Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

WALHI: Bersengketa dengan Perusahaan Sawit, 3 Warga Kalteng Jadi Tersangka

Polisi sudah menetapkan tatus tersangka kepada ketiganya, masing-masing bernama Hermanus, Dilik dan Pak James Watt.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Choirul Arifin
zoom-in WALHI: Bersengketa dengan Perusahaan Sawit, 3 Warga Kalteng Jadi Tersangka
KOMPAS IMAGES
ILUSTRASI 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Swadaya Masyarakat Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menyatakan tiga warga Desa Penyang dan Desa Tanah Putih yang bersengketa dengan perusahaan PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP) di Kotawaringin Timur (Kotim) Kalimantan Tengah kini ditahan.

Polisi sudah menetapkan tatus tersangka kepada ketiganya, masing-masing bernama Hermanus, Dilik dan Pak James Watt. 

Direktur Eksekutif WALHI Kalimantan Tengah Dimas N Hartono mengatakan tiga orang tersebut ditahan dan menjadi tersangka karena tuduhan pencurian, pasca aksi pemanenan massal tandan buah segar kelapa sawit oleh warga pada Desember 2019 silam.

Dimas mengatakan, dua warga di antaranya ditangkap dan ditahan polisi sejak 17 Februari 2020 atas tuduhan pencurian atas laporan pihak perusahaan.

Baca: Terkait Penangkapan Ririn Ekawati, Polisi Masih Lakukan Pemeriksaan

Namun Dimas heran, karena yang melakukan penangkapan terhadap keduanya bukan petugas Polsek atau Polres setempat, tapi petugas keamanan perusahaan dan oknum Brimob yang menjaga wilayah tersebut.

Baca: Pertumbuhan Ekonomi China Berpotensi Turun, Legislator PPP Minta Pemerintah Antisipatif

Dimas mengatakan, pihaknya tidak mengetahui apakah ada surat penangkapan terhadap mereka sebelumnya karena saksi dari pihak warga hanya ditunjukkan sepucuk surat namun tidak boleh menerima salinan surat tersebut.

Baca: Hong Kong Ingatkan Warga Tidak Cium Anjing, Pasca Temuan Positif Corona

Berita Rekomendasi

Satu orang lainnya ditahan setelah menghadiri pemanggilan kepolisian terkait dengan dua warga yang ditahan sebelumnya.

"Pak Hermanus, Pak Dilik, dan Pak James Watt statusnya telah tersangka dan ditahan. Pak James Watt saat ini sudah dititipkan ke Polres Palangkaraya," kata Dimas di kantor Eksekutif Nasional WALHI Jakarta Selatan pada Minggu (8/3/2020).

Terkait hal itu, Walhi akan mendatangi Mabes Polri, Kantor Staf Presiden dan Polda Kalteng dalam waktu dekat guna mengadukan persoalan ini.

"Rencananya kita akan ke Mabes Polri, Kantor Staf Presiden, dan Polda Kalteng," kata Dimas.

Berdasarkan catatan WALHI, konflik antara warga Desa Penyang dan Desa Tanah Putih dengan PT HMBP bermula ketika warga dari dua desa tersebut menuntut PT HMBP mengembalikan bekas lahan ladang warga yang dirampas PT HMBP.

Berdasarkan hasil pengukuran batas luar HGU ditemukan bahwa perusahaan telah melakukan penanaman di luar batas HGU seluas 1.865,8 Ha.

Batas tersebut di antaranya bagian barat tanah masyarakat di luar HGU seluas 117 Ha dan bagian selatan dan tenggara di luar HGU seluar 1.762 Ha (1.450 Ha telah ditanami sawit dan 276 Ha berada di kawasan hutan).

"Sebenarnya kasus ini bukan hanya terpatok pada 117 Ha, karena yang dilanggar oleh perusahaan itu 1.800-an hektar yang di luar HGU dan IUP mereka."

"Jelas-jelas perusahaan ini telah melanggar hukum. Tapi terjadu pembiaran dan ini harus ditindak. Karena kalau dibiarkan akan ada banyak perusahaan yang berperilaku sama," kata Dimas.

WALHI juga mencatat pada Oktober 2010 dan Agustus 2011 Bupati Kota Waringin Timur mengekuarkan surat peringatan kepada PT HMBP Nomor: 525/423.a/Ek.SDA/VIII/2011 yang pada intinya menyatakan PT HMBP telah bekerja di luar HGU.

Bupati mendesak agar PT HMBP mengembalikan lahan kepada masyarakat dan memberikan peringstan kepada PT HMBP untuk tidak melakukan pekerjaan di luar lokasi izin.

Pada 9 Maret 2011 Komnas HAM telah menyampaikan surat kepada Direktur PT HMBP untuk menindaklanjuti surat dari Bupati Kota Waringin Timur atas pengaduan dari desa yang berpotensi terjadinya pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam pasal 5 ayat 2 UU nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

"Rekomendasi Pansus DPR, Rekomendasi dari Kabupaten, hasil gelar perkara yang digelar BPN, itu semua dokumentasinya juga ada," kata Dimas.

Selain itu ia mengatakan legal manager perusahaan sudah membuat pernyataan di atas materai yang menyatakan "mengembalikan lahan tersebut/mitra".

"Karena bahasanya seperti itu maka warga memilih lahan itu dikembalikan. Kenapa? Karena kalaupun pola mitra itu mau jadi apa? Sawit yang sudah ditanam itu sudah sejak 2006. Hingga saat ini sudah berapa belas tahun itu?" kata Dimas.

WALHI mencatat sejumlah kerugian warga diantaranya warga telah kehilangan tanah adat sejak tahun 2006 sampai saat ini.

Sebuah balai keramat dan lima rumah wagra dirobohkan pada lokasi yang diklaim perusahaan.

Warga juga tidak bisa lagi mengakses likasi lahan sengketa dan akses yang ke lokasi dijaga ketat oleh satpam dan oknum anggota Brimob.

Warga yang rumahnya berada di tengah lokasi lahan perkebunan kini tidak bisa pulang serta anak-anaknya tidak bisa sekolah karena akses jalan telah ditutup dan dijaga pihak keamanan.

Selain itu pondok warga yang ada dilokasi lahan sengketa dihancurkan sekua oleh oknum aparat bersama petugas keamanan PT HMBP.

Meski begitu, hingga berita ini ditulis, Tribunnews.com belum mendapatkan konfirmasi baik dari PT HMBP atau pihak kepolisian setempat. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas