KPK Tetapkan 4 Tersangka Kasus Dugaan Suap Wahyu Setiawan, Ada Nama Politisi PDIP Harun Masiku
KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus operasi tangkap tangan (OTT) yang melibatkan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Siapa saja?
Penulis: Sri Juliati
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan suap yang melibatkan komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
Hal ini dikatakan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam konferensi pers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (9/1/2020).
Keempat tersangka adalah Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina, Saeful, serta Harun Masiku.
Wahyu Setiawan adalah komisioner KPU dan Agustiani Tio Fridelina sebagai orang kepercayaan Wahyu Setiawan sekaligus mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu.
Sementara Saeful disebut sebagai pihak swasta dan Harun Masiku adalah calon anggota legislatif (caleg) DPR dari PDIP.
Lili Pintauli Siregar juga mengungkapkan peran keempat tersangka ini.
"WSE (Wahyu Setiawan) dan ATF (Agustiani Tio Fridelina) sebagai penerima suap, HAR (Harun Masiku) dan SAE (Saeful) sebagai pemberi suap," ujar Lili didampingi Ketua KPU, Arief Budiman.
Sebagai penerima suap, Wahyu dan Agustiani dijerat Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara sebagai pemberi suap, Harun dan Saeful disangka melanggar Pasal pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam penangkapan Rabu (8/1/2020) dan Kamis (9/1/2020), KPK juga mengamankan delapan orang yang berkaitan dengan kasus dugaan suap ini.
Selain ketiga tersangka, KPK mengamankan DON (pengacara), ETO (asisten WSE), IDA (keluarga WSE), WBU (keluarga WSE), dan I (sopir SAE).
KPK mengamankan delapan orang ini di tiga tempat yang berbeda, yaitu Jakarta, Depok, dan Banyumas.
Harun Masiku tak termasuk pada delapan orang yang ditangkap dan diharapkan segera menyerahkan diri.
"KPK meminta tersangka HAR segera menyerahkan diri ke KPK dan pada pihak lain yang terkait dengan perkara ini agar bersikap koperatif," kata Lili.
Lili Pintauli Siregar mengatakan, dalam penangkapan Agustiani di Depok, KPK ikut mengamankan uang dalam bentuk dolar Singapura senilai Rp 400 juta serta buku rekening terkait perkara dugaan suap tersebut.
Menurut Lili, kasus ini bermula saat DPP PDI-Perjuangan mengajukan Harun Masiku sebagai penganti Nazarudin Kiemas sebagai anggota DPR RI, yang meninggal pada Maret 2019.
Namun, pada 31 Agustus 2019 KPU menggelar rapat pleno dan menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin Kiemas.
Wahyu Setiawan kemudian menyanggupi untuk membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR terpilih melalui mekanisme PAW.
"WSE (Wahyu) menyanggupi membantu dengan membalas: 'Siap mainkan!'," ujar Lili.
Rekam Jejak Wahyu Setiawan
Wahyu Setiawan adalah komisioner KPU untuk periode 2017-2022.
Sebelum menjadi komisioner KPU, Wahyu Setiawan juga menjadi anggota KPU Jawa Tengah.
Inilah rekam jejak dan profil Wahyu Setiawan, komisioner KPU yang ditangkap KPK terkait dugaan suap sebagaimana dirangkum Tribunnews.com dari berbagai sumber:
1. Biodata Wahyu Setiawan
Wahyu Setiawan lahir di Banjarnegara, 5 Desember 1973.
Dikutip dari jdih.kpu.go.id, Wahyu tinggal di Desa Gemuruh RT 2 RW 9, Kecamatan Bawang Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.
Ia memiliki seorang istri bernama Dwi Harliyani yang berprofesi sebagai guru SMK.
2. Riwayat Pendidikan
Masa kecil Wahyu Setiawan dihabiskan di Banjarnegara.
Oleh karenanya, ia bersekolah di SDN Krandegan (lulus 1985); SMPN 1 Banjarnegara (lulus 1988), dan SMA Muhammadiyah I Banjarnegara (lulus 1991).
Selepas SMA, Wahyu Setiawan kuliah di Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) Semarang jurusan Fisipan dan lulus 1997.
Wahyu Setiawan meraih gelar Magister setelah menyelesaikan S2 di jurusan Ilmu Administrasi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto pada 2007.
3. Perjalanan karier
Wahyu Setiawan mengawali karier di KPU setelah terpilih sebagai Ketua KPU Kabupaten Banjarnegara pada 2003-2008.
Ia kembali bergabung di KPU Kabupaten Banjarnegara pada periode selanjutnya yaitu 2008-2013 dengan jabatan ketua.
Dari KPU Kabupaten Banjarnegara, Wahyu Setiawan 'loncat' ke KPU Provinsi Jawa Tengah periode 2013-2018 sebagai anggota.
Puncaknya, Wahyu Setiawan terpilih sebagai komisioner KPU untuk periode 2017-2022.
Di KPU pusat, Wahyu Setiawan berada di Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilu dan Pengembangan SDM.
4. Punya harta Rp 12 miliar
Dalam Laporan Harta Kekayaaan Pejabat Negara (LHKPN), Wahyu Setiawan memiliki harta senilai Rp 12.812.000.000.
Wahyu Setiawan terakhir kali melaporkan harta kekayaannya pada 30 Maret 2019.
Wahyu Setiawan memiliki sembilan bidang tanah dan bangunan yang berada di Banjarnegara dengan nilai Rp 3.350.000.000.
Kesemua tanah milik Wahyu Setiawan merupakan warisan.
Selain tanah, Wahyu Setiawan masih memiliki tiga mobil dan tiga motor dengan nilai Rp 1.025.000.000.
Aset Wahyu Setiawan lainnya adalah harta bergerak lainnya Rp 715 juta; kas dan setara kas Rp 4.980.000.000; serta harta lainnya Rp 2.742.000.000.
Wahyu Setiawan tidak memiliki sepeser utang pun.
5. Pernah singgung soal koruptor dilarang nyaleg
Sebagai komisioner KPU, Wahyu Setiawan kerap menjadi rujukan atau narasumber.
Satu di antaranya, ia pernah tampil sebagai narasumber dalam acara talkshow PrimeTalk di Metro TV pada Juni 2018 dengan tema Koruptor Dilarang Nyaleg.
Sementara itu, dalam pemberitaan Kompas.com, Wahyu Setiawan menyebut, larangan mantan napi korupsi maju sebagai bakal calon legislatif (bacaleg) merupakan bentuk keberpihakan pada gerakan antikorupsi.
Oleh karenanya, sebagai penyelenggara pemilu, pihaknya berpegang pada Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018, yang memuat larangan mantan napi korupsi maju sebagai calon wakil rakyat.
"Ini persoalan keberpihakan kepada gerakan antikorupsi," kata Wahyu, di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (11/9/2018).
Dengan berpedoman pada PKPU, kata Wahyu, KPU ingin menunjukkan ke masyarakat, semangat antikorupsi itu nyata adanya.
(Tribunnews.com/Sri Juliati)