Jadi Dasar China Mengklaim Natuna, Apa Itu Nine-Dash Line?
Pemerintah China telah lama mengklaim Nine-Dash Line atau sembilan garis putus-putus yang berada di tengah laut di Laut China Selatan
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah China telah lama mengklaim Nine-Dash Line atau sembilan garis putus-putus yang berada di tengah laut di Laut China Selatan dan menjorok masuk ke Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Natuna Utara.
Hal itu disampaikan Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana, Senin (6/1/2020).
Klaim ini didasarkan pada alasan historis yang secara hukum internasional, terutama konvensi hukum laut di bawah PBB atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) tidak memiliki dasar.
"Hal ini telah ditegaskan dalam putusan Permanent Court of Arbitration pada tahun 2016 dalam sengketa Filipina melawan China," ujar Hikmahanto.
Baca: Nelayan Pantura Diharapkan Turut Bela Negara di Perairan Natuna
Baca: Negara Asing Jangan Ganggu Kedaulatan RI
Baca: Mahfud MD Nilai Sikap Santai Prabowo Soal Laut Natuna Sah-sah Saja: Nggak Usah Ngotot-ngototan!
Menurut Hikmahanto, Sembilan Garis Putus yang diklaim China pun tidak jelas koordinatnya.
Bahkan, kata dia, Pemerintah China kadang menyebutnya sembilan, sepuluh, hingga sebelas garis putus.
"China tidak mengakui klaim Indonesia atas ZEE Natuna Utara atas dasar kedaulatan Pulau Nansha yang berada di dalam sembilan garis putus dan pulau tersebut memiliki perairan sejenis ZEE," jelasnya.
Dia menjelaskan, perairan sejenis ZEE disebut oleh China sebagai Traditional Fishing Grounds.
Dalam UNCLOS, lebih lanjut ia mengatakan, konsep yang dikenal adalah Traditional Fishing Rights. Bukan Traditional Fishing Grounds, sebagaimana diatur dalam Pasal 51 UNCLOS.
Pemerintah Indonesia telah sejak lama, saat Ali Alatas menjabat Menteri Luar Negeri (Menlu), mempertanyakan kepada pemerintah China apa yang dimaksud dengan Sembilan Garis Putus.
Namun hingga saat ini jawaban atas pertanyaan tersebut belum pernah diberikan oleh China.
Untuk meredakan ketegangan terkait isu Natuna Utara, Pemerintah China selalu menegaskan bahwa China tidak memiliki sengketa dengan Indonesia berkaitan dengan kedaulatan Indonesia.
Hikmahanto mengatakan, pernyataan pemerintah China tidak salah.
Hikmahanto juga mengatakan, Indonesia dan China benar tidak mempunyai sengketa kedaulatan (sovereignty).
Sembilan Garis Putus tidak menjorok hingga laut teritorial Indonesia.
Namun bila berbicara di wilayah hak berdaulat yaitu sovereign rights (bukan sovereignty) baik di ZEEI maupun Landas Kontinen Natuna Utara maka Sembilan Garis Putus memasuki dua wilayah tersebut.
Perlu dipahami dalam hukum laut internasional dibedakan antara sovereignty dengan sovereign rights.
Sovereignty merujuk pada konsep kedaulatan yang di laut disebut Laut Teritorial (Territorial Sea).
Sementara sovereign rights bukanlah kedaulatan.
"Sovereign rights memberikan negara pantai untuk mengeksploitasi dan mengelola sumber daya alam di wilayah laut lepas tertentu (zona ekonomi ekslusif) atau yang berada di bawah dasar laut (landas kontinen)," jelasnya.
4 Sikap Tegas Indonesia
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan empat poin sikap pemerintah Indonesia atas masuknya sejumlah kapal nelayan dan Coast Guard Cina ke Perairan Natuna sejak beberapa hari lalu.
Sikap tersebut disampaikan secara tegas usai Rapat Paripurna Tingkat Menteri yang bertujuan untuk menyatukan dan memperkuat posisi Indonesia dalam menyikapi situasi di Perairan Natuna di Kantor Kemenko Polhukam Jakarta Pusat pada Jumat (3/1/2020).
Rapat tersebut dipimpin oleh Menko Polhukam Mahfud MD dan dihadiri oleh Panglima TNI Mersekal TNI Hadi Tjahjanto, Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Siwi Sukma Adji, Kepala Bakamla Laksamana Madya A Taufiqoerrahman, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Pertama, Retno menegaskan kembali telah terjadi pelanggaran oleh kapal-kapal Tiongkok di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
Kedua, Retno menegaskan wilayah ZEE Indonesia telah ditetapkan oleh hukum internasional yaitu melalui Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hukum laut yakni UNCLOS 1982.
Ketiga, Retno menegaskan Tiongkok merupakan salah satu pihak dalam UNCLOS 1982. Oleh karena itu Retno menagaskan Tiongkok wajib untuk menghormati implementasi dari UNCLOS 1982.
"Keempat, Indonesia tidak pernah akan mengakui nine dash line, klaim sepihak, yang dilakukan oleh Tiongkok yang tidak memiliki alasan hukum yang diakui oleh hukum internasional, terutama UNCLOS 1982," tegas Retno.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.