Imigrasi Salahkan Sistem Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta Lalai Catat Kedatangan Harun Masiku
Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham sedang mendalami kelalaian sistem yang tidak mencatat kedatangan caleg PDIP Harun Masiku dari Singapura.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM sedang mendalami kelalaian sistem yang tidak mencatat kedatangan caleg PDIP Harun Masiku dari Singapura.
Harun Masiku adalah tersangka dalam kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) DPR periode 2019-2024 yang menjerat Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Harun Masiku saat ini berstatus buronan KPK.
Baca: DKPP Sempat Diprotes LSM Karena Tak Gamblang Tanya Soal Asal Usul Suap Wahyu Setiawan
Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Arvin Gumilang mengatakan pihaknya menyalahkan sistem di Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng yang tidak cepat menginput data.
"Jadi terkait dengan delay system bahwa seyogyanya fasilitas CIQ (Customs, Immigration and Quarantine, red) bisa dilakukan oleh penyedia atau pengelola bandara. Namun karena alasan teknis dan juga Terminal 2 itu diproyeksikan jadi low cost carier, sehingga kami dengan perangkat yang ada kami berusaha melengkapi kekurangan," kataArvin Gumilang dalam konferensi pers di Kemenkumham, Jakarta Selatan, Rabu (22/1/2020).
Baca: Respons KPK dan PDI-P soal Harun Masiku Telah Berada di Indonesia
Arvin mengatakan pihaknya masih mendalami kelalaian tersebut dengan menggandeng pihak terkait seperti bandara dan maskapai.
Meski begitu, Arvin menegaskan bahwa Harun Masiku sejak 7 Januari 2019 sudah berada di Indonesia.
"Menggunakan Batik Air dan tercatat pada 7 Januari 2020 sekitar pukul 17.34 sore," kata Arvin.
Arvin membantah pihaknya sengaja memperlambat pengiriman informasi keberadaan Harun Masiku di Indonesia yang sudah 15 hari.
Baca: Gagal Terbang karena AirAsia Batalkan Penerbangan Sepihak dan Tanpa Kejelasan, Pangi: AirAsia Arogan
Menurut Arvin, untuk penginputan data imigrasi memang cukup lama.
"Itu memang agak lama. Kami masih menunggu arahan kapan kami bisa menyampaikan. Segala sesuatu harus kami pastikan dulu, apabila fix betul dan yang kami dapatkan itu kan bukti-bukti yang kalau menurut hemat kami adalah sesuatu yang dikecualikan juga. Bisa mendapatkan manifes, mendapatkan rekaman CCTV, nah makanya kami perlu melakukan langkah-langkah untuk mengujinya," jelas dia.
Baca: Komisioner KPU Hasyim Asyari Dapat Surat Panggilan dari KPK Terkait Kasus Suap Wahyu Setiawan
Seperti diketahui, Direktur Jenderal Imigrasi (Kemenkumham) Ronny Sompie mengklarifikasi keberadaan tersangka kasus suap pengurusan pergantian anggota DPR Fraksi PDIP ke KPU, Harun Masiku.
Menurut Ronny, Harun Masiku telah berada di Indonesia pada Selasa (7/1/2020).
"Saya sudah menerima informasi berdasarkan pendalaman di sistem termasuk data melalui IT yang dimiliki stakeholder terkait di Bandara Soeta bahwa HM telah melintas masuk kembali ke Jakarta dengan menggunakan pesawat Batik pada 7 Januari 2020," kata Ronny dalam kepada wartawan, Rabu (22/1/2020).
Padahal sebelumnya, Imigrasi menyatakan bahwa Harun sudah bertolak dari Indonesia ke Singapura pada 6 Januari 2020.
ICW sebut KPK dan Kemenkumham tebar hoaks
Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyebar hoaks terkait keberadaan caleg PDIP Harun Masiku.
Ditjen Imigrasi Kemenkumham sebelumnya menyatakan Harun pergi ke Singapura pada 6 Januari atau dua hari setelah operasi tangkap tangan dalam kasus yang menjerat Harun.
Bahkan Menkumham Yasonna pada 16 Januari memastikan Harun masih berada di Singapura.
"Tidak ada [surat pencekalan]. Pencekalan itu kan kalau dia belum keluar, dia kan sudah keluar sebelum ada permintaan itu. Untuk apa dikirim surat pencekalan orangnya masih di luar," kata Yasonna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (16/1/2020).
"Ini membuktikan bahwa Menteri Hukum dan HAM serta pimpinan KPK telah menebar hoaks kepada publik," tegas Peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Rabu (22/1/2020).
Sebelumnya Ketua KPK Firli Bahuri juga menyatakan tidak mengetahui keberadaan Harun Masiku.
Baca: Warga Tanjung Priok: Yasonna Harus Minta Maaf dalam 2x24 Jam
Bahkan Firli menyatakan KPK akan langsung melakukan penangkapan bila wartawan memiliki informasi terkait keberadaan Harun Masiku.
"Kalau saya sudah tahu, saya tangkap pasti. Kalau Mbak tahu pun, kasih tahu saya, saya tangkap," kata Firli di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (20/1/2020).
Berdasarkan pernyataan tersebut, ICW meminta KPK tak lagi ragu untuk menerapkan pasal merintangi penyidikan (obstruction of justice) sebagaimana diatur Pasal 21 UU Tipikor, terhadap pihak-pihak yang selama ini menyembunyikan keberadaan Harun.
Baca: Warga Priok Ultimatum Menteri Yasonna Minta Maaf dalam Kurun 2x24 Jam, Jika Tidak . . .
Pasal 21 UU Tipikor berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.
"Penting untuk dicatat bahwa perkara ini sudah masuk di ranah penyidikan, maka dari itu, ketika ada pihak-pihak yang berupaya menyembunyikan Harun Masiku dengan menebarkan hoaks seperti itu mestinya KPK tidak lagi ragu untuk menerbitkan surat perintah penyelidikan dengan dugaan obstruction of justice sebagaimana diatur dalam Pasal 21 UU Tipikor," tandas Kurnia.
Pada Rabu ini, Dirjen Imigrasi Kemenkumham Ronny Sompie mengakui tersangka suap kasus dugaan korupsi penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR 2019-2024 Harun Masiku telah berada di Indonesia sejak tanggal 7 Januari 2020. Harun tiba di Jakarta setelah sehari sebelumnya pergi ke Singapura.
"Saya sudah menerima informasi berdasarkan pendalaman di sistem termasuk data melalui IT yang dimiliki stakeholder terkait di Bandara Soetta, bahwa HM [Harun Masiku] telah melintas masuk kembali ke Jakarta dengan menggunakan pesawat Batik pada tanggal 7 Januari 2020," kata Ronny kepada wartawan, Rabu (22/1/2020).
Baca: Istana Soroti Imigrasi Soal Perbedaan Informasi Keberadaan Harun Masiku
Atas kekeliruan tersebut, Ronny memerintahkan Kepala Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Bandara Soeta dan Direktur Sistem Informasi dan Teknologi Keimigrasan Ditjen Imigrasi untuk melakukan pendalaman terhadap adanya delay time dalam pemrosesan data perlintasan di Terminal 2 F Bandara Soeta, ketika Harun melintas masuk.
"Hasil pendalaman akan segera dilaporkan kepada saya," kata Ronny.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka adalah Komisioner KPU Wahyu Setiawan, mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina yang juga orang kepercayaan Wahyu, kader PDIP Harun Masiku, dan Saeful selaku swasta.
Penetapan tersangka menyusul operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Jakarta, Depok, dan Banyumas dengan mengamankan delapan orang dan uang Rp400 juta dalam valuta dolar Singapura pada Rabu dan Kamis 8-9 Januari 2020.
KPK menduga Wahyu Setiawan melalui Agustiani yang juga orang kepercayannya menerima suap guna memuluskan caleg PDIP Harun Masiku menjadi anggota DPR melalui mekanisme PAW untuk mengganti posisi Nazarudin Kiemas yang wafat pada Maret 2019.
Namun, dalam rapat pleno KPU memutuskan bahwa pengganti almarhum Nazarudin adalah caleg lain atas nama Riezky Aprilia. Terdapat usaha agar Wahyu tetap mengusahakan nama Harun sebagai penggantinya.
Awalnya, Wahyu meminta Rp900 juta untuk dana operasional dalam membantu penetapan Harun sebagai anggota DPR PAW tersebut. Dari serangkaian uang yang dialirkan, diduga Wahyu telah menerima Rp600 juta baik langsung maupun melalui Agustiani.
Baca: Imigrasi Pastikan Harun Masiku Terlihat di Bandara Soekarno-Hatta pada 7 Januari 2020
Adapun sumber uang Rp400 juta dari tangan Agustiani yang diduga ditujukan untuk Wahyu masih didalami KPK. Diduga dana itu dialirkan pengurus partai PDIP.