Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hingga Akhir 2019, 200 Terpidana Mati Belum Dieksekusi

Keputusan inkrah, menurut Ali, itu berarti putusan itu telah berkekuatan hukum tetap di berbagai jenis putusan penegak hukum.

Editor: Fajar Anjungroso
zoom-in Hingga Akhir 2019, 200 Terpidana Mati Belum Dieksekusi
TRIBUN BATAM/TRIBUN BATAM/ARGIANTO DA NUGROHO
Salah satu terpidana mati mengekspresikan kemarahannya usai mendengar putusan majelis hakim yang mengvonis hukuman mati di Pengadilan Negeri Batam, Kamis (29/11). Keempat anak buah kapal MV Min Lian Yu berkebangsaan china tersebut dituntut hukuman mati akibat terbukti menyelundupkan narkotika jenia sabu seberat 1,6 ton. TRIBUN BATAM/argianto nugroho 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum), Ali Mukartono menyebutkan, sebanyak lebih dari 200 tuntutan hukuman mati yang belum dilakukan eksekusi hingga akhir tahun 2019. Meskipun, pidana itu telah berkekuatan hukum tetap (inkrah).

"Ada 200 lebih memang pidana mati sudah inkrah, inkrah itu apa? memiliki hukum tetap," kata Ali Mukartono dalam kegiatan capaian kinerja Kejaksaan Agung RI di tahun 2019, Jakarta, Senin (30/12/2019).

Keputusan inkrah, menurut Ali, itu berarti putusan itu telah berkekuatan hukum tetap di berbagai jenis putusan penegak hukum.

"Misalnya inkrah putusan PN yang bersangkutan dan jaksa tidak banding itu inkrah juga, kemudian putusan pengadilan tinggi demikian, bila tidak kasasi dari kedua belah pihak, itu inkrah juga, termasuk putusan MA," ungkap dia.

Baca: Tiap Tahun, Daftar Terpidana Mati Bertambah Dari Kasus Narkotika Hingga Pembunuhan Berencana

Ia menjelaskan alasan adanya kendala dalam eksekusi hukuman mati seseorang yang telah berkekuatan hukum tetap. Salah satunya, kata dia, kemungkinan pelaku mendapatkan grasi sebagaimana yang diatur Undang-undang nomor 22 tahun 2002 tentang grasi.

"Putusan tidak bisa langsung eksekusi untuk jenis hukuman mati karena disini ada UU tentang grasi, UU grasi mengatakan bahwa permohonan grasi menunda eksekusi, itu soal pertama," tutur Ali.

BERITA REKOMENDASI

Persoalan lainnya, Ali menyatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU KUHAP Pasal 268 ayat 1 terkait peninjauan kembali (PK).
Di antaranya, permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan tidak menangguhkan mau pun menghentikan pelaksanaan dari putusan tersebut

"Putusan MK terkait dengan dalam pasal 268 ayat 1 dikatakan PK hanya 1 kali. Tapi oleh MK dicabut, kemudian di UU grasi juga demikian dikatakan bahwa pengajuan grasi paling lama 1 tahun setelah perkara, pasal inipun dicabut di MK," ungkapnya.

Atas dasar itu semua, ia menyebutkan, banyak eksekusi hukuman mati yang terpaksa molor. Menurutnya, ganjalan utamanya masih dalam persoalan regulasi.

"Ini seperti tak berujung, ini lah mengapa sebagian besar belum terksekusinya (hukuman mati). Karena hak hukum yang belum selesai karena perundangan yang demikian, tapi kita tetap melakukan inventarisasi dan akan kita selesaikan hukuman mati," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas