Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Punya Bonus Demografi Luar Biasa, Indonesia Jangan Sampai Gagal Seperti Brasil dan Afsel

Jepang dinilai berhasil mengelola bunus demografi sehingga mampu menghasilkan mobilitas penduduk dengan produktivitas tinggi.

Penulis: Choirul Arifin
zoom-in Punya Bonus Demografi Luar Biasa, Indonesia Jangan Sampai Gagal Seperti Brasil dan Afsel
DOK PGK
Acara diskusi membedah topik tentang bonus demgrafi di kantor DPP Perkumpulan Gerakan Kebangsaan di Jl Duren Tiga, Jakarta Selatan, Sabtu (15/2/2020). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Indonesia perlu pintar mengelola bonus demografi yang luar biasa besar saat ini agar memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi pembangunan nasional dengan belajar dari kegagalan Brasil dan Afrika Selatan dalam mengelola kelompok usia produktif mereka.

Indonesia disarankan belajar dari Jepang yang sukses memanfaatkan celah kesempatan memaksimalkan potensi bonus demografi warganya.

Secara teoritis Bonus Demografi tercermin dari angka rasio ketergantungan (dependency ratio), yaitu Jumlah penduduk usia produktif (berusia 15-64 tahun) lebih besar dibanding penduduk usia tidak produktif (berusia di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun).

Ketua Umum DPP Perkumpulan Gerakan Kebangsan (PGK) Bursah Zarnubi menilai Jepang berhasil mengelola bunus demografi sehingga mampu menghasilkan mobilitas penduduk dengan produktivitas tinggi.

“Yang menarik di Jepang, di tengah penurunan angkatan kerja tapi ekonominya tumbuh mengagumkan mengalahkan Amerika dan Eropa,” kata Bursah di acara diskusi 'Peran Pemuda Sebagai Tulang Punggung Pemanfatan Bonus Demografi, Tantangan dan Pe

Baca: Skandal Keuangan Jiwasraya, Kejagung Telusuri Keterlibatan Pejabat OJK yang Lama

luang Ekonomi dalam Menyongsong Indonesia Emas Tahun 2045' di kantor DPP PGK Jalan Duren Tiga Jakarta Selatan, Sabtu (15/2/2020).

Dia mengatakan, 1 orang angkatan kerja di Jepang saat ini menanggung 2 orang.

Baca: Survei Indo Barometer: Prabowo Menteri Paling Paling Dikenal Publik di Kabinet Jokowi

Berita Rekomendasi

Sedangkan di Indonesia 2 orang angkatan kerja menanggung 1 orang usia non-produktif. Itu artinya Jepang sudah melewati ledakan bonus demografi namun ekonominya tetap stabil meskipun penduduk usia non-produktifnya saat ini sedang tinggi-tingginya.

Baca: DVI Polda Papua Tuntaskan Identifikasi 12 Korban Helikopter Jatuh di Pegunungan Mandala

“Ini yang membuat dunia kaget, di saat deflasi permanen dan di tengah penurunan tenaga produktif kok ekonomi Jepang tumbuh mengakumkan, padahal sekarang puncak-puncaknya Jepang didominasi usia 75 tahun sampai 90 tahun,” kata Bursah.

Hal ini membuat Jepang dianggap berhasil memanfaatkan bonus demografinya pada tahun 1990-an dengan menyerap 80% dari angkatan kerja.

Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE Indonesia) Muhammad Faisal.

“Jepang saat ini sudah lulus jadi negara maju. Sekarang pendapatan perkapitanya hampir 40.000 USD, sedangkan kita baru sekitara 3.900 USD. Jadi gaji kita ini 1/10 orang Jepang,” kata Faisal.

Faisal memaparkan, Jepang mendapat bonus demografi yang sangat besar di tahun 1990-an atau sekitar 30 tahun lalu. Sementara Indonesia pada tahun 2020 ini baru memasuki bonus demografi.

Dia menyatakan, Indonesia baru pada 2019 yang lalu naik dari status lower middle income ke upper middle income (pendapatan 3.896-12.055 USD).

Tren pertumbuhan ekonomi kita tertahan relative stagnan dalam 17 tahun terakhir, bahkan hanya 5 persen dalam 5 tahun terakhir. Pendapatan PDB per Kapita juga lamban

“Tapi kita masih punya waktu untuk menaikkan pendapatan kita menuju negara high income yaitu 12.055 USD,” kata Faisal.

Brasil dan Afrika Selatan

Staf Khusus Presiden Jokowi Bidang Ekonomi Arif Budimanta mengungkapkan Indonesia harus bisa memanfaatkan momentum demografi ini karena kalau gagal mengkapitalisasi “momentum” yang ada, maka bonus demografi hanya akan menjadi bencana.

Arief mengatakan, Indonesia harus belajar dari kegagalan Brazil dan Afrika Selatan dalam mengkapitalisasi peluang bonus demografi.

“Periode bonus demografi di Brasil dimulai awal 1970-an dan berakhir pada 2018 yang lalu.
Brazil dianggap “gagal” mempersiapkan diri sejak awal periode bonus demografi dimulai,” kata Arif.

Resesi ekonomi yang terjadi di Brasil telah banyak mempengaruhi sektor formal sehingga pemerintah lebih memprioritaskan alokasi sumber daya untuk kebutuhan jaring pengaman sosial dan pensiun.

Hal tersebut mengakibatkan defisit anggaran yang sangat besar sehingga Brasil tidak mampu mengalokasikan sumber daya yang cukup untuk penyediaan akses pendidikan yang berkualitas, infrastruktur, kesehatan dan penyediaan lapangan pekerjaan.

Sedangkan untuk kasus Afrika Selatan, permasalahan utama terkait tingginya angka pengangguran. Terjadi diskoneksi antara tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang tidak bisa diimbangi oleh tingkat pertumbuhan lapangan pekerjaan.

Hal ini akibat adanya skill mismatch antara apa yang dibutuhkan oleh dunia kerja dengan apa yang bisa ditawarkan oleh pekerja.

Mismatch yang ada disebabkan karena kualitas pendidikan yang kurang baik dan kegagalan pemerintah meng-link-an antara kurikulum pendidikan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja.

“Sekitar 53% generasi milenial di Afrika Selatan menganggur karena tidak terserap pasar tenaga kerja,” kata Arif.

Karena itu, dalam konteks memanfaatkan momentum bonus demografi, Pemerintah RI akan mendorong peningkatan produktivitas dan daya saing Sumber Daya Manusia (SDM). Karena peningkatakan indeks pembangunan manusia sebesar 1 persen saja mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga 5 persen.

“Melalui berbagai ikhtiar diharapkan kita dapat keluar dari middle income trap, kejemuan pertumbuhan lima persen serta ketimpangan yang memecah persatuan bangsa,” ujar Arif Budimanta.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas