Fahri Hamzah Sebut Kasus Pemakzulan Donald Trump Bisa Jadi Pelajaran: Presiden Harus Hati-hati
Fahri Hamzah menilai pemakzulan Presiden Amerika Serikat Donald Trump bisa menjadi pelajaran bagi presiden dan badan legislatif di seluruh negara.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Ifa Nabila

TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah menilai pemakzulan Presiden Amerika Serikat Donald Trump bisa menjadi pelajaran bagi presiden dan badan legislatif.
Hal itu disampaikan Fahri Hamzah melalui cuitan Twitter pribadinya, @Fahrihamzah, Kamis (19/12/2019).
Menurut Fahri Hamzah, presiden harus lebih hati-hati dan DPR atau badan legislatif harus berani lakukan pengawasan dan penegakan hukum.
"Semoga menjadi pelajaran di manapun. Agar presiden di manapun tetap berhati-hati."
"Dan legislatif di manapun berani melakukan pengawasan atas kemungkinan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh top eksekutif. Selamat meneruskan tontonan drama pemakzulan ini!" ujarnya.
Puji Sistem Politik Amerika
Selain itu Fahri Hamzah juga memuji sistem politik yang dilakukan Negeri Paman Sam.
"Sekali lagi, sistem politik dan ketatanegaraan Amerika Serikat menunjukkan kehebatannya."
"Bahwa presiden, sekuat dan sehebat apapun tidak boleh melampaui hukum.
Sehingga dibuktikan secara telanjang oleh kongres (kamar DPR) bahwa ia telah melanggar dan kayak dijatuhkan," ujarnya.
Reaksi Donald Trump Seusai Dimakzulkan
Presiden Amerika Serikat Donald Trump memberikan komentar atas pemakzulan dirinya oleh DPR Amerika, Rabu (18/12/2019) lalu.
Dilansir Youtube Guardian News, Donald Trump mengaku tidak merasa benar-benar dimakzulkan.
Hal itu disampaikan Donald Trump di depan pendukungnya dalam sebuah pidato kampanye di Michigan, Amerika Serikat, Kamis (19/12/2019) waktu setempat.
Bahkan Donald Trump menyebut Amerika menjadi lebih baik saat dipimpin olehnya.
"Rasanya kita tidak merasa benar-benar dimakzulkan."
"Negara ini lebih baik dari sebelumnya, kami tidak melakukan kesalahan," ujarnya.
Donald Trump juga menyebut dirinya mendapat dukungan luar biasa dari Partai Republik.
Hal itu dikatakan Donald Trump belum pernah dialami sebelumnya.
"Dan kita memiliki dukungan luar biasa di Partai Republik, seperti yang belum pernah kita alami sebelumnya."
"Tidak ada yang pernah mendapat dukungan seperti ini," ujarnya.
Diketahui, Donald Trump resmi dimakzulkan oleh DPR Amerika Serikat, Rabu (18/12/2019) lalu.
Donald Trump dituduh dua pasal dalam pemakzulan tersebut.
Ia dinilai menyalahgunakan kekuasaan dan menghalangi penyelidikan kongres.
Dilansir Kompas.com, hal tersebut terkait dengan permintaan Trump terhadap pemerintah Ukraina untuk menyelidiki calon lawannya Joe Biden dalam Pilpres Amerika Serikat 2020 mendatang.
Donald Trump juga diduga dengan sengaja menahan bantuan militer Amerika Serikat kepada Ukraina.
Hal itu dilakukan jika Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menolak menyelidiki Joe Biden.
Donald Trump merupakan Presiden ketiga dalam sejarah Amerika Serikat yang dimakzulkan oleh DPR Amerika Serikat.
Sebelum Donald Trump, Presiden Amerika Serikat yang pernah dimakzulkan adalah Andrew Johnson dan Bill Clinton.

Awal Mula Pemakzulan
Proses pemakzulan Donald Trump diawali saat Ketua DPR Amerika Serikat Nancy Pelosi mulai melakukan penyelidikan formal terhadap Donald Trump pada 24 September 2019.
Donald Trump dinilai langgar konstitusi karena mencari bantuan dari Ukraina.
Bantuan tersebut digunakan Donald Trump untuk menghalangi saingannya dari Partai Demokrat, Joe Biden.
"Tindakan Presiden Trump mengungkap fakta yang tidak terhormat tentang pengkhianatan presiden atas sumpah jabatannya dan terhadap keamanan nasional serta integritas pemilu kita," katanya.
Rilis Transkrip Telepon Donald Trump dengan Presiden Ukraina
Gedung Putih merilis transkrip percakapan melalui telepon yang dilakukan Donald Trump dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky 25 September 2019.
Rangkuman panggilan tersebut mengonfirmasi Donald Trump meminta pemerintah Ukraina melakukan penyelidikan terhadap Joe Biden, pesaing Donald Trump dalam Pilpres Amerika Serikat 2020.
Dalam panggilan tersebut, Donald Trump juga diduga dengan sengaja menahan bantuan militer kepada Ukraina senilai 400 juta dollar AS, atau senilai Rp 5,6 triliun.
Donald Trump Nyatakan Secara Terbuka
Donald Trump kemudian memberikan keterangan terbuka agar China dan Ukraina melakukan penyelidikan terhadap mantan wakil presiden Amerika Serikat Joe Biden.
Hal itu dilakukan Donald Trump pada 3 Oktober 2019.
Pernyataan tersebut dianggap mengejutkan, dan memperkuat dugaan yang sedang diselidiki dalam upaya pemakzulan oleh DPR Amerika Serikat.
Titik Terang
5. 3 Desember 2019
Komite Intelijen DPR Amerika Serikat merilis laporan 'The Trump-Ukraine Impeachment Inquiry Report' pada 3 Desember 2019.
Laporan tersebut menyebutkan Donald Trump dianggap menunmbangkan kebijakan luar negeri dan keamanan nasional demi kepentingan kampanyenya.
Donald Trump dalam laporan itu disebut meminta bantuan kepada Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky untuk mengumumkan penyelidikan terhadap Joe Biden.
Resmi Dimakzulkan
Donald Trump resmi dimakzulkan pada Rabu (18/12/2019) lalu.
Pemakzulan Donald Trump dilakukan dalam sidang paripurna DPR.
DPR menyetujui dua pasal pemakzulan terhadap Donald Trump.
Trump diduga menyalahgunakan kekuasaan dan menghalangi penyelidikan Kongres.
(TRIBUNNEWS.COM/Wahyu Gilang Putranto) (Kompas.com/Virdita Rizki Ratriani/Ardi Priyatno Utomo/Agni Vidya Perdana)