Soal RUU Ketahanan Keluarga, Komisi VIII : Negara Tak Boleh Masuk Wilayah Pribadi
Anggota Komisi VIII DPR Maman Imanulhaq menyebut beberapa pasal dalam Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VIII DPR Maman Imanulhaq menyebut beberapa pasal dalam Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga, terlalu masuk ke dalam ranah pribadi yang tidak perlu diatur oleh negara.
"Negara tidak boleh masuk terlalu jauh ke dalam wilayah privat," ujar Maman saat dihubungi, Jakarta, Rabu (19/2/2020).
Sejumlah pasal kontroversi dalam draf RUU Ketahanan Keluarga, seperti mewajibkan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) untuk wajib lapor, serta mengatur kewajiban istri, dinilai Maman sebuah aturan yang berlebihan.
Baca: Namanya Belum Diumumkan DPP PDIP, Gibran: Kita Tunggu Saja
"Intervensi yang berlebihan akan menghilangkan aspek keadilan termasuk keadilan gender," ucap politikus PKB itu.
Baca: Alasan PDIP Belum Umumkan Nama Calon Kepala Daerah Untuk Pilkada Solo, Bali, dan Makassar
Menurut Maman, PKB sejak awal berkomitmen untuk memperjuangkan keadilan gender. Oleh sebab itu, Fraksi PKB di parlemen akan mengkritisi regulasi apapun yang bersikap diskriminatif kepada perempuan.
"Kami akan lihat RUU itu secara keseluruhan. PKB setuju bahwa penguatan keluarga jadi solusi atas berbagai persoalan termasuk kekerasan, narkoba dan bullying tapi tidak dengan RUU," ucap Maman.
"Tapi mengimplementasikan undang-undang yang ada, serta menguatkan koordinasi semua pihak terkait," sambung Maman.
RUU Ketahanan Keluarga diusulkan lima orang yakni Ledia Hanifa dan Netty Prasetyani dari Fraksi PKS.
Kemudian, Endang Maria Astuti Fraksi Golkar, Sodik Mujahid Fraksi Gerindra, dan Ali Taher Parasong Fraksi PAN.