Polemik Asuransi Jiwasraya, Jaksa Periksa 7 Saksi, Termasuk 5 Pejabat BEI
Kemarin, tujuh saksi, termasuk lima pejabat BEI, diperiksa jaksa penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mendalami dugaan korupsi atau penyelewengan (fraud) pengelolaan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang mengakibatkan kerugian negara lebih dari Rp 13,7 triliun.
Senin (13/1/2020) kemarin, tujuh saksi, termasuk lima pejabat Bursa Efek Indonesia (BEI), diperiksa jaksa penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) di Kejaksaan Agung, Jakarta.
Lima pejabat BEI yang diperiksa adalah Kepala Divisi Perusahaan 1 Bursa Efek Indonesia Adi Pratomo Aryanto, Kepala Divisi Penilaian Persuhaan 3 Bursa Efek Indonesia Goklas AR Tambunan, dan Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 2 Bursa Efek Indonesia Vera Florida.
Selain itu, Kepala Divisi Pengaturan dan Operasional Perdagangan Bursa Efek Indonesia, Irvan Susandy dan Kepala Unit Pemeriksaan Transaksi Bursa Efek Indonesia, Endra Febri Styawan.
Sementara dua nama lainnya ialah Mantan Direktur PT OSO Manajemen Investasi, Lies Lilia Jamin dan Kepala Divisi Investasi PT Asuransi Jiwasraya, Syahmirwan.
"Tujuh orang saksi dijadwalkan memenuhi panggilan tim Jaksa Penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung RI," ujar Kapuspenkum Kejagung, Hari Setiyono.
Baca: Kejaksaan Agung Sebut Mantan Menteri BUMN Rini Soemarno Pernah Laporkan Dugaan Fraud di Jiwasraya
Baca: Soal Dugaan Korupsi di Asabri, Ini Respons Kejaksaan Agung
Hari enggan menjawab saat ditanya apakah kelima pejabat BEI itu diperlukan keterangannya terkait profil dan kinerja perusahaan-perusahaan yang melantai di BEI yang diinvestasikan Jiwasraya.
Kasus dugaan korupsi atau penyelewenangan dana investasi Jiwasraya terkuak setelah perusahaan asuransi milik pemerintah itu gagal atas kewajiban membayar polis nasabah dari produk investasi Jiwasraya, JS Proteksi Plan, mencapai Rp 12,4 triliun pada Desember 2019.
Hari menyampaikan, sebetulnya sebelum Kementerian BUMN di bawah kepemimpinan Erick Thohir, Menteri BUMN semasa Rini Soemarno lebih dulu melaporkan kasus fraud Jiwasraya ke kejaksaan.
Rini membuat laporan itu pada pada 17 Oktober 2019 lalu atau saat masih menjadi orang nomor satu BUMN.
"Kasus Jiwasraya bermula dari adanya laporan Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno," kata Hari.
Laporan itu ditindak lanjuti oleh Jampidsus Kejaksaan Agung dengan menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) pada 17 Desember 2019.
Sebanyak 44 saksi diperiksa pada tahap penyidikan kasus ini.
Kejaksaan melalui pihak imigrasi juga telah mencegah 13 orang untuk bepergian ke luar negeri agar memudahkan penyidikan kasus ini.
Baca: Soal Calon Bos Garuda, Erick Thohir Cari yang Bisa Perbaiki Kinerja Keuangan
Baca: Erick Thohir Bakal Dipanggil Mahfud MD Akhir Pekan Ini, Direksi Asabri akan Dipecat?
Di antaranya adalah Komisaris Utama Jiwasraya Djonny Wiguna, mantan Direktur Utama PT Jiwasraya Asmawi Syam dan Hendrisman Rahim dan mantan Direktur Keuangan PT Jiwasraya Hary Prasetyo.
Catatan Tribun, Kementerian BUMN di bawah kepemimpinan Erick Thohir melaporkan kasus Jiwasraya ke kejaksaan pada awal November 2019.
Kementerian BUMN melaporkan indikasi kecurangan di Jiwasraya ke kejaksaan.
Hal itu dilakukan setelah pemerintah melihat secara rinci laporan keuangan perusahaan yang dinilai tidak transparan.
Kementerian yang menaungi perusahaan pelat merah itu juga mensinyalir investasi Jiwasraya banyak digunakan untuk membeli saham-saham gorengan sehingga perusahaan gagal bayar klaim polis nasabah.
Saat pengumuman dimulainya penyidikan kasus Jiwasraya, Kejaksaan Agung menyampaikan telah menemukan bukti pelanggaran pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi Jiwasraya.
Hal ini terlihat pada pelanggaran prinsip hati-hati yang dilakukan PT Jiwasraya yang telah menebar investasi ke aset-aset finansial dan pembelian saham berisiko tinggi untuk mengejar keuntungan tinggi alias saham-saham gorengan.
Baca: Erick Thohir Tunggu Audit BPK terkait Dugaan Korupsi di Asabri
Baca: Mahfud MD Akan Panggil Sri Mulyani dan Erick Thohir Soal Dugaan Korupsi di PT ASABRI
Jaksa Agung Sinatiar Burhanuddin mengatakan penyidikan tersebut menemukan pelanggaran tata kelola perusahaan yang baik (GCG) dalam kegiatan investasi di 13 perusahaan.
Bahkan, Jiwasraya banyak menempatkan dana investasi pada aset-aset persen berkinerja buruk atau berisiko tinggi.
Jiwasraya menempatkan saham 22,4 persen senilai Rp 5,7 triliun dari aset finansial.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 95 persen ditempatkan ke saham yang berkinerja buruk.
Jiwasraya juga menempatkan investasi di aset reksa dana sebesar 59,1 persen senilai Rp 14,9 triliun dari aset finansial.
Kejaksaan menyampaikan Jiwasraya diperkirakan mengalami potensi kerugian negara mencapai lebih Rp 13,7 triliun dari investasi saham-saham gorengan yang dilakukan.
Proses penghitungan kerugian negara masih dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Pada Rabu, 8 Januari 2020, BPK mengumumkan hasil investiasi kasus Jiwasraya.
Temuan mereka di antaranya laporan laba perusahaan asuransi milik pemerintah itu yang dibukukan sejak 2006 adalah laporan semu. Sebab, Jiwasraya melakukan rekayasa akuntansi (window dressing).
Baca: Eks Komisaris Pupuk Indonesia Bingung Dicopot Erick Thohir, Merasa Janggal & Tak Tahu Salahnya
Baca: Berkaca dari Garuda, Erick Thohir Ancam Pecat Bos BUMN yang Poles Laporan Keuangan
BPK menyampaikan kasus gagal bayar Jiwasraya memiliki risiko dampak sistemik dalam industri keuangan Indonesia. Apalagi, potensi kerugian mencapai Rp 13,7 trliun.
Disebutkan kasus penggelontoran dana bailout Bank Century yang semula hanya Rp 678 miliar menjadi Rp 6,7 triliun dapat terulang jika kasus gagal bayar Jiwasraya ini tidak segera diatasi.
Kejaksaan Agung memastikan bersama BPK akan mengungkap pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kasus penyelewengan yang menimbulkan kerugian negara ini. (tribun network/igm/kps/coz)