Isu Larangan Rayakan Natal di Dharmasraya-Sijunjung, Kemenag Datang Langsung ke Lokasi, Ini Faktanya
Pihak Kemenag ungkap fakta apa yang sebenarnya terjadi di Dharmasraya dan Sijunjung. Singgung soal keberadaan gereja di tempat itu.
Penulis: Ifa Nabila
Editor: bunga pradipta p
"Memang saat ini di dua kabupaten ini, seberapa kita dapat informasi, memang belum ada gereja yang stabil, yang tetap."
"Sebagian besar juga saudara-saudara Kristiani yang ada di kelompok ini memang berasal dari tempat yang lain."
Paulus menggarisbawahi yang selama ini dikabarkan menjadi pelarangan sebenarnya lebih mengarah kepada masalah teknis tak adanya gereja resmi di wilayah itu.
"Sebetulnya hanya soal barangkali praktik teknis bagaimana sebetulnya mengkomunikasikan mengenai persiapan-persiapan perayaan keagamaan itu," jelasnya.
Maka dari itu, untuk mendirikan gereja secara resmi dibutuhkan kajian yang terkait dengan sejarah serta tradisi wilayah setempat.
Berikut video lengkapnya:
Fakta Pelarangan Rayakan Natal
1. Dianggap Langgar Konstitusi
Dikutip Tribunnews.com dari Kompas.com, Selasa (24/12/2019), Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Kholid Syeirazi menyebut larangan natal sebagai pelanggaran konstitusi.
Kholid menegaskan pelarangan itu sama saja dengan membatasi hak warga negara untuk menjalankan ajaran agamanya.
"Menurut saya, kesepakatan itu melanggar konstitusi kita, melindungi hak setiap warga negara, apa pun agamanya untuk menjalankan ajaran agamanya, termasuk merayakan hari besarnya," ujar Kholid, Senin (23/12/2019).
Kholid menyebut perayaan hari besar agama seharusnya tak perlu ada kesepakatan, terlebih jika hanya disepakai satu pihak.
Mengingat dua wilayah itu masih berada di NKRI, maka pelarangan itu sama saja melanggar konstitusi negara.
"(Hak warga) itu harus dipenuhi, tidak bisa atas dasar apa pun kemudian orang melarang hak orang lain untuk menjalankan ajarannya," tegas Kholid.
Kholid tidak ingin pelarangan perayaan Natal ini ditiru oleh daerah lain.
Ia juga menegaskan jangan sampai ada logika minoritas-mayoritas dan tidak taat pada konstitusi.
2. Bantahan Pemkab
Dikutip Tribunnews.com dari Kompas.com, Kabag Humas Pemkab Dharmasraya Budi Waluyo membantah ada pelarangan perayaan Natal di wilayahnya.
Budi menegaskan Pemkab Dharmasraya secara resmi tak pernah mengeluarkan pelarangan terhadap warga untuk melaksanakan ibadah sesuai keyakinan masing-masing.
Budi menyebut Pemkab menghargai kesepakatan antara tokoh masyarakat Nagari Sikabau dengan umat Nasrani dari warga transmigrasi di Jorong Kampung Baru.
"Kedua belah pihak sepakat dengan tidak adanya larangan melakukan ibadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing di rumah masing-masing," ujar Budi, Rabu (18/12/2019).
Meski demikian, jika umat Nasrani ingin melakukan ibadah berjemaah atau mendatangkan jemaah dari tempat lain, maka harus dilakukan di tempat ibadah dengan izin resmi.
Hal ini demi menghindari konflik horizontal antar umat Nasrani di Jorong Kampung Baru dengan ninik mamak Nagari Sikabau, seperti yang pernah terjadi pada 1999.
3. Komentar Mahfud MD
Menkopolhukam Mahfud MD menyebut saat ini kasus pelaragan perayaan Natal itu sedang diselesaikan dan dicarikan jalan tengahnya.
Dalam unggahan kanal YouTube KOMPASTV, Senin (23/12/2019), Mahfud MD menegaskan setiap warga negara memiliki kebebasan untuk beragama.
"Ya itu sedang diselesaikan secara baik-baik ya, pada dasarnya di dalam hukum itu setiap orang, bukan setiap kelompok, bukan setiap suku, tapi setiap orang mempunyai kebebasan," ujar Mahfud MD.
"Untuk melaksanakan keyakinan atas agama dan kepercayaannya masing-masing," sambungnya.
Mahfud MD berharap setiap individu bisa saling memahami kebebasan beragama sehingga konflik seperti ini bisa dihindari.
"Nah, soal-soal teknis di lapangan supaya dijaga sedemikian rupa agar tidak terjadi konflik," tegasnya.
4. Komentar Yenny Wahid
Yenny Wahid, putri kedua mendiang Gus Dur mendorong pemerintah daerah setempat untuk bertindak tegas atas perayaan Natal tersebut.
"Jadi kita mengimbau kepada pemda juga harus lebih tegas, memfasilitasi umat untuk bisa beribadah," ujar Yenny Wahid, dikutip dari Kompas.com.
Yenny Wahid menyebut pelarangan perayaan natal ini melanggar konstitusi karena membatasi hak beragama bagi warga negara.
"Ini kan standar perlakuan yang berbeda, dan ini sudah jelas bertentangan dengan konstitusi kita yang menjamin kebebasan dan kesetaraan hak di mata hukum," tegasnya.
(Tribunnews.com/Ifa Nabila)