Politisi PPP Nilai Wajar KPK Hentikan Penyelidikan 36 Perkara tapi . . .
Anggota Komisi III dari Fraksi PPP Arsul Sani anggap penghentian penyelidikan 36 perkara oleh KPK bukan hal yang aneh.
Penulis: Nidaul 'Urwatul Wutsqa
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM - Anggota Komisi III dari Fraksi PPP Arsul Sani menyoroti penghentian penyelidikan 36 perkara oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) bukan hal yang aneh.
Arsul Sani mengatakan pemberhentian penyelidikan dapat dilakukan apabila tidak ada bukti yang cukup untuk melanjutkan ke tahap penyidikan oleh KPK.
"Prinsipnya kan, kalau bukti permulaannya tidak cukup untuk dilanjutkan atau ditingkatkan ke tahap penyidikan, maka ya wajar dihentikan," kata Arsul Sani, dilansir Kompas.com, Kamis (20/2/2020).
Kendati demikian, Arsul Sani mengimbau agar KPK segera bertindak untuk menjelaskan kepada publik atas keputusannya.
Baca: Kritik Eks Ketua KPK kepada Firli Bahuri Setop 36 Perkara: Di Luar Kewajaran
Baca: Mahfud MD hingga ICW Soroti Keputusan KPK yang Hentikan Penyelidikan 36 Kasus Dugaan Korupsi
Ia mengatakan, KPK perlu mencegah timbulnya spekulasi di masyarakat bahwa KPK melakukan impunisasi kasus korupsi.
"Hanya untuk menilai wajar tidaknya penghentian, maka informasinya ya perlu dijelaskan," ujar Arsul Sani.
Di sisi lain, ia mengatakan bahwa penghentian penyelidikan bukanlah sesuatu yang final dilakukan oleh KPK.
Dalam hal ini, kembali Arsul Sani menegaskan agar KPK harus menyampaikan kepada publik mengenai 36 perkara tersebut sangat terbuka apabila ditemukan bukti baru yang dapat menguatkan.
"Bisa saja nanti harus dibuka lagi ketika ada bukti baru masuk baik berupa saksi, surat-surat atau petunjuk," pungkasnya.
Adapun 36 perkara yang dihentikan tersebut terjadi pada tahun 2011, 2013, dan 2018.
Sedangkan jenis perkaranya antara lain dugaan korupsi dan suap di kementerian, DPR RI, DPRD, kepala daerah, BUMN, serta aparat penegak hukum.
Walau demikian, ke-36 perkara yang dihentikan KPK tersebut tidak dapat diungkapkan ke publik.
Hal ini disampaikan sebelumnya oleh Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri.
Ali Fikri mengatakan pengungkapan perkara tersebut telah diatur dalam peraturan yan tertera pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Pihaknya mengatakan penghentian 36 perkara tersebut akan dilakukan dengan sangat hati-hati dan penuh pertimbangan.
"Selama proses penyelidikan dilakukan tidak terpenuhi syarat untuk ditingkatkan ke penyidikan, seperti bukti permulaan yang cukup, bukan tindak pidana korupsi dan alasan lain yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum," kata Ali Fikri.
Baca: Ketua PA 212: Korupsi Zaman Sekarang Jauh Lebih Dahsyat
Baca: Alasan Penghentian Penyelidikan 36 Kasus Korupsi, Ketua KPK: Bisa Disalahgunakan untuk Pemerasan
Tanggapan Indonesia Corruption Watch (ICW) Soal Penghentian Penyelidikan 36 Perkara oleh KPK
Sebelumnya, Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan sejak lima tahun terakhir, KPK telah menghentikan penyelidikan 162 perkara.
Oleh karenanya, ia menganggap penghentian penyelidikan tersebut merupakan hal yang wajar dilakukan KPK.
Menanggapi pernyataan tersebut, Peneliti ICW Wana Alamsyah akhirnya buka suara dan membandingkan dengan catatan KPK pimpinan sebelumnya dengan pimpinan sekarang.
Wana membuktikan sebanyak 162 perkara yang dihentikan oleh pimpinan KPK sebelumnya dapat dilihat rata-rata penyelidikan yang dihentikan hanya 2 perkara saja setiap bulan.
Namun, berbeda dengan era pimpinan baru yang dinilai akan memerosotkan kinerja dan peran KPK di negeri ini.
"Tetapi sejak pimpinan baru dilantik (20 Desember 2019), sudah ada 36 kasus yang dihentikan atau sekitar 18 kasus per-bulannya," kata Wana dalam keterangan tertulis, Kamis (20/2/2020), dilansir Kompas.com.
Lebih lanjut, menurut ICW banyaknya jumlah perkara yang dihentikan KPK pada proses penyelidikan merupakan bukti bahwa kinerja KPK tidak sebaik sebelumnya.
ICW khawatir pemberhentian penyelidikan 36 perkara ini suatu cara yang dilakukan Ketua KPK Firli Bahuri juga pimpinan lainnya dalam penyalahgunaan kekuasaan.
"Jangan sampai pimpinan KPK melakukan abuse of power dalam memutuskan penghentian perkara," ungkap Wana.
Kekhawatiran tersebut juga berdasarkan status Firli Bahuri yang merupakan polisi aktif dan dapat melibatkan unsur penegak hukum.
Oleh karenanya, dikhawatirkan memicu konflik kepentingan saat Firli membuat keputusan untuk menghentikan penyelidikan dalam perkara KPK.
Adapun ICW menuntut KPK agar menggelar perkara masalah penghentian penyelidikan yang dihadiri oleh para petugas KPK.
Petugas KPK tersebut antara lain mulai dari tim penyelidik, tim penyidik, dan tim penuntut umum.
(TRIBUNNEWS.COM/NIDAUL 'URWATUL WUTSQA)(KOMPAS.COM/HARYANTI PUSPA SARI)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.