Setuju Penggantian Ujian Nasional, Ketua Komisi X: Kita Butuh Terobosan & Perubahan Dunia Pendidikan
Syaiful Huda setuju dengan penggantian pelaksanaan ujian nasional (UN) pada 2021, oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Penulis: Nuryanti
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Komisi X DPR RI Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Syaiful Huda setuju dengan penggantian pelaksanaan ujian nasional (UN) pada 2021, oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Syaiful Huda menyebut penggantian pelaksanaan ujian nasional tersebut sebagai terobosan yang dilakukan Kemendikbud.
Ia juga mengatakan, kebijakan tersebut merupakan sebuah perubahan baru dalam sistem pendidikan Indonesia.
"Kita butuh terobosan dan perubahan bagi dunia pendidikan kita," ujar Syaiful Huda di Studio Trans 7, Rabu (18/12/2019), dikutip dari YouTube Najwa Shihab.
Syaiful berujar, tidak bisa lagi masyarakat dan pemerintah menunggu terciptanya perubahan tersebut.
"Jangan nunggu, kita enggak bisa nunggu, ini catatan kami juga di komisi X dan bagian kompromi kami dengan Kemendikbud," ungkapnya.
![Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/syaiful-huda-pertahanan.jpg)
Sehingga, Syaiful ingin perubahan tersebut segera dilakukan oleh Kemendikbud, tanpa harus menunggu sarana dan prasarana pendukung proses pendidikan rampung.
"Pemerintah dan kami semua tidak bisa menunggu sarana dan prasara selesai," ujarnya.
Selain itu, ia juga ingin peningkatan kualitas dan kompetensi guru segera dilakukan.
"Kualitas dan kompetensi guru harus secepatnya diselesaikan," katanya.
"Pemerataan akses sekolah, distribusi guru, dan seterusnya harus diselesaikan," lanjut Syaiful.
Ia berharap Kemendikbud bisa mulai menerapkan kebijakan barunya itu.
"Tapi agenda perubahan ini harus tetep jalan, sambil kita cicil dari tahun ke tahun," imbuhnya.
"Tanpa itu, kita akan mengorbankan anak-anak didik kita," jelas Syaiful Huda.
Senada dengan Syaiful Huda, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti mengatakan, sistem zonasi lebih adil dibandingkan menggunakan nilai ujian nasional sebagai syarat penerimaan siswa baru.
Retno Listyarti menyampaikan, pendidikan bagi warga negara Indonesia merupakan hak yang harus dipenuhi oleh negara.
Ia menjelaskan pemenuhan hak pendidikan itu sudah diatur dalam Undang-undang Dasar 1945.
"Pendidikan itu hak dasar yang harus dipenuhi negara, dalam keadaan apapun harus dipenuhi, dan itu perintah konstitusi," ujar Retno Listyarti.
"Atas dasar itu, sistem zonasi sebetulnya berkeadilan," jelas Retno.
![Retno Listyarti dalam tayangan Mata Najwa, Rabu (18/12/2019).](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/retno-listyarti-mata-najwa-kpai-un.jpg)
Menurutnya, dengan sistem zonasi tersebut, setiap siswa bisa sekolah di manapun tanpa melihat nilai ujian nasional.
"Seorang anak bisa sekolah di manapun tanpa melihat ujian nasionalnya, tanpa melihat yang lain," katanya.
Namun, Retno berujar, sekolah bisa menerima siswa tersebut karena jarak rumah dan kemampuan yang dimiliki.
"Tetapi, karena memang jarak dan kemampuan yang tidak hanya kecakapan akademik," ungkapnya.
"Ini sebetulnya pemenuhan hak dasar negara, atas tanggung jawabnya terhadap pendidikan," lanjut Retno.
![Sophia Latjuba soroti polemik UN di Mata Najwa, Rabu (18/12/2019).](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/sophia-latjuba-soroti-polemik-un-mata-najwa.jpg)
Sementara itu, tokoh publik peduli pendidikan, Sophia Latjuba menyampaikan, hasil laporan belajar siswa atau rapor, sudah cukup digunakan sebagai syarat penerimaan siswa baru.
Selain itu, Sophia Latjuba juga menyebut, hasil portofolio siswa selama proses belajar juga bisa digunakan dalam proses penerimaan tersebut.
"Bukannya rapor yang diberikan sekolah sudah cukup ya? dengan hasil tes, portofolio, apapun hasil pembelajaran si anak," jelasnya.
Sehingga, ia tak setuju jika sekolah menggunakan nilai ujian nasional sebagai syarat dalam menerima siswa baru.
"Itu kan sudah cukup SMP, SMA, melihat kemampuan si anak, kenapa harus ujian nasional?" ungkap Sophia.
![Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (12/12/2019). Rapat kerja tersebut membahas sistem zonasi dan Ujian Nasional (UN) tahun 2020, serta persiapan pelaksanaan anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2020. Warta Kota/henry lopulalan](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/bahas-ujian-nasional-mendikbud-nadiem-makarim-raker-dengan-dpr_20191212_203517.jpg)
Sebelumnya diberitakan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim membenarkan adanya program pengganti ujian nasional (UN).
Dikutip dari YouTube Kompascom Reporter on Location, meskipun akan diganti, Nadiem Makarim memastikan Ujian Nasional 2020 akan tetap dilaksanakan seperti rencana sebelumnya.
"Untuk 2020, UN akan dilaksanakan sesuai seperti tahun sebelumnya," ujar Nadiem saat Rapat Koordinasi bersama Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Indonesia di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu (11/12/2019).
Sehingga, wali murid dan siswa yang akan mengikuti UN 2020, bisa mempersiapkannya.
"Jadi untuk 2020, banyak orangtua yang sudah investasi mereka untuk anaknya belajar untuk materi UN itu silakan untuk 2020," kata Nadiem,
"Tapi itu hari terakhir UN seperti tahun lalu diselenggarakan," lanjut Nadiem.
Program UN ini pada 2021 akan digantikan dengan program Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter.
![Mendikbud Nadiem Makarim di acara Rapat Koordinasi bersama Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Indonesia di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu (11/12/2019).](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/mendikbud-nadiem-makarim-78jghg7.jpg)
Nadiem menjelaskan, penggantian tersebut dengan pertimbangan setelah dilakukan persiapan oleh pihak sekolah dan siswa untuk menghadapinya.
"Pada tahun 2021, UN itu akan diganti menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter," jelas Nadiem Makarim.
"Terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter," lanjutnya.
Perubahan program UN ini termasuk dalam empat program pokok kebijakan pendidikan “Merdeka Belajar”.
Program tersebut meliputi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.
Menurutnya, program pengganti itu tengah dibahas oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Namun, sudah ditentukan, pelaksanaan program tersebut akan berbasis komputer.
"Secara teknis, detailnya kita sedang membahas, tapi sudah pasti akan dilaksanakan melalui komputer," ungkap Nadiem.
Pelaksanaan berbasis komputer tersebut, menurutnya itu berdasarkan standar nasional yang sudah ditentukan.
"Apapun dalam standar nasional itu computer based," lanjutnya.
(Tribunnews.com/Nuryanti)