Angkat Bicara, Menko Polhukam Mahfud MD Sebut Kasus Pembunuhan Begal di Bekasi dan Malang Berbeda
Mahfud MD angkat bicara kasus pelajar 17 tahun, ZA yang bela teman dari aksi begal di Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM (Menko Polhukam), Mahfud MD angkat bicara kasus pelajar 17 tahun, ZA yang bela teman dari aksi begal di Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Mahfud mengatakan, sebetulnya kasus yang menimpa ZA pada dasarnya sama dengan yang dialami remaja asal Bekasi, Mohamad Irfan Bahri.
"Kasusnya sama di Bekasi yang pernah saya ikut membebaskan itu," kata Mahfud dikutip channel YouTube KompasTV, Kamis (22/1/2020).
Namun, Mahfud menjelaskan, Irfan waktu itu dapat dibebaskan lantaran kasus yang menimpanya belum masuk dalam ranah persidangan.
Sehingga proses pembebasan terhadap Irfan yang masih berstatus tersangka dapat dilakukan secara cepat
"Bagaimana anak muda dirampok dibegal lalu berkelahi. Pembegalnya pembunuh itu jadi tersangka," ujarnya.
"Kita turun tangan besoknya dibebaskan," beber Mahfud.
Sedangkan kasus yang dialami ZA telah berada dalam ranah pengadilan, sehingga pemerintah, Kejaksaan Agung dan Mahfud tidak bisa berbuat banyak.
"Tinggal tunggu hakim," tandas Mahfud.
Baca: Kisah Hidup Yenny Wahid, Komisaris Garuda: Diberi Mahar 40 Ekor Sapi hingga Pernah Ditodong Senjata
Akan tetapi, Mahfud menilai ada kekeliruan dalam pemberitaan kasus pembunuhan begal di Malang.
Kesalahan terletak pada jenis kasus yang sama, namun mendapat perlakukan hukum yang berbeda.
Bahkan, dikabarkan ZA dituntut dengan hukuman mati karena melakukan pembunuhan berencana.
Mantan Hakim MK ini menjelaskan jika tuntutan tersebut tidak benar.
"Jangan didramatisir, membela diri kok dihukum mati," ujar Mahfud.
Mahfud membeberkan acaman hukuman mati dalam kasus persidangan ZA, hanya langkah alternatif yang biasa dalam proses meja hijau.
"Disebut ancaman hukuman mati itu, sebagai alterantif yang biasa di kemukakan dalam hukum," imbuhnya.
Sedangkan masih ada sejumlah alternatif lain yang dapat dipilih hakim untuk menghukum ZA .
"Yang paling mendekati itu adalah tidak dihukum pidana dan penjara. Tapi diserahkan di panti rehabilitasi," tutur Mahfud.
Terakhir Mahfud meminta untuk tidak meributkan kasus yang menimpa ZA dan menyerahkannya kepada hakim.
"Percayalah dengan kita, hakim lebih mudah memilih alterantif-alternatif, berdasarkan logika hukum yang ada," tutupnya.
Baca: 5 Klaim Sunda Empire yang Bikin Geleng-geleng Kepala: Kendalikan Nuklir hingga Kalahkan Bill Gates
Kasus ZA dan Irfan
Kasus pelajar di Malang yang membunuh begal, ramai diperbincangkan sejak seminggu ini.
Pelajar yang diketahui berinisial ZA tersebut harus duduk di kursi pesakitan karena membunuh begal yang berniat memperkosa teman dekatnya, V.
Sebenarnya, ini adalah kasus lama yang terjadi pada September 2019 lalu.
Namun, baru tahun ini, kasus yang menimpa ZA disidangkan.
Kasus ZA semakin menjadi heboh karena siswa kelas 3 SMA itu terancam hukuman pidana seumur hidup -yang kemudian diklarifikasi oleh Kejaksaan-.
Kasus seorang yang membunuh begal dengan alasan membela diri bukanlah yang pertama kali terjadi di Indonesia.
Kasus serupa pernah terjadi dan menimpa seorang remaja asal Bekasi, Mohamad Irfan Bahri.
Namun, ZA dan Irfan, berbeda nasib.
Bila ZA harus menghadapi persidangan, Irfan justru mendapatkan penghargaan.
Bagaimana kisahnya?
Peristiwa ini bermula saat Irfan bersama sepupunya, Ahmad Rafiki menjadi korban pembegalan pada 23 Mei 2018.
Saat itu, keduanya hendak pulang dari Alun-alun Kota Bekasi setelah bertemu teman-temannya.
Sebelum pulang, Irfan dan Ahmad menyambangi jembatan layang Summarecon Bekasi terlebih dahulu.
Alasannya, Irfan ingin melihat pemandangan di Jembatan Summarecon dari bawah.
Tak berselang lama, Irfan dan Rafiki pindah ke bagian atas jembatan layang.
Di sanalah mereka bertemu dua begal, AS dan IY yang mengeluarkan celurit lantas menodong.
"Dia nodongin 'mana handphone kamu' sambil nodong," kata Irfan, dikutip dari Kompas.com.
Rafiki yang ketakutan menyerahkan handphone-nya kepada AS yang sudah turun dari motor.
Setelah menerima handphone Rafiki, AS justru membacok tubuh Irfan dan melukai bagian bahunya.
Irfan berhasil menangkis ketika AS hendak kembali mencoba membacoknya.
"Saya tangkis, saya tendang kakinya saya jatuhin ke bawah. Terus saya rebut (celuritnya) dari tangannya pakai tangan saya," kata Irfan.
Dengan celurit di tangannya, Irfan menyerang balik AS dan hal itu rupanya membuat AS menyerah.
"Dia mau kabur, nah handphone teman saya, kan, masih dipegang, saya bacok, saya bilang, 'mana handphone teman saya'."
"Terus dia kasih handphone-nya kemudian bilang, 'maaf, Bang'," kata Irfan meniru ucapan AS.
AS yang mengalami luka-luka langsung dibawa ke rumah sakit oleh IY yang mengendarai motor.
Namun, nyawanya tidak tertolong.
Sementara itu, Irfan dan Rafiki sempat berobat di sebuah klinik sebelum melaporkan kejadian tersebut ke Mapolres Metro Bekasi Kota.
Irfan mengaku berani melawan para pembegal karena merasa nyawanya terancam.
Di samping itu, ia mengaku mempunyai ilmu bela diri yang sudah beberapa tahun dipelajarinya.
Atas keberaniannya, Irfan dan Rafiki mendapat penghargaan oleh Kapolres Metro Bekasi Kota, Kombes Indarto.
Baca: Viral Sarjana Penjual Nasi Sayur di Solo, Ini Cerita Lengkap dari Nama hingga Alasan Berjualan
Namun, sebelum mendapat penghargaan, Irfan sempat ditetapkan sebagai tersangka yang tak lama kemudian direvisi oleh polisi.
Kapolres menjelaskan, ada slip of tongue alias salah memberikan pernyataan oleh Kasatreskrim Polres Bekasi, AKBP Jairus Saragih atas kasus ini.
Ia pun meminta maaf atas kekhilafan seraya mengatakan ia bertanggung jawab atas apa yang terjadi dengan jajarannya.
Menurut Indarto, awalnya kasus ini sumir.
Pasalnya, baik korban maupun pelaku sama-sama terluka.
Setelah mendapat perawatan di rumah sakit berbeda, keduanya mengaku sebagai korban begal alias perampokan yang disertai dengan kekerasan.
Bila Irfan pada akhirnya diberi penghargaan karena tindakannya dianggap membantu polisi memberantas kejahatan, lain halnya dengan ZA.
ZA justru menghadapi persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen, Kabupaten Malang.
Dalam menghadapi proses sidang, ZA selalu tampil dengan memakai seragam sekolah.
Pun dengan teman dekatnya, V yang kemarin memberikan kesaksian.
Kini proses sidang ZA telah sampai di dua tahapan terakhir, yaitu pembacaan pledoi alias pembelaan oleh terdakwa, Rabu (22/1/2020).
Sementara Kamis (23/1/2020), ZA akan menghadapi sidang putusan.
Apakah ia akan diputus bebas atau divonis sesuai dengan tuntutan dari jaksa.
Sebelumnya dalam sidang pembacaan tuntutan, jaksa menuntut ZA dengan hukuman pembinaan selama satu tahun di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Darul Aitam.
“Dia dituntut satu tahun harus ditaruh di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak di Darul Aitam, Wajak."
"Ini yang tadi disampaikan oleh jaksanya,” kata Ketua Tim Pengacara ZA, Bhakti Reza Hidayat.
Bhakti menyampaikan, Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana yang didakwakan terhadap ZA tidak bisa dibuktikan.
Begitu juga dengan Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan.
Dalam pembacaan tuntutan itu, jaksa hendak membuktikan Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan yang menyebabkan kematian.
Dalam dakwaan, ketiga pasal itu disebutkan secara berurutan dengan sistem subsider.
“Pasal 340 terkait dengan Pembunuhan Berencana, disampaikan jaksa tidak terbukti."
"Pasal 338 juga tidak terbukti dalam proses persidangan ini. Tapi, jaksa ingin membuktikan Pasal 351 Ayat 3 ini, penganiayaan yang menyebabkan kematian,” ujar dia.
Diketahui, kasus ZA berawal saat ia dengan teman dekatnya, V berada di area ladang tebu daerah Gondanglegi, Kabupaten Malang.
Mereka didatangi Misnan bersama teman-temannya.
Misnan hendak membegal ZA dan mengancam akan memperkosa teman dekat ZA.
Karena kondisinya yang terancam, ZA lantas mengambil pisau dan menusukkannya ke dada Misnan.
Teman-teman Misnan kabur dan Misnan ditemukan meninggal keesokan harinya di ladang tebu.