakai prosedur. Garuda itu listed company, tunduk kepada undang-undang Otoritas Jasa Keuangan. Pergantian maupun pencopotan direksi dan komisaris bagi perusahaan yang listed company di bursa saham harus melalui RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham)," ujarnya.
Arief menilai keputusan Erick Thohir tidak menghormati para pemegang saham minoritas.
"Hormati dong pemegang saham minoritas. Nah, kalau gini bukannya bagus malah menjadi jelek nama BUMN, dan berdampak pada BUMN-BUMN lain yang melantai di pasar modal."
"Sekarang nggak boleh perusahaan yang listed kita pompa terus medianya seakan-akan direkturnya nggak bener, kita harus pake (asas) praduga tak bersalah," ujarnya.
Komentari Upaya Rapikan BUMN
Arief juga memberi komentar terkait upaya Erick Thohir merapikan BUMN.
Arief menilai yang dilakukan Erick Thohir telah menampar wajah Jokowi.
Menurut Arief, hal itu menunjukkan BUMN dikelola secara amburadul dalam lima tahun ini.
"Kalau merapikan, artinya lima tahun ini BUMN dikelola secara amburadul, artinya ini menampar muka Presiden Joko Widodo," ujarnya.
Arief juga menyinggung tentang utang BUMN yang kian membengkak.
Hal itu menurut Arief dikarenakan BUMN menyesuaikan program pembangunan infrastruktur yang diusung Jokowi.
"Ternyata lima tahun utang BUMN banyak, berarti Pak Joko Widodo gagal memimpin BUMN, padahal on the fact utangnya BUMN itu meningkat karena BUMN mendukung program-program infrastrukturnya Pak Joko Widodo," ucapnya.
Arief juga meminta tidak menyalahkan jajaran direksi maupun Menteri BUMN.
"Itu yang ngerjain BUMN, jangan disalah-salahin dong direksi dan Menteri BUMN. Hutang BUMN yang membengkak itu bukan salahnya menteri, yang suruh bangun infrastruktur siapa? Kan Pak Joko Widodo," ucapnya.
Erick Thohir Ingin Rapikan BUMN
Sebelumnya, Erick Thohir menyebut banyak BUMN yang memiliki anak dan cucu perusahaan sakit karena ulah oknumnya.
Hal itu juga terkait penyalahgunaan wewenang mantan Dirut Garuda untuk membawa barang ilegal masuk ke Indonesia.
Dilansir Kompas.com, Erick berencana mengeluarkan keputusan menteri (kepmen) tentang pembentukan anak dan cucu perusahaan.
"Harus ada alasannya (pembentukan anak/cucu perusahaan), bukannya dipakai oleh oknum BUMN yang sudah sehat jadi sakit," kata Erick, Kamis (5/12/2019).
Erick berkeinginan untuk merapikan BUMN yang terlalu banyak memiliki anak cucu perusahaan.
Hal tersebut diyakini Erick akan menyulitkan setiap menteri yang memimpin Kementerian BUMN.
"Saya pun yakin siapa pun menterinya tidak mudah, jadi saya juga tidak mau misalnya apa yang saya lakukan hari ini (dinilai) oh karena tidak suka dengan menteri-menteri BUMN sebelumnya, enggak lah! Justru ini yang kita mau rapikan," kata dia.
Menurut Erick, mengurangi jumlah perusahaan akan berdampak baik bagi perusahaan induk BUMN tersebut.
Mantan Presiden Klub Inter Milan tersebut juga menyebut, dari Rp 210 triliun, hanya ada untung 73 persen atau senilai Rp 154-156 triliun.
Jumlah tersebut hanya dari 15 BUMN saja.
"Ya kan terlalu banyak berarti," kata dia.
Isu ini muncul seusai adanya temuan barang ilegal di pesawat baru milik Garuda Indonesia pada pertengahan November 2019 lalu.
Petugas Bea dan Cukai mendapati onderdil Harley Davidson dan sepeda Brompton.
Adapun nilai onderdil motor itu disebutkan sekitar Rp 50 juta untuk biaya pajaknya.
Setelah itu, Erick meminta pejabat yang terlibat dalam kejadian tersebut mundur dari jabatannya di Garuda.
(TRIBUNNEWS.COM/Wahyu Gilang P) (Kompas.com/Deti Mega Purnamasari)