Draft RUU Ketahanan Keluarga Mengatur Pembagian Kamar Orangtua dan Anak
Sodik menerangkan, RUU Ketahanan Keluarga ini dirancang untuk menciptakan keluarga yang berkualitas.
Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM - Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga kini tengah dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Hal itu diungkapkan oleh seorang pengusul RUU Ketahanan Keluarga, yang tak lain merupakan Anggota DPR Fraksi Gerindra Sodik Mujahid, pada Selasa (18/2/2020) lalu.
Selain Sodik, RUU Ketahanan Keluarga diusulkan anggota Fraksi PKS Ledia Hanifa dan Netty Prasetiyani, anggota Fraksi Golkar Endang Maria Astuti, dan anggota Fraksi PAN Ali Taher.
Sodik menerangkan, RUU Ketahanan Keluarga ini dirancang untuk menciptakan keluarga yang berkualitas.
"Pendekatannya yaitu perlindungan keluarga, ketahanan keluarga, keluarga yang berkualitas," terang Sodik, seperti yang diberitakan Kompas.com, Selasa lalu.
Baca: Fraksi Golkar Tarik Dukungan Bahas RUU Ketahanan Keluarga
Kewajiban Istri dan Suami
Dalam RUU ini, pemerintah mengatur mengenai kewajiban istri dan suami dalam menjalankan kehidupan berumah tangga.
Terdapat tiga kewajiban istri tertuang dalam Pasal 25 Ayat (3).
Berikut kutipan RUU Ketahanan Keluarga Pasal 25 ayat (3) yang telah dirangkum Tribunnews.com:
a. Wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya;
b. Menjaga keutuhan keluarga; serta
c. Memperlakukan suami dan anak secara baik, memenuhi hak-hak suami dan anak sesuai norma agama, etika sosial, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Adapun kewajiban suami diatur dalam Pasal 25 Ayat (2).
Berikut empat kewajiban suami menurut RUU Ketahanan Keluarga, seperti yang dirangkum Tribunnews.com:
a. Sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan dan kesejahteraan keluarga, memberikan keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya, dan bertanggung jawab atas legalitas kependudukan Keluarga;
b. Melindungi keluarga dari diskriminasi, kekejaman, kejahatan, penganiayaan, eksploitasi, penyimpangan seksual, dan penelantaran;
c. Melindungi diri dan keluarga dari perjudian, pornografi, pergaulan dan seks bebas, serta penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya;
Baca: Komnas HAM: Diskriminatif Jika RUU Ketahanan Keluarga Atur Wajib Lapor Bagi LGBT
d. Melakukan musyawarah dengan seluruh anggota keluarga dalam menangani permasalahan keluarga.
Mengenai pasal kewajiban suami dan istri ini, Sodik menilai hal itu sudah diatur secara seimbang.
"Sebetulnya itu sudah seimbang antara kewajiban suami dan kewajiban istri, tapi berbeda fungsi," kata Sodik.
Memisah Ruang Tidur di Rumah
Dalam pemenuhan aspek ketahanan fisik, RUU Ketahanan Keluarga turut mengatur hingga persoalan kamar orangtua dan anak.
Dilansir Kompas.com, ketentuan itu tertuang dalam Pasal 33 RUU Ketahanan Keluarga.
Baca: Draft RUU Ketahanan Keluarga : Pasal Ancaman Terhadap Donor-Perjualbelian Sperma dan Ovum
Pada Pasal 33 Ayat (1) disebutkan bahwa keluarga bertanggung jawab memenuhi ketahanan fisik seperti memenuhi kebutuhan pangan, gizi dan kesehatan, hingga tempat tinggal layak huni.
"Setiap keluarga bertanggung jawab untuk memenuhi aspek ketahanan fisik bagi seluruh anggota keluarga, antara lain memenuhi kebutuhan pangan, gizi dan kesehatan, sandang, dan tempat tinggal yang layak huni," begitu bunyi Pasal 33 Ayat (1) RUU Ketahanan Negara.
Terkait ketentuan tempat tinggal layak huni, hal itu diatur lebih lanjut dalam Ayat (2).
Menurut Pasal 33 Ayat (2), terdapat tiga karakteristik yang harus dipenuhi keluarga guna memenuhi aspek ketahanan fisik tersebut.
1. memiliki sirkulasi udara, pencahayaan, dan sanitasi air yang baik;
2. memiliki ruang tidur yang tetap dan terpisah antara orangtua dan anak, serta terpisah antara anak laki-laki dan perempuan.
3. tersedianya kamar mandi dan jamban yang sehat, tertutup, dapat dikunci dan aman dari kejahatan seksual.
Istri Berhak Cuti Melahirkan dan Menyusui Selama 6 Bulan
Tak hanya itu, RUU Ketahanan Keluarga juga mengusulkan adanya perpanjangan waktu untuk cuti melahirkan dan menyusui bagi istri yang bekerja.
Dalam RUU Ketahanan Keluarga, hak cuti melahirkan dan menyusui bagi istri yang bekerja yakni menjadi enam bulan.
Baca: Draft RUU Ketahanan Keluarga : Pelaku BDSM, Homoseks, Lesbian dan Incest Wajib Direhabilitasi
Namun, pasal ini hanya berlaku untuk lima instansi, yaitu pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga negara, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Sementara itu, perusahaan swasta tidak diatur di dalamnya.
Baca: Draft RUU Ketahanan Keluarga : Suami Harus Lindungi Keluarga dari Penyimpangan Seksual
Dilansir Tribunnews.com, berikut bunyi RUU Ketahanan Keluarga Pasal 29 Ayat (1) huruf a:
"(1) Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara, badan usaha milik negara (BUMN), dan badan usaha milik daerah (BUMD) wajib memfasilitasi istri yang bekerja di instansi masing-masing untuk mendapatkan:
a. hak cuti melahirkan dan menyusui selama 6 (enam) bulan, tanpa kehilangan haknya atas upah atau gaji dan posisi pekerjaannya,"
(Tribunnews.com/Widyadewi Metta/Vincentius Jyestha/Rina Ayu) (Kompas.com/Tsarina Maharani/Dani Prabowo)