Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dianggap Rintangi Penyidikan, Yasonna: Saya Belum Terlalu Tolol Untuk Melakukan Separah Itu

Yasonna Laoly menegaskan dirinya tidak melakukan upaya merintangi penyelidikan yang dilakukan KPK terhadap Harun Masiku.

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Dianggap Rintangi Penyidikan, Yasonna: Saya Belum Terlalu Tolol Untuk Melakukan Separah Itu
Tribunnews.com/ Vincentius Jyestha
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly usai memberikan kuliah umum di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Jakarta, Jl Proklamasi, Jakarta Pusat, Senin (27/1/2020). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menegaskan dirinya tidak melakukan upaya merintangi penyelidikan yang dilakukan KPK terhadap Harun Masiku.

Diketahui, Harun Masiku merupakan tersangka suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI yang menjerat Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.

Yasonna Laoly mengungkapkan dirinya tidak akan bertindak bodoh merintangi KPK dalam melakukan penyelidikan yang menjerat politikus PDIP tersebut.

Baca: Direksi Ungkap Sejumlah Persoalan Keretakan Hubungan Dewas dan Helmy Yahya

"Saya pikir saya belum terlalu tolol lah untuk melakukan (hal) separah itu," ujar Yasonna usai memberikan kuliah umum, di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Jakarta, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Senin (27/1/2020).

Yasonna Laoly mengatakan kesalahan data atau kesalahan teknis menjadi penyebab dirinya salah membuat pernyataan soal keberadaan Harun Masiku.

Baca: Ketua KPK Firli Bahuri: Mencari Harun Masiku Seperti Mencari Jarum dalam Sekam

Ia menjelaskan sistem informasi manajemen keimigrasian (SIMKIM) yang dibuat tahun 2008 silam tak langsung mengupdate data-data yang masuk ke server miliki Kemenkumham.

Berita Rekomendasi

Menurutnya, tidak masuknya data ke server Kemenkumham membuat pihaknya tidak menerima data Harun Masiku kembali ke Tanah Air pada tanggal 7 Januari 2020 melalui Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta.

"Data mereka itu tidak langsung masuk ke server. Langsung di PC (komputer,-red), ya ada kesalahan di situ. Kenapa itu delay masuk ke server kami sehingga waktu dibaca oleh Dirjen seperti itu," kata dia.

Baca: Hanya Rika Callebaut yang Datang, Ibunda Ari Sigit Batal Jadi Saksi Kasus MeMiles, Ini Alasannya

Yasonna mengaku telah mempertanyakan mengapa data-data tersebut bisa tak masuk ke server Kemenkumham kepada Dirjen Imigrasi.

"Waktu saya tanya, coba cek itu data, dia (Dirjen Imigrasi) berpedoman pada data karena si Harun ini masuk dari Terminal 3, pulang dari Terminal 2 karena beda pesawat," jelas Yasonna.

"Kalau di Terminal 3 kan sudah (masuk datanya ke server), (sementara di Terminal 2 belum) itu yang membuat Dirjen mengatakan 'oh belum ada pak'. Datanya itu tidak masuk diserver," katanya.

Penjelasan Dirjen Imigrasi

Direktur Jenderal Imigrasi Ronny F Sompie menjelaskan keterlambatan data terkait informasi keberadaan Politikus PDIP Harun Masiku saat masuk ke Indonesia.

Ronny F Sompie menjelaskan, keterlambatan data Harun Masiku terjadi menyusul pemasangan alat baru dengan fitur tambahan.

Akibat hal tersebut memaksa Direktorat Jendral Imigrasi harus kembali melatih karwayan mereka untuk mengenal alat yang baru dengan fitur-fitur tambahan tersebut.

Baca: Yassona Laoly Bentuk Timsus Terkait Harun Masiku

"Karena fitur tambahan itu antara lain berkaitan dengan kebijakan pemberian izin bagi tenaga kerja asing dan investor asing, maka izin tinggal terbatasnya itu bisa dilayani bandara," kata Ronny F Sompie di kantornya, Jakarta Selatan, Jumat (24/1/2020).

Ia menyebut, para pegawai diwajibkan untuk mengetahui bagaimana cara memasukan data ke dalam fitur tersebut.

Ronny F Sompie mengungkapan, sistem baru dan sumber daya manusia yang baru dilatih tersebut yang menyebabkan keterlambatan pengiriman data secara real time dari catatan di Bandara Soekarno-Hatta ke Direktorat Jendral Imigrasi.

Baca: Hasto Kristiyanto Bungkam Saat Ditanya Soal Staf PDIP Saeful Bahri

Ronny mengatakan, sistem dengan fitur baru tersebut membuat petugas di lapangan bisa segera bergerak jika ada orang asing yang dicurigai dan dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO).

Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, Ronny Sompie (tengah) saat konferensi pers di Shangrilla Hotel, Jakarta, Selasa petang (12/11/2019).
Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, Ronny Sompie (tengah) saat konferensi pers di Shangrilla Hotel, Jakarta, Selasa petang (12/11/2019). (Tribunnews.com/ Rina Ayu)

"Hanya informasinya tidak langsung terkirim ke pusat data keimigrasian di sini. Sehingga kalau kami ditanya tentang data seperti tadi ya itu kami tidak bisa secara real time mengetahui yang melintas di 2F," ucap Ronny.

Baca: Soal Klaim Sunda Empire Tentang Sejarah PBB dan NATO, Roy Suryo: Ini Sangat-sangat Menyesatkan

Meski demikian, ia menjelaskan, keterlambatan tersebut baru pertama kali terjadi.

Untuk itu, ia memastikan sistem yang digunakan di terminal 2 berbeda dengan terminal 3.

Ia pun memastikan peristiwa tersebut tidak akan terjadi lagi.

Dikabarkan sebelumnya, pihak Imigrasi memastikan Harun Masiku sudah berada di Indonesia sejak Selasa (7/1/2020).

Imigrasi mengakui hal tersebut pada Rabu (22/1/2020) lalu. 

Harun Masiku melintas masuk ke Indonesia melalui Terminal 2F Bandara Soekarno-Hatta menggunakan pesawat Batim Air dengan nomor penerbangan ID 7516.

Yasonna Laoly dilaporkan ke KPK

Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi melaporkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Mereka menilai politikus PDIP tersebut berupaya menghalang-halangi penyidikan kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR terpilih 2019-2024.

Dalam kasus ini, KPK menjerat Komisioner KPU Wahyu Setiawan, mantan Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina yang juga orang kepercayaan Wahyu, kader PDIP Harun Masiku, dan Saeful selaku swasta sebagai tersangka.

"Kita melaporkan saudara Yasonna Laoly selaku Menkumham atas dugaan menghalangi proses hukum atau obstruction of justice yang diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Tipikor. Ancaman hukumannya maksimal 12 tahun penjara," ujar perwakilan koalisi Kurnia Ramadhana di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (23/1/2020).

Baca: Bantah Yasonna Laoly soal Miskin Rawan Kriminal, Tokoh Tanjung Priok: Anak Priok Tidak Ada Koruptor

Kata Kurnia, koalisi melihat ada kejanggalan pernyataan yang disampaikan Yasonna terkait keberadaan Harun Masiku yang kini berstatus buron.

Menurut Kurnia, Yasonna sebelumnya mengatakan Harun Masiku telah keluar dari Indonesia sejak 6 Januari dan belum kembali.

Tetapi ternyata ada data bila Harun Masiku sudah kembali ke Indonesia pada 7 Januari 2020.

"Baru kemarin mereka katakan dengan berbagai alasan menyebutkan ada sistem yang keliru,” kata Kurnia.

Baca: Jubir KPK Ali Fikri Pastikan Harun Masiku Sudah Dicegah ke Luar Negeri: Per 13 Januari 2020

Menurut mereka, sikap Yasonna dan jajarannya sangat janggal lantaran memberi keterangan Harun Masiku terbang ke Singapura setelah KPK melakukan penyidikan.

Terlebih, menurut Kurnia, dengan embel-embel partai, Yasonna justru mengikuti konferensi pers PDIP terkait kasus tersebut.

“Karena ini sudah masuk penyidikan per tanggal 9 Januari kemarin harusnya tidak jadi hambatan bagi untuk menindak Yasonna dengan Pasal 21 tersebut,” ujar Kurnia.

Dalam laporannya, koalisi juga membawa bukti-bukti dugaan pelanggaran pidana yang dilakukan Yasonna.

Baca: Jubir KPK Ali Fikri Pastikan Harun Masiku Sudah Dicegah ke Luar Negeri: Per 13 Januari 2020

Salah satunya berupa rekaman CCTV mengenai datangnya Harun Masiku ke Indonesia pada 7 Januari 2020.

“Kami bawa CCTV yang sudah beredar di masyarakat, kedatangan Harun di Soetta 7 Januari 2020 itu kan sebenarnya perdebatannya. Enggak masuk akal alasan Kumham," katanya.

Menurut dia, sebetulnya sederhana untuk mengetahui keberadaan Harun Masiku dengan mencek CCTV di bandara.

"Tapi itu enggak ditindaklanjuti dengan baik. Rentang 2 minggu kita pandang enggak cukup membenarkan alasan dari Dirjen Imigrasi kemarin,” ujar Kurnia.

Seperti diketahui, caleg dari PDIP Harun Masiku melakukan penyuapan agar Komisioner KPU Wahyu Setiawan bersedia memproses pergantian anggota DPR melalui mekanisme pergantian antar waktu (PAW).

Upaya itu, dibantu oleh mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu Agustiani Tio Fridelina dan seorang kader PDIP Saeful Bahri.

Baca: Istri Bantah Harun Masiku Mengunjunginya: Itu Bohong, Kalau Datang Saya Langsung Laporkan!

Wahyu diduga telah meminta uang sebesar Rp900 juta kepada Harun untuk dapat memuluskan tujuannya. Permintaan itu pun dipenuhi oleh Harun.

Namun, pemberian uang itu dilakukan secara bertahap dengan dua kali transaksi yakni pada pertengahan dan akhir bulan Desember 2019.

Pemberian pertama, Wahyu menerima Rp200 juta dari Rp400 juta yang diberikan oleh sumber yang belum diketahui KPK.

Uang tersebut diterimanya melalui Agustiani di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.

Kedua, Harun memberikan Rp850 juta pada Saeful melalui stafnya di DPP PDIP. Saeful kemudian memberikan Rp150 juta kepada Donny selaku advokat.

Adapun sisanya Rp700 juta diberikan kepada Agustiani, dengan Rp250 juta di antaranya untuk operasional dan Rp400 juta untuk Wahyu.

Namun upaya Wahyu menjadikan Harun sebagai anggota DPR pengganti Nazarudin tak berjalan mulus.

Hal ini lantaran rapat pleno KPU pada 7 Januari 2020 menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun sebagai PAW. KPU bertahan menjadikan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin.

Meski demikian, Wahyu tak berkecil hati. Dia menghubungi Donny dan menyampaikan tetap berupaya menjadikan Harun sebagai PAW.

Untuk itu, pada 8 Januari 2020, Wahyu meminta uang yang diberikan Harun kepada Agustina.

Namun saat hendak menyerahkan uang tersebut kepada Wahyu, penyidik KPK menangkap Agustiani dengan barang bukti Rp400 juta dalam bentuk Dolar Singapura.

Atas perbuatannya, Wahyu kini resmi ditahan di rutan Pomdam Jaya Guntur dan Agustiani Tio Fridelina ditahan di rutan K4 yang berada tepat di belakang Gedung Merah Putih KPK.

Adapun tersangka Saeful selaku terduga pemberi suap ditahan di rutan gedung KPK lama Kavling C1, sedangkan kader PDIP Harun Masiku masih buron.

Sebagai pihak penerima, Wahyu dan Agustiani disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Harun dan Saeful selaku pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas