Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pemerintah Kaji Dua Draf Terkait Pemulangan WNI Eks ISIS

Ali Mochtar Ngabalin mengatakan pemerintah saat ini sudah membentuk tim untuk mengkaji pemulangan WNI Eks ISIS dari Suriah.

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Pemerintah Kaji Dua Draf Terkait Pemulangan WNI Eks ISIS
Tribunnews.com/ Taufik Ismail
Tenaga Ahli Utama KSP Ali Mochtar Ngabalin, Minggu, (9/2/2020). 

Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin mengatakan pemerintah saat ini sudah membentuk tim untuk mengkaji pemulangan WNI Eks ISIS dari Suriah.

Menurutnya tim tersebut sedang mengkaji dua draft keputusan yang salah satunya akan diambil pemerintah nanti.

"Ada dua draf yang sekarang tim, tim dibentuk dan ditetapkan pada 17 Januari kemarin," ujar Ngabalin dalam diskusi di Kawasan Jakarta Pusat, Minggu, (9/2/2020).

Baca: Pro Kontra Pemulangan WNI Eks ISIS, Nabil Haroen: Harus Ada Kajian Radikalisme

Draft pertama mengenai kemungkinan pemerintah menolak memulangkan WNI Eks ISIS.

Penolakan tersebut harus didasari argumentasi yang kuat.

Karena keputusan yang diambil pasti akan menuai kritik.

Berita Rekomendasi

Karena itu, tim sedang mengkaji dasar hukum penolakan tersebut.

"Penolakannya itu harus ada argumentasinya ada regulasi," kata Ngabalin.

Baca: BREAKING NEWS: Pemerintah Akan Putuskan Masalah Pemulangan WNI Eks ISIS Mei atau Juli

Draf kedua yakni mengenai kemungkinan pemerintah memulangkan 600 WNI eks ISIS.

Maka harus diatur mekanisme pemulangannya agar tidak menimbulkan masalah baru.

"Dengan begitu maka dia membutuhkan waktu, dari draf ini direncanakan kalau tidak ada aral melintang mungkin maret april kelar atau bulan Mei. Karena bulan juni draf itu sampai kepada bapak presiden kemudian bapak presiden yang akan mengambil keputusan," katanya.

Baca: Kekhawatiran Mantan Teroris Sofyan Tsauri soal Pemulangan WNI Eks ISIS: Pura-pura Menyesal

Menurutnya masalah keberadaan 600 WNI Eks ISIS di Suriah tersebut bukan perkara gampang. Setiap keputusan pasti akan menimbulkan pro kontra.

Pemerintah saat ini sedang mengkaji keputusan mana yang paling banyak membawa kebaikan bagi bangsa Indonesia.

"Saya mau bilang bahwa bagi negara seperti indonesia ini kan penting untuk harus dibahas secara komprehensif. Karena terkait dengan eks ISIS, tidak gampang loh," katanya.

Pemerintah tidak bisa cabut kewarganegaraan 600 WNI

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan bahwa pemerintah tidak bisa menganggap 600 WNI Eks ISIS bukan bagian dari Indonesia lagi. Karena secara Undang-undang kewarganegaraan mereka tidak menjadi bagian dari negara lain.

"Dalam UU kewarganegaraan kita, orang itu keluar atau tidak menjadi WNI lagi itu karena dia menjadi WN lain, menerima paspor lain, bersumpah setia pada negara lain. Pertanyaannya ISIS negara bukan? UN mengatakan ISIS ini organisasi terrorism bukan negara," kata Taufan dalam diskusi di Jakarta Pusat, Minggu, (9/2/2020).

Baca: Suami Tusuk Istri Hingga Tewas di Tangerang, Pelaku Sembunyi di Lantai 2 Rumah Usai Lakukan Aksinya

Baca: Motif Pelaku Penembakan di Mall Thailand Diduga karena Perselisihan Utang, Urusan Penjualan Rumah

Sehingga menurutnya, pemerintah tidak bisa mengabaikan para WNI tersebut berdasarkan kewarganegaraan.

Pemerintah juga menurut Taufan tidak bisa serta merta mencabut kewarganegaraan 600 WNI tersebut. Pencabutan kewarganegaraan akan menyebabkan statless.

"Kita punya ratusan ribu orang, Komnas HAM punya MOU dengan Malaysia mengurusi ratusan ribu orang Indonesia yang stateles di Malaysia. jangan jadi preseden," katanya.

Pemerintah menurutnya akan dikecam oleh dunia internasional bila menggap 600 orang tersebut bukan lagi WNI. Pemerintah harus cermat dalam menyikapi polemik pemulangan WNI tersebut.

Oleh karena itu Komnas HAM menyarankan pemerintah membuat profiling para WNI itu. Hal tersebut berguna untuk menentukan treatmen bagi para WNI itu.

Karena menurut dia, permasalahannya bukan pulang atau tidak pulang ke Indonesia. Ada sebagian dari mereka yang bisa pulang dan sebagian tidak bisa pulang. 

Baca: Ibu Korban Bom Samarinda Tolak Pemulangan WNI Eks ISIS: Kalau Mereka ke Sini Agak Menyakitkan

Baca: Dikabarkan Pacaran, Aurel Hermansyah dan Atta Halilintar Malam Mingguan Bareng Temani Arsy dan Arsya

"Ya kalau gak mau mengurusi ya saya keliru, kita harus mengurusi apa itu? satu warga negara kita, meski ia jadi monster luar biasa, ya dia tetap WNI yang kita urusi, cara mengurusinya gimana, ditindak secara hukum kan, seperti Aman Abdurahman dia monster dia yang melakukan peledakan di Indonesia, dia katakanlah aktor intelektual dari gembong teroris, kan diurus oleh indonesia, cara ngurusnya dia di proses di nusakambangan, " pungkasnya.

Lakukan profiling

Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik mengatakan bahwa menyikapi polemik pemulangan 600 WNI Eks ISIS tidaklah sederhana. Setiap kebijakan yang diambil pasti akan memicu kontra atau kritikan. 

Pihaknya menurut Taufan menyarankan agar pemerintah menyusun profiling tersebut dahulu kepada 600 WNI Eks ISIS tersebut. 

"Saya katakan tadi di profiling, sebetulnya gak bener juga kalau kita kira bahwa BNPT gak punya data, punya. Kami pernah berdiskusi dengan Densus mereka punya data, tapikan datanya perlu di update, divalidasi lagi supaya kemudian dapat yang lebih akurat, dari data yang lebih akurat itu baru dikenali satu persatu," kata dia dalam diskusi di Kawasan Menteng, Jakarta, Minggu, (9/2/2020).

Baca: 5 Fakta Pencekik Polisi, Kronologi, Alasan hingga Penyesalan, Pelaku Terancam 10 Tahun Penjara!

Baca: Intip 7 Momen Romantis Pertunangan Felicya Angelista dan Caesar Hito

Profiling tersebut menurut Taufan bertujuan untuk menentukan pendekatan atau treatmen apa bagi para WNI tersebut. Setiap orang pendekatannya akan berbeda-beda. Karena menurut dia, permasalahannya bukan pulang atau tidak pulang ke Indonesia. Ada sebagian dari mereka yang bisa pulang dan sebagian tidak bisa pulang. 

Ia mencontohkan bagi mereka yang sengaja meninggalkan Indonesia, merusak nama Indonesia untuk bergabung dengan ISIS maka bisa diadili di negara tersebut atau di negara kini mereka berada. Untuk langkah tersebut pemerintah perlu menjalin kerjasama dengan negara lain. 

"Kita bisa menggunakan pihak ketiga, oke diadili katakanlah di Irak kah, atau diadili di Turki, tapi Indonesia harus membangun bilateral, agreement dengan turki kesepakatan supaya dia tidak pulang ke indonesia tapi diadili di Turki," katanya.

Atau mereka yang dokumennya lengkap bisa dipulangkan ke Indonesia untuk diadili oleh hukum di Indonesia dengan ancaman 12 tahun penjara. Berdasarkan pasal 26B Undang-undang anti terorisme para WNI Eks ISIS tersebut bisa divonis 12 tahun penjara.

"Kalau dia hanya anggota dia beda lagi hukuman dasarnya," katanya.

Dengan seperti itu pemerintah bisa memulangkan mereka yang tidak sengaja meninggalkan Indonesia untuk bergabung dengan ISIS. Misalnya seperti bayi dan anak anak.

"Ada yang memang seperti tadi bayi, pilihannya mau gak mau pulang, tapi ya sudah kesini siapa yang ngurus kan harus dipikirkan mitigasinya. Nah pemerintah menurut saya harus segera melakukan," pungkasnya.

Ngabalin: Jangan merengek pulang

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin mengatakan bahwa pemerintah saat ini sedang membahas mengenai perlu tidaknya 600 WNI Eks ISIS dipulangkan ke Indonesia.

Berbagai masukan sedang dikaji untuk kemudian dijadikan keputusan pemerintah terhadap para WNI tersebut.

Baca: Anaknya Meninggal Dunia, Karen Pooroe Masih Menyimpan Rasa Syukur

Baca: Komnas HAM Sarankan Pemerintah Lakukan Profiling 600 WNI Eks ISIS

"Jadi maksudnya begini, makannya dalam beberapa kesempatan saya selalu bilang, bahwa tentu pemerintah menimbang-nimbang. Sebagai sebuah negara demokrasi yang besar dan kepribadian Bapak Presiden seperti itu, maka saya dalam berbagai kesempatan selalu saya bilang ini sedang dibahas. Usulan dalam bentuk apapun juga ini sedang dibahas," ujar Ngabalin dalam diskusi di Jakarta Pusat, Minggu, (9/2/2020).

Secara pribadi Ngabalin berharap para WNI yang meninggalkan Indonesia untuk bergabung dengan kelompok teroris tersebut tidak membebani pemerintah.

"Siapa-siapa yang pergi atas nama dirinya, untuk kesenangan dirinya untuk memilih ideologinya kemudian pergi dan keluar Indonesia, kemudian menempuh jalan surgawinya, tempuhlah jalan itu, kau selamat atau kau tidak selamat, itu urusanmu. Jangan lagi membebani, negara pemerintah,  serta rakyat Indonesia dengan rencana pemulanganmu," kata dia.

Apalagi menurut Ngabalin, para WNI tersebut pergi atas kemauan sendiri. Mereka bergabung dengan ISIS dengan menjelek-jelekan Indonesia. Oleh karena itu, sebaiknya para WNI tersebut tidak merengek untuk pulang ke Indonesia.

"Karena Sudah menyebutkan negara ini negara thoghut, negara kafir, dia merobek-robek membakar paspornya, makan itu kau punya paspor," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas