Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Orang Tua Khawatir Nasib Arif di China, Tak Bisa Pulang ke Indonesia Lantaran Terbentur Biaya

Pasangan suami istri, Kusyanta dan Maryatun hanya pasrah, lantaran Arif Nur Rofiq yang sedang melanjutkan studi di China tak bisa pulang ke Indonesia.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Orang Tua Khawatir Nasib Arif di China, Tak Bisa Pulang ke Indonesia Lantaran Terbentur Biaya
Tribun Jateng/Hermawan Handaka
Tim medis melakukan sterilisasi di Ruang Isolasi Khusus Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr Kariadi saat simulasi penanganan wabah Virus Corona (nCoV) di Bandara Jenderal Ahmad Yani, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (30/1/2020). Berbagai simulasi penanganan yang dilakukan oleh RSUP Kariadi bersama Dinas Kesehatan Pemprov Jateng dan sejumlah rumah sakit di Kota Semarang tersebut sebagai antisipasi kesiapsiagaan perangkat medis dalam penanganan wabah Virus Corona tersebut. Tribun Jateng/Hermawan Handaka 

TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Pasangan suami istri, Kusyanta dan Maryatun hanya pasrah, lantaran Arif Nur Rofiq (20), anak pertama dari 4 bersaudara, yang sedang melanjutkan studi di China tak bisa pulang ke Indonesia.

Arif bagian dari 245 warga negara Indonesia yang masih terisolasi di tengah mewabahnya virus Corona di China.

Arif mendapatkan beasiswa kuliah di Yangzhou Polytechnic Collage.

Ia baru menempuh pendidikan selama setahun. Beasiswa sendiri hanya melingkupi asrama dan biaya kuliah, selain itu harus ditanggung pribadi.

Kusyanta (45), ayah Arif mengungkapkan rasa khawatirnya karena anak pertamanya tak bisa pulang lantaran terbentur biaya.

"Selama kuliah tidak pulang menetap di sana dan magang," katanya saat ditemui di rumahnya, di Dusun Gembuk, Desa Getas, Kecamatan Playen, Kamis (30/1/2020).

Ia mendapatkan kabar teman-teman anaknya berencana untuk pulang ke Indonesia namun anaknya memutuskan untuk tinggal lantaran terbentur dengan biaya.

Berita Rekomendasi

"Terakhir saya menghubungi dia (Arif) katanya ada yang akan pulang ke Indonesia. Tetapi saya tanya kembali dia, baiknya seperti apa? Dan ia memilih untuk tinggal karena tidak ada biaya," ucapnya, dengan berkaca-kaca.

Kusyanta tak bisa menutupi perasaan khawatirnya, sesekali dengan mengusap mata ia bercerita kondisi terkini di China yang diceritakan anaknya.

Baca: Ini Berbagai Dampak Virus Corona untuk Pariwisata di Indonesia

Baca: WNI di China Bakal Dievakuasi, Kemenkes Minta Masyarakat Jangan Heboh Tertular Virus Corona

"Video-video yang beredar itu ternyata benar seperti orang yang pingsan di tengah jalan," ucapnya.

Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari Arif magang di sebuah Hotel, karena saat ini kuliah Arif sedang libur.

"Beasiswanya hanya untuk kuliah dan asrama sedangkan biaya di luar itu tidak ditanggung beasiswa," katanya.

Perasaan khawatir Kusyanta semakin menjadi karena sejak Senin lalu dirinya sama sekali tidak bisa menghubungi anaknya, hal tersebut berbeda jika dibanding dengan hari-hari biasa yang mudah untuk melakukan komunikasi.

"Terakhir saya bisa menghubungi Senin lalu, anak saya bercerita butuh masker. Ditambah lagi toko-toko sudah lama tutup," katanya.

Kusyanta yang sehari-hari bekerja sebagai tukang tambal ban tidak mengetahui harus menghubungi kemana untuk mendapatkan informasi terkini kondisi di China.

Saat disinggung apakah sudah menghunungi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) ia hanya menggelengkan kepala dan menjawab ia tidak memiliki kenalan untuk dihubungi.

Baca: Viral Video Masker Dicuci dan Direbus agar Bisa Dipakai Berulang-ulang, Efektif Cegah Virus Corona?

Baca: Virus Corona Infeksi Pria Jepang Meski Tak Pernah ke China, Status Darurat Wabah Diterapkan!

"Nggak tahu harus menghubungi ke siapa," jawabnya singkat.

Dia berharap kebutuhan pokok seperti makanan dan juga masker dapat terpenuhi.

"Info terakhir itu sudah sulit dapat masker," imbuhnya.

Ibu Arif, Maryatun berharap semoga tidak terjadi apa-apa pada anaknya, dan dapat segera pulang berkumpul bersama keluarga.

"Pengennya ya pulang dalam keadaan sehat itu saja," kata dia.

Tutup Akses

Berdasarkan informasi dari Perhimpunan Pelajar Indonesia Tiongkok (PPIT) Cabang Wuhan, ada sebanyak 245 WNI yang tinggal di Provinsi Hubei, di mana sebanyak 93 orang mahasiswa belajar di Kota Wuhan.

Namun menurut data Kementerian Kesehatan RI, WNI yang ada di Hubei berjumlah 243 orang, termasuk 100 mahasiswa.

Baca: Merebaknya Virus Corona, Jokowi Minta WNI yang Ada di Wuhan dan Provinsi Hubei Segera Dievakuasi

Baca: 20 Negara Terkontaminasi Virus Corona, Teranyar Filipina dan India

Di antara jumlah tersebut, ada tiga orang mahasiswa doktoral dari Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta.

Ketiganya telah pulang ke Indonesia bersama dengan delapan mahasiswa doktoral lainnya dari UAD yang kuliah di Kota Nanjing, Shanghai, maupun Harbin.

Lalu, dua orang mahasiswa doktoral lainnya dari UAD yang kuliah di Chongqing dan Kunming, Yunnan masih tinggal di China.

Salah satu mahasiswa doktoral dari UAD yang masih tinggal di Kunming yakni Adhita Sri Prabakusuma.

Adhita merupakan dosen Teknologi Pangan FTI UAD yang tengah menempuh studi S3 di Yunnan Agricutural University, Kunming, Yunnan, China.

Ia menuturkan, Pemerintah China telah memberikan instruksi kepada kampus-kampus maupun pusat-pusat pelayanan publik untuk sigap menangani penyebaran virus tersebut.

"Pihak pemerintah lokal telah banyak menutup akses transportasi antar-kota dan memperketat pemeriksaan kesehatan orang yang keluar masuk kota," ujarnya dalam keterangan tertulisnya Kamis.

Rumah sakit-rumah sakit lokal juga disiagakan untuk menerima pasien yang suspect terinvensi virus. Pihak kampus juga memperketat arus keluar masuk mahasiswa yang tinggal di asrama.

Selain itu juga membagikan masker standar, pemeriksaan suhu badan secara rutin, menyediakan logistik di dalam kampus secara kontinyu dan mendata semua perubahan kesehatan yang terjadi pada setiap mahasiswa internasional.

Khusus untuk mahasiswa internasional yang tinggal di luar asrama, diimbau untuk tetap berada di dalam apartemen, menjaga kebersihan, menghindari kontak dengan orang-orang di lokasi-lokasi terdampak, serta menghindari pusat-pusat keramaian untuk sementara waktu.

"Pemerintah pusat telah berusaha dengan keras membangun rumah sakit khusus untuk perawatan pasien terinveksi virus tersebut dengan kapasitas 1.000 orang dalam waktu enam hari, membersihkan lokasi-lokasi yang dinilai menjadi pusat penyebaran virus, dan memformulasi antivirus yang tepat," katanya.

Semua daya upaya tersebut dimaksudkan untuk segera meredam penyebaran virus jenis baru tersebut.

"Para mahasiswa doktoral dari UAD yang masih bertahan di China telah mengikuti imbauan maupun prosedur yang telah ditetapkan pemerintah maupun kampus, sehingga sejauh ini dilaporkan dalam kondisi aman dan kesehatan tetap terjaga," ujar dia.

Selain itu, koordinasi antar anggota PPIT, pengurus PPIT di semua ranting, KBRI di Beijing, KJRI di wilayah masing-masing dan Kemenlu RI terus diupayakan secara intensif.

Khususnya untuk mahasiswa internasional dari Indonesia di Wuhan, sedang diusahakan pemulangan ke Indonesia.

Sedangkan, untuk mahasiswa-mahasiswa di kota-kota lain tetap berada di lokasi masing-masing dengan mematuhi prosedur keselamatan yang ditetapkan dan terus berkoordinasi dengan PPIT ranting masing-masing.

"Sejauh ini, tidak ada laporan kasus yang menyebutkan adanya infeksi virus terhadap semua mahasiswa Indonesia yang berada di wilayah China," katanya.

Ia mengatakan, mahasiswa yang tetap bertahan di China maupun masyarakat di Indonesia diimbau untuk tetap tenang dan lebih bijak dalam menerima serta menyebarkan konten-konten mengenai kasus outbreak di China ini.

Bantuan moral dan spiritual sangat diperlukan untuk mendukung WNI yang tengah bertahan di China.

"Selain itu, dukungan dunia juga dibutuhkan oleh Pemerintah China yang tengah bekerja dengan sangat keras untuk menanggulagi penyebaran virus ini," ungkapnya. (Tribun Jogja/wsp)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas