Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sumarsih: Ada Politisasi Sangat Kuat Penembakan Mahasiswa di Tahun 1998/1999

Bagi saya politisasi penembakan para mahasiswa pada 1998/1999 sangat kuat dan sangat meyakinkan terjadinya pelanggaran HAM berat

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Sumarsih: Ada Politisasi Sangat Kuat Penembakan Mahasiswa di Tahun 1998/1999
Tribunnews.com/Syahrizal
Rambut Sumarsih boleh memutih, usianya sudah menginjak kepala enam. Namun semangatnya dalam menyuarakan kemanusiaan, tak pernah berhenti ditelan angin. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Maria Katarina Sumarsih mengatakan ada politisasi yang sangat kuat terkait penembakan mahasiswa di tahun 1998/1999.

Diketahui, Sumarsih adalah ibu dari Bernardinus Realino Norma Irawan mahasiswa Universitas Atma Jaya Jakarta yang tewas dalam Tragedi Semanggi I.

"Bagi saya politisasi penembakan para mahasiswa pada 1998/1999 sangat kuat dan sangat meyakinkan terjadinya pelanggaran HAM berat," ujar Sumarsih, ketika dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (18/1/2020).

Sumarsih semakin meyakini hal tersebut dengan tak disinggungnya pengusutan Tragedi Semanggi I dan II serta Trisakti dalam 100 hari kerja Jaksa Agung ST Burhanuddin.

Baca: Sumarsih Tidak Terkejut Jaksa Agung Sebut Tragedi Semanggi Bukan Pelanggaran HAM Berat

"Atas dasar apa pernyataan itu dilontarkan? Selama 100 hari menjadi Jaksa Agung, apa yang telah dikerjakan dalam menangani tragedi Semanggi I dan Semanggi II serta Trisakti?" jelas Sumarsih.

Bahkan, ia menyebut tanggal 16 Januari 2020 lalu juga bertepatan dengan 13 tahun Aksi Kamisan, dimana masih banyak keluarga korban pelanggaran HAM berat mencari keadilan.

Di sisi lain, Sumarsih mengaku tak terkejut mendengar pernyataan ST Burhanuddin yang menyebut tragedi Semanggi I dan II bukan termasuk pelanggaran HAM berat.

Berita Rekomendasi

Menurutnya, pernyataan itu bukanlah 'lagu baru' karena kerap keluar dari sosok-sosok yang selama ini menjabat sebagai jaksa agung.

Baca: Tragedi Semanggi Bukan Pelanggaran HAM Berat, Jaksa Agung Tak Sensitif Kepada Keluarga Korban

"Itu pernyataan yang sudah saya duga akan keluar dari mulut Jaksa Agung. Dan sebenarnya itu bukan lagu baru dari Jaksa Agung. Itu sudah pernah disuarakan beberapa kali," imbuhnya.

Dugaan Sumarsih akan keluarnya pernyataan semacam itu tak lepas dari pendapatnya yang menilai Jaksa Agung kepanjangan tangan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Ia mengatakan Jokowi sendiri tak memiliki visi menegakkan permasalahan hukum dan HAM di Indonesia.

Sumarsih merujuk pada pengangkatan Wiranto selaku Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Ia menyebut Wiranto sebagai diduga pelaku pelanggar HAM berat dalam tragedi Semanggi I dan II dan Trisakti.

"(Jaksa Agung) itu kepanjangan tangan Presiden Jokowi yang tidak mempunyai visi untuk menegakkan hukum dan HAM. Sebagai buktinya, Presiden Jokowi mengangkat Wiranto menjadi Ketua Wantimpres," kata Sumarsih.

"Sementara pada pemerintahan periode pertama Jokowi, Wiranto diangkat menjadi Menko Polhukam," tandasnya.

Sebelumnya diberitakan, Jaksa Agung ST Burhanuddin menegaskan tragedi Semanggi I dan Semanggi II bukan merupakan pelanggaran HAM berat.

Hal iti dikatakannnya saat menyampaikan penanganan kasus HAM dalam rapat kerja (raker) bersama Komisi III DPR, Kamis (16/1/2020).

"Peristiwa Semanggi I, Semanggi II, telah ada hasil rapat Paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat," katanya di Ruang Rapat Komisi III DPR, Senayan, Jakarta.

Baca: Mahfud MD Bakal Berdiskusi dengan Jaksa Agung dan Komnas HAM Bahas Polemik Tragedi Semanggi

Dalam rapat itu, Burhanuddin juga menjelaskan hambatan dalam menyelesaikan kasus HAM.

Ia mengatakan hambatan itu karena belum terbentuknya pengadilan HAM ad hoc dan ketersediaan alat bukti yang tidak cukup.

"Penanganan dan penyelesaian berkas hasil penyelidikan peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu menghadapi kendala, terkait kecukupan alat bukti," katanya.

Tragedi Semanggi merujuk kepada dua kejadian protes masyarakat terhadap pelaksanaan dan agenda Sidang Istimewa MPR yang mengakibatkan tewasnya warga sipil.

Baca: Menkumham akan Pelajari Lagi Apakah Tragedi Semanggi Termasuk Pelanggaran HAM Berat atau Bukan

Tragedi Semanggi I terjadi pada tanggal 11-13 November 1998, masa pemerintah transisi Indonesia, yang menyebabkan tewasnya 17 warga sipil.

Tragedi Semanggi II terjadi pada 24 September 1999 yang menyebabkan tewasnya seorang mahasiswa dan 11 orang lainnya di seluruh Jakarta serta menyebabkan 217 korban luka-luka.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas