4 Anggota Keluarga Jokowi di Pilkada 2020 Disebut Varian Baru Politik Dinasti Indonesia
Empat anggota keluarga Jokowi meramaikan Pilkada 2020. Pengamat politik sebut hal itu merupakan fenomena baru dalam varian politik dinasti Indonesia.
Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Pravitri Retno W
"Memang secara hukum tidak ada aturan yang dilanggar dan membatasi siapa pun termasuk anak atau keluarga presiden sekali pun untuk terlibat dalam politik praktis," ujar Pangi.
Kendati demikian, menurut Pangi, dalam hal ini, Jokowi tersandera soal etika dan kepatutan.
"Semestinya dipertimbangkan matang, jangan terkesan seperti fenomena 'politik aji mumpung', kebetulan Bapak lagi jadi presiden," kata dia.
Eksperimen Politik Dinasti
Pangi menuturkan, politik dinasti pada dasarnya sudah mengakar kuat di Indonesia mulai dari dinasti Soekarno, Soeharto, hingga Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Namun untuk Jokowi adalah eksperimen awal membangun trah dinasti politiknya," kata Pangi.
"Pertanyaannya adalah apakah Jokowi sudah menyiapkan infrastruktur untuk menopang politik dinastinya?" sambungnya.
"Jika tidak dipersiapkan dengan matang, bisa saja eksperimen politik dinasti Jokowi ini hanya ajang kelinci percobaan," imbuh Pangi.
Menurut Pangi, jika anggota keluarga Jokowi yang terjun ke Pilkada 2020 itu gagal maka dapat menggerus legitimasi Jokowi.
"Kalau seandainya gagal misalnya, maka sama saja mempermalukan dan menggerus legitimasinya sebagai Presiden RI," tutur Pangi.
Sementara itu, Pangi mengatakan, jika Jokowi menggantungkan harapan pada PDI-P sebagai infrastruktur politiknya maka bisa menimbulkan konflik internal.
Elite PDI-P yang selama ini mengincar jabatan, menurut Pangi, pasti akan menilai bahwa anggota keluarga Jokowi mempersempit ruang geraknya.
"Elite PDI-P akan mempersempit ruang geraknya, kalaupun dibuka akan menghambat dinasti politik yang sudah dibangun, sebab ketua umum partai lain juga sedang menyiapkan trah dinasti politiknya," tutur Pangi.
"Selain itu, langkah ini akan melahirkan konflik internal yang merusak tradisi meritokrasi, memprioritaskan figur kader internal yang sudah berdarah-darah membesarkan partai," sambungnya.