Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Imam Nahrawi Mengeluh Sakit di Tulang Belakang, Ini Permintaannya

Upaya pengajuan penangguhan penahanan itu diajukan karena Politisi Partai Kebangkitan Bangsa itu menderita sakit di tulang belakang.

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Imam Nahrawi Mengeluh Sakit di Tulang Belakang, Ini Permintaannya
KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi memberi keterangan kepada wartawan usai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (19/12/2019). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi mengajukan permohonan penangguhan penahanan kepada majelis hakim perkara kasus suap pemberian dana hibah KONI dan gratifikasi.

Upaya pengajuan penangguhan penahanan itu diajukan karena Politisi Partai Kebangkitan Bangsa itu menderita sakit di tulang belakang.

"Izin ada medical check up dan (surat,-red) penangguhan penahanan yang mulia," ujar tim kuasa hukum Imam Nahrawi di sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (14/2/2020).

Setelah mendengarkan keterangan dari tim kuasa hukum Imam Nahrawi, majelis hakim di bawah pimpinan hakim ketua Rosmina tidak memutuskan memberikan penangguhan penahanan.

Baca: Komisi III Minta Pemerintah Libatkan KPAI Bersihkan Ideologi Anak-anak dari Suriah

Majelis hakim akan membuat pertimbangan terlebih dahulu dan juga mendiskusikannya sebelum diputuskan.

Sementara itu, ditemui setelah persidangan, tim kuasa hukum Imam Nahrawi, Wa Ode Nur Zainab, menjelaskan permohonan penangguhan penahanan itu karena penyakit itu kambuh saat Imam ditahan di rumah tahanan (rutan) KPK.

"Sejak tahun 2015, harusnya dioperasi. Dokter meminta operasi cuma katanya efek operasi itu bisa pincang makanya beliau waktu itu memilih obat dan terapi," kata Ode.

Berita Rekomendasi

Sebelumnya, tim kuasa hukum sudah mengajukan penangguhan penahanan kepada KPK sebelum berkas kliennya dilimpahkan dan disidangkan. Namun, permintaan itu tidak dikabulkan.

Baca: Imam Nahrawi Bakal Nyanyi Soal Pemberian Dana Hibah KONI di Sidang Tipikor

"Kalau rutan kan tidak punya fasilitas pengobatan tulang belakang," tambahnya.

Untuk diketahui, Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi menerima hadiah berupa uang seluruhnya sejumlah Rp 11,5 Miliar.

Uang puluhan miliar itu diberikan Ending Fuad Hamidy, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan Johnny E Awuy, Bendahara Umum KONI untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan Bantuan Dana Hibah yang diajukan oleh KONI Pusat kepada Kemenpora Tahun Kegiatan 2018.

Imam Nahrawi didakwa bersama-sama dengan Miftahul Ulum, selaku Asisten Pribadi MENPORA RI (Penuntutan dilakukan secara terpisah), pada kurun waktu antara bulan Januari 2018 sampai dengan bulan Juni 2018.

Baca: Pelaku Bullying Siswi SMP di Purworejo Sengaja Minta Aksinya Direkam, Psikolog: Merasa Bangga

Penerimaan suap itu terkait Proposal Bantuan Dana Hibah Kepada Kemenpora RI dalam Rangka Pelaksanaan Tugas Pengawasan dan Pendampingan Program Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional Pada Multi Event 18th Asian Games 2018 dan 3rd ASIAN PARA GAMES 2018.

Dan terkait Proposal Dukungan KONI Pusat Dalam Rangka Pengawasan dan Pendampingan Seleksi Calon Atlet dan Pelatih Atlet Berprestasi Tahun Kegiatan 2018.

Perbuatan Terdakwa merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Selain itu, Imam Nahrawi didakwa menerima gratifikasi berupa uang sejumlah Rp 8,6 Miliar. Pemberian gratifikasi itu didapat dari sejumlah pihak.

Baca: Guru Pukul Murid di Bekasi: Jerit Tangis Siswa Hingga Muncul Petisi Minta Idianto Tak Dimutasi

Diantaranya terdapat gratifikasi sejumlah Rp 2 Miliar sebagai pembayaran jasa desain Konsultan Arsitek Kantor Budipradono Architecs. Uang itu bersumber dari Lina Nurhasanah, Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Program Indonesia Emas (PRIMA) Kemenpora RI periode tahun 2015 sampai dengan 2016.

Selain itu, di surat dakwaan dibeberkan pemberian gratifikasi Rp 300 Juta dari Ending Fuad Hamidy, Sekretaris Jenderal KONI Pusat, uang sejumlah Rp 4.9 Miliar sebagai uang tambahan operasional Menpora RI.

Lalu, uang sejumlah Rp 1 Miliar dari Edward Taufan Pandjaitan, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Program Satlak PRIMA Kemenpora RI Tahun Anggaran 2016 sampai dengan 2017 yang bersumber dari uang anggaran Satlak PRIMA dan uang sejumlah Rp 400 Juta dari Supriyono,BPP Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPON) periode tahun 2017 sampai dengan tahun 2018 yang berasal dari pinjaman KONI Pusat.

Perbuatan Terdakwa tersebut merupakan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12B ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas