Tanggapi Kasus Kecelakaan Bus Sriwijaya, YLKI: Kenapa Bus Berusia 20 Tahun Masih Bisa Beroperasi?
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi meminta pihak Kemenhub untuk menerapkan sanksi hingga pencabutan izin dengan adanya peristiwa kecelakaan ini.
Penulis: Indah Aprilin Cahyani
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi turut angkat bicara mengenai kecelakaan Bus Sriwijaya masuk jurang di Liku Lematang, Desa Prahu Dipo, Kecamatan Dempo Tengah, Kota Pagaralam, Sumatera Selatan.
Tulus Abadi meminta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) harus memberikan sanksi terhadap Perusahaan Otobus (PO) Sriwijaya karena banyaknya korban tewas akibat kecelakaan tersebut.
Diketahui sampai saat ini korban meninggal dunia pada kecelakaan Bus Sriwijaya yang terdata adalah 35 orang.
Tulus berulang kali meminta pihak Kemenhub untuk menerapkan sanksi hingga pencabutan izin dengan adanya peristiwa kecelakaan ini.
Hal itu dilakukan agar kecelakaan serupa tak kembali terjadi.
"Kami juga mempertanyakan kenapa bus berusia 20 tahun masih bisa beroperasi? ini aneh sekali," kata Tulus Abadi, dilansir kanal YouTube Talk Show tvOne pada acara Apa Kabar Indonesia Malam, Rabu (25/12/2019).
Tulus Abadi pun menyinggung soal praktek uji KIR yang ada di lapangan dengan keanehan yang dirasakannya itu.
"Kita tahu praktek uji KIR di lapangan sehingga bus sangat tua itu masih bisa membawa penumpang dengan jarak jauh."
"Harus ditentukan usia maksimal bus tersebut untuk digunakan karena kita tahu kulturnya sangat minim," jelas Tulus Abadi.
Lebih lanjut Tulus mengungkapkan, kecelakaan Bus Sriwijaya merupakan hal menyedihkan.
Ia menyebut tragedi yang terjadi pada penumpang sebagai konsumen belum mendapatkan jaminan keselamatan dan keamanan dari perusahaan angkutan.
"Ini tak bisa dilihat secara tunggal karena ada penyebab lainnya mengapa bisa terjadi," ucap Tulus.
Tulus Abadi menilai, dari berbagai kecelakaan yang kerap terjadi mayoritas faktor penyebabnya adalah manusia.
"Kalau dilihat kronologinya itu faktor manusia dan rambu-rambu minim. Kami juga menduga adanya faktor kelaikan bus," ujar Tulus Abadi.
Fakta Baru Kecelakaan Bus Sriwijaya
Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengerahkan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk mengungkap penyebab kecelakaan maut Bus Sriwijaya di Pagar Alam, Sumatera Selatan, Senin (23/12/2019) malam.
Dalam penelusuran KNKT di Desa Prahu Dipo, Kecamatan Dempo Tengah, Kota Pagaralam, Sumatera Selatan, diduga sebelum Bus Sriwijaya terjun ke jurang, sopir tidak melakukan pengereman.
Penelusuran tersebut berdasarkan pembatas jalan tidak ada bekas pengereman Bus Sriwijaya hingga terjun ke jurang.
Ketua Tim Investigasi KNKT, Ahmad Wildan juga mengungkap Bus Sriwijaya melaju dengan kecepatan tinggi.
"Pemeriksaan tim terhadap korban selamat pada kecelakaan tersebut diketahui bus melaju dengan kecepatan tinggi," kata Ketua Tim Investigasi KNKT, Ahmad Wildan saat melakukan investigasi, Kamis (26/12/2019).
Lebih lanjut Ahmad Wildan mengatakan pada lokasi kejadian tidak adanya bekas rem Bus Sriwijaya.
"Tidak ada bekas atau jejak rem di lokasi terjadinya kecelakaan itu," ujar Wildan, dikutip Kompas.com.
Sampat saat ini, KNKT sudah melakukan investigasi di sekitar lokasi pembatas jalan yang ditabrak Bus Sriwijaya dan kantor pengelola jasa angkutan itu.
Namun, proses evakuasi bangkai bus Sriwijaya masih diupayakan dan belum diperiksa lebih lanjut.
Ahmad Wildan menyebut, Bus Sriwijaya hilang kendali akibat rem yang blong dan tidak ada bekas pengereman di jalan.
Dalam kecelakaan Bus Sriwijaya, KNKT menduga sopir bus melanggar prosedur keselamatan berkendara.
Sebelumnya, sopir Bus Sriwijaya diduga mengantuk, tetapi saat investigasi tim KNKT tidak menemukan indikasi kelelahan atau hilang kesadaran karena mengantuk.
(Tribunnews.com/Indah Aprilin Cahyani)