Jaksa Agung Sebut Kerugian Jiwasraya Capai Rp 13,7 Triliun dan Kemungkinan Akan Bertambah
Jaksa Agung ST Burhanudin membeberkan kerugian yang mendera perusahaan asuransi Jiwasraya mencapai Rp 13,7 triliun dan akan akan bertambah
Penulis: Muhammad Nur Wahid Rizqy
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Jaksa Agung, ST Burhanudin menyebut kerugian yang dialami oleh perusahaan asuransi Jiwasraya (Persero) lebih dari Rp 13,7 triliun.
Dalam kasus kerugian ini, Kejaksaan Agung mulai menangani dugaan praktik curang dalam investasi di perusahaan asuransi pelat merah tersebut.
Dilansir dari tayangan Kompas TV, ST Burhanudin menyebut, misi penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung adalah memperoleh fakta baru yang diindikasi sebagai suatu bentuk pelanggaran.
"Penyidikan tersebut dilakukan untuk memperoleh fakta adanya kegiatan investasi yang melibatkan grup-grup tertentu, ini ada 13 grup yang melanggar prinsip tata kelola perusahaan yang baik," kata ST Burhanudin
Diketahui, dugaan kerugian yang menjerat Jiwasraya diakibatkan adanya pelanggaran prinsip tata kelola perusahaan.
Pelanggaran prinsip itu mengenai pengelolaan dana dari program asuransi JS Saving Plan.
"Sebagai akibat transaksi tersebut PT Asuransi Jiwasraya sampai pada Agustus 2019 menanggung potensi kerugian negara sebesar Rp 13,7 triliun," ujar ST Burhanudin
"Hal ini merupakan perkiraan awal dan diduga, kerugiannya akan lebih dari itu, " imbuhnya.
Jaksa Agung menyebutkan, Jiwasraya mengalami kerugian yang sedemikian banyak karena adanya dugaan pelanggaran prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi.
Jiwasraya diduga banyak melakukan kegiatan investasi pada aset-aset dengan resiko tinggi (high risk) dalam semata-mata mengejar keuntungan (high return).
Dalam menanggapi kasus ini, Kejaksaan Agung telah membentuk tim yang berangotakan 16 orang untuk menyelidiki kasus ini lebih lanjut.
Saat ini, Kejagung telah mengumpulkan berbagai barang bukti, memeriksa saksi-saksi serta melakukan kordinasi dengan lembaga terkait untuk menghitung kerugian yang timbul.
Kasus kerugian yang menimpa Jiwasraya juga turut ditanggapi oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Jokowi mengakui, permasalahan keuangan yang mendera asuransi Jiwasraya sudah berlangsung lama, bahkan hampir berjalan 10 tahun lalu dan bukan persoalan yang ringan.
Jokowi juga menyatakan, Pemerintah akan turun tangan mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahan asuransi Jiwasraya.
Namun Jokowi menegaskan, jika permasalahan ini sudah memasuki wilayah hukum, maka proses hukum tetap harus berjalan.
"Ini adalah persoalan yang sudah lama sekali, hampir sudah 10 tahun yang lalu. Dalam 3 tahun ini, sebetulnya kami (Pemerintah) sudah tahu dan ingin menyelesaikan masalah ini. Tapi ini juga bukan masalah yang ringan," kata Jokowi.
Kasus Jiwasraya telah didiskusikan bersama dengan kementerian-kementerian terkait.
Jokowi menyebut, gambaran solusi terkait permasalahan Jiwasraya sudah ada.
Namun keseluruhan solusi tersebut masih dalam proses.
"Kemarin kami sudah rapat dengan kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan, yang jelas gambaran solusinya sudah ada, masih dalam proses semuanya," jelas Jokowi.
Menteri BUMN, Erick Thohir menyebut permasalahan keuangan asuransi Jiwasraya telah terjadi sejak 2006.
Untuk mengatasi hal ini, Kementerian BUMN sudah menyiapkan sejumlah langkah.
Salah satu langkah utamanya adalah melakukan restrukturisasi termasuk membentuk holding BUMN asuransi.
Langkah pembentukan holding bagi Erick dianggap penting untuk menjamin dana nasabah.
Dan Erick berjanji, dalam enam bulan ke depan Kementerian BUMN akan mempersiapkan solusi-solusi.
Satu di antaranya dengan pembentukan holdinisasi di perusahaan asuransi.
"Insyallah dalam 6 bulan ini, kami coba persiapkan solusi-solusi yang salah satunya diawali nanti dengan pembentukan holdinisasi pada perusahaan-perusahaan asuransi, supaya nanti ada cash flow juga dalam membantu nasabah-nasabah yang hari ini belum mendapatkan kepastian," ujar Erick.
Sebelumnya, dikutip dari Kompas.com, dalam rapat bersama komisi VI DPR RI, Direktur Umum Jiwasraya, Hexana Tri Sasongko menyebut kewajiban pelunasan Rp 12,4 triliun yang dijanjikan akhir tahun ini tak mampu dibayarkan lantaran dana tak mencukupi.
"Kalau uangnya tidak mencukupi harus diatur, bagaimana memanfaatkannya. Saya enggak bisa menjanjikan apapun saat ini," ungkapnya di Gedung DPR RI, Senin (16/12/2019).
Hexana menyebut pihaknya tidak bisa menjanjikan kapan akan melakuka pelunasan.
Hal ini menurutnya harus menunggu closing investor yang akan masuk para awal tahun 2020.
"Ada faktor X tapi di awal tahun 2020 diharapkan closing pertama investor. Ini bisa mengurai tapi pembayarannya dicicil dan tidak full," katanya.
(Tribunnews.com/Muhammad Nur Wahid Rizqy)