Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Komisioner KPU Wahyu Setiawan Ditahan KPK, Akui Bersikap Koorperatif

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (10/1/2020) dini hari.

Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Tiara Shelavie
zoom-in Komisioner KPU Wahyu Setiawan Ditahan KPK, Akui Bersikap Koorperatif
Tribunnews/Jeprima
Komisioner KPU, Wahyu Setiawan mengenakan rompi tahanan warna oranye usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2020) dini hari. Wahyu Setiawan ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap terkait dengan penetapan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI terpilih 2019-2024 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dengan upaya membantu Harun Masiku sebagai PAW anggota DPR RI yang meninggal dunia, Nazarudin Kiemas, dengan uang operasional sebesar Rp 900 juta. Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNNEWS.COM - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (10/1/2020) dini hari.

Dalam pernyataannya, Wahyu Setiawan menyatakan bersikap kooperatif saat menjalani pemeriksaan di KPK.

"Sangat kooperatif," ucap Wahyu Setiawan yang Tribunnews kutip melalui tayangan YouTube Kompas TV, Jumat (10/1/2020).

Dalam perkara yang menjerat Wahyu, diketahui nama Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto ikut terseret.

Ketika dikonfirmasi awak media adakah uang suap yang berasal dari Hasto, Wahyu menepisnya.

"Oh tanya penyidik itu, terima kasih," ucapnya sebelum memasuki mobil tahanan KPK.

Dijumpai awak media di pintu keluar gedung lembaga antirasuah itu, Wahyu Setiawan memberikan secarik kertas.

Berita Rekomendasi

Secarik kertas yang diterima awak media , berikut ini isinya:

"Surat Terbuka Wahyu Setiawan

Saya menyampaikan permohonan maaf kepada ketua, anggota dan sekjen KPU RI atas peristiwa yang saya alami

Saya juga mohon maaf kepada seluruh jajaran KPU se-Indonesia

Kejadian ini murni masalah pribadi saya dan saya menghormati proses hukum yang sedang dilakukan oleh KPK

Dengan saya telah ditetapkan sebagai tersangka, maka dalam waktu segera saya akan mengundurkan diri sebagai anggota KPU

Mohon doa semoga saya diberi kesehatan dan kesabaran," tulis Wahyu.

Anggota Bawaslu Ditahan KPK

Sebelumnya, mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sekaligus orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina, telah lebih dulu ditahan KPK.

Agustina keluar dari gedung KPK pukul 00.43 WIB.

Namun ia memilih menutupi wajahnya dengan map merah dan bungkam.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menyampaikan, Wahyu ditahan di Rutan Pomdam Jaya Guntur.

Sementara Agustina ditahan di Rutan K4 KPK.

"Para tersangka ditahan selama 20 hari pertama," kata Ali ketika dikonfirmasi.

Pihak Swasta yang Ikut Ditahan

Kini awak media tinggal menunggu satu tersangka yang akan ditahan.

Dia adalah Saeful selaku pihak swasta.

Dalam perkara ini, KPK menduga Wahyu bersama Agustiani Tio Fridelina diduga menerima suap dari Harun dan Saeful.

Suap dengan total sebesar Rp 900 juta itu diduga diberikan kepada Wahyu.

Hal itu dilakukan agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR RI menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.

Atas perbuatannya, Wahyu dan Agustiani disangka melanggar pasal Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara Harun dan Saeful dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Komisioner KPU, Wahyu Setiawan mengenakan rompi tahanan warna oranye usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2020) dini hari. Wahyu Setiawan ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap terkait dengan penetapan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI terpilih 2019-2024 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dengan upaya membantu Harun Masiku sebagai PAW anggota DPR RI yang meninggal dunia, Nazarudin Kiemas, dengan uang operasional sebesar Rp 900 juta. Tribunnews/Jeprima
Komisioner KPU, Wahyu Setiawan mengenakan rompi tahanan warna oranye usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2020) dini hari. Wahyu Setiawan ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap terkait dengan penetapan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI terpilih 2019-2024 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dengan upaya membantu Harun Masiku sebagai PAW anggota DPR RI yang meninggal dunia, Nazarudin Kiemas, dengan uang operasional sebesar Rp 900 juta. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/Jeprima)

Dua orang diduga Utusan PDIP

Dalam konferensi pers penetapan tersangka, KPK membuka identitas kedua inisial itu, yakni Saeful yang disebut sebagai pihak swasta dan Doni, advokat yang juga caleg PDIP.

Saeful pun telah menjadi tersangka dalam kasus ini.

Sedangkan, Doni hanya menjadi terperiksa setelah giat OTT dilakukan.

Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar menyatakan Doni bukannya lolos dari status tersangka.

Ia menyebut tahapan penyidikan terus dikembangkan.

Bisa saja, kata Lili, tersangka bakal bertambah.

"Belum tentu kata-kata lolos atau jangan-jangan lagi ada bertambah. Tinggal di penyidikan nanti dikembangkan," kata Lili di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (9/1/2020).

Lili mengatakan, Doni berperan mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 peraturan KPU 3 2019 tentang Pemungutan Perhitungan Suara ke Mahkamah Agung.

Pengajuan ini terkait dengan meninggalnya caleg PDIP dari Sumatera Selatan, Nazarudin Kiemas, pada Maret 2019.

PDIP ingin suara Nazarudin, sebagai pemenang pemilu legislatif, masuk kepada Harun Masiku.

Gugatan ini dikabulkan MA pada Juli 2019.

Komisioner KPU, Wahyu Setiawan mengenakan rompi tahanan warna oranye usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2020) dini hari. Wahyu Setiawan ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap terkait dengan penetapan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI terpilih 2019-2024 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dengan upaya membantu Harun Masiku sebagai PAW anggota DPR RI yang meninggal dunia, Nazarudin Kiemas, dengan uang operasional sebesar Rp 900 juta. Tribunnews/Jeprima
Komisioner KPU, Wahyu Setiawan mengenakan rompi tahanan warna oranye usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2020) dini hari. Wahyu Setiawan ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap terkait dengan penetapan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI terpilih 2019-2024 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dengan upaya membantu Harun Masiku sebagai PAW anggota DPR RI yang meninggal dunia, Nazarudin Kiemas, dengan uang operasional sebesar Rp 900 juta. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/Jeprima)

Dalam putusannya, MA menetapkan partai menjadi penentu suara pada pergantian antar waktu.

Putusan MA ini menjadi dasar bagi PDIP mengirim surat ke KPU untuk menetapkan Harun Masiku.

Tapi, KPU tetap menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin.

Pada 13 September 2019, PDIP kembali mengajukan permohonan fatwa ke MA.

Kemudian, partai juga mengirim surat penetapan caleg ke KPU pada 23 September 2019.

Untuk memuluskan jalan Harun, Saefulah, seorang swasta, kemudian menghubungi Agustiani Tio Fridelina, mantan anggota Badan Pengawas Pemilu.

Agustiani kemudian melobi Wahyu Setiawan agar mengabulkan Harun Masiku sebagai anggota DPR terpilih.

Agustiani mengirim dokumen dan fatwa MA kepada Wahyu.

Wahyu menyanggupi dengan menjawab, “Siap, Mainkan!”

Lili mengatakan, untuk membantu penetapan Harun, Wahyu meminta dana operasional Rp900 juta.

Menurut Lili, ada dua kali pemberian uang.

Pertama pada medio Desember 2019, ada seorang seseorang yang memberikan uang Rp400 juta kepada Agustiani, Doni, dan Saefulah.

Kemudian, Agustiani memberikan Rp200 juta kepada Wahyu.

Pada Desember 2019, Harun memberikan uang kepada Saefulah sebesar Rp850 juta melalui salah seorang staf di DPP PDIP.

Kemudian, Saefulah memberikan uang kepada Doni Rp150 juta.

Sisanya Rp 700 juta masih di tangan Saefullah.

Ia membagi menjadi dua, Rp450 juta diberikan kepada Agustiani dan Rp 250 juta untuk operasional.

Pada Selasa, 7 Januari 2020 berdasarkan hasil rapat pleno, KPU menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun Masiku sebagai PAW.

Setelah gagal di rapat pleno KPU, Wahyu kemudian menghubungi Doni menyampaikan telah menerima uang dan akan mengupayakan kembali agar Harun menjadi anggota DPR melalui PAW.

Pada Rabu (8/1/2020), Wahyu meminta sebagian uangnya yang dikelola oleh Agustiani.

Setelah penyerahan uang ini, KPK menangkap Wahyu dan Agustiani di tempat berbeda.

KPK Datangi Kantor DPP PDI Perjuangan

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendatangi kantor DPP DI Perjuangan.

Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-Perjuangan) Hasto Kristiyanto buka suara.

Hasto lantas menerangkan, sikap awal PDI Perjuangan sangat tegas soal tindak korupsi.

"Sejak awal sikap PDIP sangat tegas. Kami tidak kompromi terhadap tindak pidana korupsi," kata Hasto yang Tribunnews kutip melalui tayangan YouTube Kompas TV, Kamis (9/1/2020).

Ia menegaskan, tindak pidana korupsi merupakan kejahatan kemanusiaan.

Sekjen PDI Perjuangan itu menegaskan, PDI Perjuangan terus melakukan edukasi kepada anggota partai terkait tindak pidana korupsi.

Serta memberikan sanksi yang berat kepada anggotanya yang terlibat tindak pidana korupsi.

"Dan terkait berdasaarkan laporan Kepala Sekretariat dari PDI Perjuangan, tadi memang datang beberapa orang," kata Hasto.

"Kemudian sesuai mekanisme yang ada tanpa bermaksud menghalang-halangi apa yang dilakukan di dalam pemberantasan korupsi, yang kami harapkan adalah mekanisme," ujar Hasto.

"Adanya surat perintah, begitu itu dipenuhin ya tentu saja seluruh jajaran PDI Perjuangan, sebagaimana kami tunturkan, kami selama ini membantu kerja dari KPK," terangnya.

Menurut Hasto, mengawal kinerja KPK adalah sebuah misi yang sangat baik.

Ia pun lantas membantah adanya isu yang beredar, terkait penggeledahan Kantor DPP PDI Perjuangan.

"Jadi informasi terhadap penggeledahan, penyegelan itu tidak benar. Tetapi kami tahu bahwa KPK terus mengembangkan kegiatan penyelidikan pasca OTT (Operasi Tangkap Tangan) tersebut," jelasnya.

(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas