Rentan Dipraperadilankan, Operasi KPK Harus Berdasarkan Undang-Undang yang Baru
Penggeledahan itu batal karena KPK tidak menyertakan izin Dewan Pengawas yang diharuskan berdasarkan Undang-Undang KPK yang baru
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum pidana dari Universitas Soedirman, Hibnu Nugroho menilai bahwa segala ketentuan dalam kegiatan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK harus sesuai dengan perintah UU KPK baru.
Karena apabila tidak menurutnya maka kasus yang sedang ditangani KPK tersebut rentan digugat ke pengadilan.
Hibnu mencontohkan penggeledehan yang dilakukan KPK ke kantor PDIP.
Penggeledahan itu batal karena KPK tidak menyertakan izin Dewan Pengawas yang diharuskan berdasarkan Undang-Undang KPK yang baru.
"Dalam kasus OTT Komisioner KPU misalnya, yang diduga ikut melibatkan elite politik PDIP potensi untuk masuk ke Praperadilan sangat tinggi. Terbukti ketika penyelidik KPK mendatangi kantor DPP PDIP tidak bisa menunjukkan surat izin penggeledahan dari Dewan Pengawas KPK, "katanya kepada wartawan Senin, (13/1/2020).
Baca: UU KPK Baru Dinilai Perlambat Kerja KPK, Istana: Beri Waktu Dewas dan Pimpinan KPK Bekerja
Baca: PKS: Dewan Pengawas Bikin Kinerja KPK Memble!
Baca: KPK Tak Kunjung Geledah Kantor DPP PDIP, Mantan Ketua KPK Abraham Samad: Pertama Kali dalam Sejarah
Hibnu juga mencontohkan OTT Bupati Sidoarjo Saiful Ilah dan OTT Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Menurut Hibnu, OTT yang dilakukan berpotensi melanggar Pasal 69 Huruf D Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal tersebut menyebutkan bahwa, ’Sebelum Dewan Pengawas terbentuk, pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK dilaksanakan berdasarkan ketentuan sebelum Undang-Undang Ini.’
Setelah terbentuk maka, segala segala upaya paksa, baik penyadapan, penggeledahan dan penyitaan barang bukti harus mendapatkan izin dari Dewan Pengawas KPK.
"Dengan kondisi seperti ini KPK mesti mengevaluasi diri, baik dalam aspek tata kelola manajemen termasuk dalam aspek UU yang baru," katanya.
Baca: KPK Sudah Dapat Izin Dewas Geledah Sejumlah Lokasi Terkait Suap PAW Caleg PDIP
Baca: Sidang MK Disinyalir Lakukan Penyelundupan Hukum Atas Terbitnya UU KPK Hasil Revisi
Baca: Dewan Pengawas KPK Diminta Tak Tergoda untuk Intervensi Ranah Teknis
Tidak hanya itu, menurutnya bahwa kegiatan penindakan yang dilakukan pada masa kepemimpinan KPK yang baru, maka Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) juga harus dikeluarkan oleh pimpinan KPK yang baru. Artinya semua upaya paksa harus atas izin dari Dewan Pengawas KPK.
"Sehingga itulah yang dikhawatirkan publik, jangan-jangan KPK tidak mengantongi izin dari Dewan Pengawas soal penyadapan, penggeledahan dan penyitaan yang berhubungan dengan penanganan perkara," katanya.
Ia mengatakan bahwa dalam ilmu pembuktian, penyadapan merupakan alat bukti yang sangat kuat di Pengadilan.
"Sehingga ketika dua OTT KPK terhadap dua perkara masuk Praperadilan, maka syarat formil dan materiil harus dipenuhi. Syarat formil misalnya izin dari Dewan Pengawas terkait dengan penyadapan dan seterusnya," katanya.
"Ketika KPK tidak bisa menunjukkan izin dari Dewan Pengawas dalam dua OTT yang dilakukan, maka penyadapan yang dilakukan berpotensi ilegal dan tidak sah secara hukum," tuturnya.