Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Komisioner KPAI Sebut UN Buat Siswa Stres: Bukan Hanya Menghafal dan Menjawab Soal

Komisioner KPAI, Retno Listyarti menilai sistem Ujian Nasional (UN) sebagai bentuk penentuan kelulusan justru membuat para siswa semakin stres.

Penulis: Indah Aprilin Cahyani
Editor: Sri Juliati
zoom-in Komisioner KPAI Sebut UN Buat Siswa Stres: Bukan Hanya Menghafal dan Menjawab Soal
Facebook Trans7
Retno Listyarti dalam tayangan Mata Najwa, Rabu (18/12/2019). Ia mengaku UN hanya menguntungkan kalangan kaya. 

TRIBUNNEWS.COM - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti menilai sistem Ujian Nasional (UN) sebagai bentuk penentuan kelulusan justru membuat para siswa semakin stres.

Pernyataan tersebut diungkapkan dalam acara Mata Najwa yang ditayangkan di YouTube Najwa Shihab, Rabu (18/12/2019).

Menurut Retno, adanya UN sebagai penentu kelulusan membuat para siswa mengalami stres.

Selain itu, para siswa dituntut berbagai pihak untuk mendapatkan nilai yang bagus dan sesuai standar.

"Menurut saya, orang tua juga stres, biaya juga tinggi karena anak ikut bimbingan belajar (bimbel), dan anak-anak kita belajar menghafal," ujar Retno Listyarti.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti (Glery Lazuardi)

Sehingga, Retno menyebut dari awal pendidikan, para siswa dituntut menjawab soal.

Komisioner KPAI ini mencontohkan cara berpikir Ki Hajar Dewantara yang patut ditiru.

Berita Rekomendasi

"Menurut Ki Hajar Dewantara, kalau kita menggunakan cara berpikir Ki Hajar Dewantara, bersekolah itu adalah mengajarkan cara berpikir, bernalar bukan menghafal dan bukan menjawab soal," jelas Retno.

Retno mengaku sempat betemu dengan 58 anak yang tidak lulus.

"Ketika itu ujian nasional sebagai penentu kelulusan 100 persen," ungkapnya.

Retno menuturkan, saat itu negara memberikan sebuah sarana untuk melaporkan kebijakan pemerintah yang dinilai tidak adil.

Sehingga dapat membuat gugatan ke pengadilan atas kebijakan tersebut.

Lebih lanjut, ia mengatakan sarana itu dinamakan citizen law suit.

"Saat itu negara kebetulan menyediakan satu sarana citizen law suit. Itu adalah satu kebijakan atau satu sarana yang kita bisa untuk kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak adil itu bisa kita gugat ke pengadilan," terang Retno.

Kemudian, Retno dan rekan artis Sophia Latjuba serta 58 siswa yang tidak lulus tersebut menggugat pemerintah terkait pelaksanaan UN.

Retno mengatakan pada pengadilan tingkat pertama, yakni di Pengadilan Negeri, pihaknya dinyatakan menang.

"Pada saat itu kami dengan cepat dan termasuk Mbak Sophia Latjuba juga, publik figur yang ikut mendukung dan 58 anak ini, kami menang."

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan Retno Listyarti dan Mendikbud Nadiem Makarim.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan Retno Listyarti dan Mendikbud Nadiem Makarim. (KOMPAS.com/ERWIN HUTAPEA - Dok. Kemendikbud)

Tidak sampai di situ, hingga tingkat banding dan di Mahkamah Agung (MA), pihak Retno dinyatakan menang dan pemerintah kalah pada 2009.

"Menang mulai dari level pengadilan tingkat pertama di PN, kemudian banding dan pemerintah kalah, dan ketika di Mahkamah Agung pun pada 2009 pemerintah juga kalah," tambahnya.

Retno mengungkapkan, dari hasil putusan di MA tersebut menerangkan, UN dinyatakan tidak diperbolehkan untuk dilaksanakan kecuali pemerintah telah memenuhi kewajibannya.

Dalam putusan MA, pemerintah dituntut untuk memenuhi tiga kewajiban.

Yakni pemerataan kualitas guru, sarana dan prasarana pendidikan, serta pemenuhan akses sistem informasi yang sama di seluruh sekolah.

Namun Retno menuturkan hingga kini, pemerintah belum melakukan pemenuhan terhadap tiga kewajiban tersebut dan justru tetap melaksanakan UN.

Retno menceritakan pemerintah berdalih untuk mempersiapkan tiga kewajiban itu sembari berproses.

Sehingga sampai saat ini, kualitas pendidikan di Indonesia masih belum merata antara satu wilayah dengan wilayah yang lain.

Diketahui, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim telah mengeluarkan empat kebijakan dalam program 'Merdeka Belajar'.

Nadiem Makarim membuat empat kebijakan, yang satu di antaranya adalah mengganti sistem UN menjadi assessment competency dan survei karakter.

(Tribunnews.com/Indah Aprilin Cahyani)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas