Ini 3 Poin Kontruksi Pelanggaran Hukum Diduga Dilakukan Tersangka Kasus Korupsi Jiwasraya
"Penyitaan aset itu dilakukan terhadap tersangka yang diduga menggunakan atau menyembunyikan hasil kejahatannya," katanya
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung RI masih belum bisa membeberkan peran-peran yang dimainkan kelima tersangka kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) hingga seminggu setelah penetapan status tersangka.
Namun, Kapuspenkum Kejaksaan Agung RI, Hari Setiyono mengatakan, saat ini pihaknya terus membangun konstruksi hukum terkait kasus tersebut.
Baca: Kejagung RI Kembali Blokir Sertifikat Tanah Milik Tersangka Korupsi Jiwasraya Benny Tjokrosaputro
"Belum, kita masih membangun konstruksi. Mudah-mudahan kan masih pemeriksaan saksi, saya masih konfirmasi dulu apakah nanti akan dilakukan pemeriksaan terhadap 5 tersangka tersebut," kata Hari di Gedung Bundar Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Senin (20/1/2020).
Dia menuturkan, kontruksi hukum yang dimaksud ialah terkait pelanggaran terhadap pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.
Isinya, terdapat tiga poin pelanggaran yang diduga dilakukan tersangka.
"Artinya membangun konstruksi hukum secara utuh sebagaimana perbuatan yang diduga melanggar hukum yaitu, fee broker, pembelian saham yang tidak likuid dan pembelian reksadana," ungkap dia.
Selain itu, imbuh dia, Kejagung RI juga tengah melakukan penyitaan aset terhadap seluruh tersangka untuk menutupi kerugian negara.
"Penyitaan aset itu dilakukan terhadap tersangka yang diduga menggunakan atau menyembunyikan hasil kejahatannya. Masing-masing tersangka kira-kira perannya mengakibatkan kerugian negara berapa. Dari aset disita untuk mengembalikan kerugian keuangan negara," pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, kelima tersangka dugaan kasus korupsi PT Jiwasraya (Persero) keluar dari Gedung Bundar, Kejaksaan Agung RI, Jakarta, menggunakan rompi tahanan berwarna merah jambu pada Selasa (14/1/2020).
Mereka terdiri dari 3 mantan petinggi Jiwasraya dan 2 lagi dari pihak swasta.
Di antaranya, eks kepala divisi investasi Jiwasraya Syahmirwan yang ditahan di Rutan Cipinang, Jakarta Timur dan Eks Direktur Utama (Dirut) Jiwasraya Hendrisman Rahim ditahan di Pomdam Jaya Guntur.
Selain itu, Mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,
Komisaris PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro ditahan di Rutan KPK.
Selanjutnya, Presiden Komisaris PT Trada Alam Mineral, Heru Hidayat ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejagung RI, Adi Toegarisman membenarkan penetapan 5 tersangka dalam kasus dugaan korupsi yang membelit PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Mereka menyebut memiliki alat bukti yang cukup.
"Tadi prosesnya telah dilakukan penahanan 5 orang tersangka sejak hari ini sampai 20 hari ke depan," kata Adi di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Selasa (14/1/2020).
Ia menyebutkan, penetapan kelima tersangka dinilai telah sesuai dengan pasal 184 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Alat buktinya kita nggak menyimpang dari KUHAP, kita mengacu KUHAP pada 184. Saksi, surat dan sebagainya nanti kita lihat perkembangannya. Kita masih proses ke sana," jelas Adi.
Namun, dia enggan membeberkan keterlibatan dan peran dari kelima tersangka dalam kasus Jiwasraya.
Sebab, kata dia, hal itu menyangkut pokok materi perkara yang tidak bisa dibuka kepada publik.
"Kita masih tahap penyidikan kami gak mungkin jelaskan peran masing-masing. Itu kan masih strategi kami. Nanti pada saat waktunya, kita akan secara terbuka sampaikan. Ini kan masih penyidikan perkara yang bersangkutan masih berjalan secara keseluruhan," tandasnya.
Rencananya kelima tersangka bakal ditahan di rutan berbeda di daerah Jakarta.
Mulai dari, Rutan Pomdam Jaya Guntur, Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung hingga Rutan KPK.
Baca: Dua Orang dari OJK Diperiksa Kejagung Terkait Kasus Jiwasraya
Atas perbuatannya tersebut, kelima tersangka diancam dengan pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.
Dengan hukuman penjara maksimal 20 tahun dan denda maksimal Rp 1 milliar.