Keluarga Jokowi Turut Ramaikan Pilkada 2020, Pengamat Khawatirkan Potensi Adanya Konflik Kepentingan
Empat anggota keluarga Jokowi turut meramaikan Pilkada serentak 2020. Pengamat politik mengkhawatirkan potensi adanya konflik kepentingan.
Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Setelah putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, serta sang menantu, Bobby Nasution resmi mendaftar menjadi bakal calon pimpinan daerah di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020, dua anggota keluarga Jokowi lainnya dikabarkan menyusul langkah Gibran dan Bobby.
Dilansir dari Kompas TV, adik ipar Jokowi, Wahyu Purwanto akan maju sebagai bakal calon Bupati Gunung Kidul, Yogyakarta.
Sementara paman Bobby Nasution, Doli Sinomba Siregar, akan maju di Pemilihan Bupati Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.
Analis Politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago pun menanggapi majunya anggota keluarga Jokowi di Pilkada 2020 ini.
Menurut Pangi, saat ini bukanlah waktu yang tepat bagi keluarga Jokowi untuk mengikuti pilkada karena dikhawatirkan adanya konflik kepentingan, bahkan penyalahgunaan kekuasaan.
"Sebaiknya setelah Pak Jokowi tidak lagi menjabat," kata Pangi pada Tribunnews.com, Rabu (15/1/2020) sore.
Pangi pun mengkhawatirkan jika terdapat orang-orang di lingkungan Presiden Jokowi yang berniat mencari muka.
"Meskipun Jokowi tidak menginstruksikan, bisa saja ada orang-orang di sekitarnya justru ingin memenangkan keluarga presiden atau menutup-nutupi kesalahan anak presiden misalnya, karena cari muka," ujar Pangi.
Yang lebih berat lagi, lanjut Pangi, apabila terdapat anggota keluarga Jokowi yang melakukan penyalahgunaan keuangan negara.
"Misalnya di tengah jalan terjadi penyalahgunaan dan penyimpangan keuangan negara alias tindak pidana korupsi yang dilakukan anak presiden sebagai kepala daerah, pertanyannya siapa yang berani melawan anak presiden?" kata Pangi dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.com, Rabu (15/1/2020).
Pangi mengatakan, realitas hukum masih tunduk pada kehendak kekuasaan.
Saat anggota keluarga presiden menjabat, dikhawatirkan, proses penegakan hukum terhambat dengan alasan menyelamatkan citra presiden.
"Posisi ranjang kekuasaan masih di atas hukum, alhasil penegakan hukum berjalan tidak normal karena adanya intervensi kekuasaan, alasannya demi menyelamatkan citra presiden dan seterusnya," kata Pangi.
"Ini yang barangkali kita maksud lebih besar aspek mudaratnya daripada manfaatnya terkait emberio politik dinasti yang sedang dipersiapkan presiden Jokowi," sambungnya.