KPK Fokus Rampungkan Berkas Perkara dan Buru Tersangka Setelah Hakim Tolak Praperadilan Nurhadi
KPK saat ini sedang fokus menyelesaikan berkas perkara tiga tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi penanganan perkara di Mahkamah Agung
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini sedang fokus menyelesaikan berkas perkara tiga tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA) tahun 2011-2016.
Selain itu, KPK juga terus berusaha mencari keberadaan tiga tersangka dalam kasus ini yang berstatus buron, yakni eks Sekretaris MA Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono serta Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.
Baca: Jokowi: Kebijakan Belajar Dari Rumah, Bekerja Dari Rumah, Ibadah Di Rumah Perlu Terus Digencarkan
Hal tersebut dikatakan Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menyikapi keputusan hakim tunggal pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menolak gugatan praperadilan Nurhadi dkk.
"Penyidik KPK hingga saat ini sedang menyelesaikan berkas perkara dan terus berupaya mencari keberadaan para DPO [Daftar Pencarian Orang]," kata Ali saat dimintai konfirmasi, Senin (16/3/2020).
KPK kemudian mengultimatum agar ketiga tersangka bersikap kooperatif untuk menyerahkan diri.
Ditambahkan Ali Fikri, KPK meminta bantuan masyarakat agar memberikan informasi keberadaan Nurhadi cs.
Baca: BREAKING NEWS: Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Kembali Tolak Praperadilan Nurhadi
"Kepada masyarakat apabila melihat dan bertemu dengan para DPO segera melaporkan pada kesempatan pertama kepada aparat penegak hukum terdekat atau aparat pemerintah, RT/RW atau kelurahan, dan atau kepada KPK melalui call center 198," ujar Ali.
Nurhadi bersama Rezky Herbiyono dan Hiendra Soenjoto ditetapkan KPK sebagai tersangka pada 16 Desember 2019. Namun, hingga saat ini ketiganya masih buron.
Baca: Alasan Pimpinan KPK Nawawi Pomolango Hadir Dalam Sidang Praperadilan Nurhadi
Nurhadi diduga menerima gratifikasi atas tiga perkara di pengadilan.
Ia disebut menerima janji dalam bentuk 9 lembar cek dari PT MIT serta suap atau gratifikasi dengan total Rp46 miliar.
Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan dari perkara operasi tangkap tangan (OTT) dalam kasus pengaturan perkara di Mahkamah Agung pada 2016.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Kembali Tolak Praperadilan Nurhadi
Hakim tunggal pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Hariyadi, menolak gugatan praperadilan mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi.
Dengan ditolaknya gugatan praperadilan tersebut, penetapan tersangka Nurhadi yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sah.
Ini merupakan kali kedua gugatan Nurhadi ditolak hakim.
Baca: KPK Minta Hakim Tolak Praperadilan Nurhadi Cs
Sebelumnya, dia mengajukan gugatan pada Januari lalu dan ditolak hakim.
"Menyatakan permohonan praperadilan Pemohon I, Pemohon II, dan Pemohon III tidak dapat diterima," ujar hakim Hariyadi saat sidang pembacaan putusan hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (16/3/2020).
Baca: Alasan Pimpinan KPK Nawawi Pomolango Hadir Dalam Sidang Praperadilan Nurhadi
Hakim Hariyadi juga mengabulkan eksepsi yang diajukan pihak KPK.
"Mengabulkan eksepsi termohon praperadilan," kata Hariyadi.
Untuk diketahui, permohonan gugatan itu diajukan oleh tiga pemohon. Mereka yaitu, Nurhadi, menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal, Hiendra Soenjoto.
KPK menetapkan status tersangka kepada Nurhadi atas dugaan menerima suap Rp 33,1 Miliar dari Hiendra Soenjoto melalui menantunya Rezky Herbiyono.
Baca: KPK Cecar Thong Lena Soal Kepemilikan Aset Nurhadi
Upaya suap itu diduga untuk memenangkan Hiendra di perkara perdata kepemilikan saham PT MIT yang berperkara di MA.
Selain itu, KPK mengungkapkan Nurhadi melalui Rezky diduga menerima janji berupa 9 lembar cek dari Hiendra terkait perkara PK di MA. Namun diminta kembali Hiendra karena perkara kalah di sidang.
Adapun, untuk kasus gratifikasi, Nurhadi diduga menerima Rp 12,9 miliar selama kurun waktu Oktober 2014 sampai Agustus 2016.
Uang itu untuk pengurusan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA, serta Permohonan Perwalian.
KPK Temukan Belasan Moge dan 4 Mobil Mewah di Villa Milik Nurhadi
Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak Senin (9/3/2020) siang hingga saat ini tengah berada di sebuah villa di kawasan Ciawi, Bogor, Jawa Barat.
Villa itu diduga milik eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi yang berstatus buron.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menyampaikan, tujuan tim penyidik di sana adalah untuk mencari Nurhadi, serta dua buron lainnya yakni Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto dan menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono.
Baca: Menteri LHK: Saya Kawal Derap Langkah Dinas LH se-Indonesia Wajib Sama
Baca: Jadwal Liga Champions 2020, Berikut Urutan Pertandingan Leg 2 Babak 16 Besar
Selain memburu ketiga tersangka buron di vila Ciawi, kata Ali, tim juga berusaha mencari para istri dari tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi penanganan perkara di MA tahun 2011-2016 itu. Saat ini, imbuhnya, tim belum selesai menggeledah.
"Namun, untuk para tersangka, para DPO, Pak NHD dan kawan-kawan, termasuk istrinya, dan istri dari Pak RH itu tidak atau belum ditemukan oleh penyidik KPK," ungkap Ali di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (9/3/2020) malam.
Akan tetapi, Ali mengatakan, tim KPK menemukan belasan motor gede (moge) dan empat mobil mewah di dalam gudang vila tersebut.
"Sementara informasi ada Land Cruiser, tapi saya belum update lebih lanjut. Ada beberapa motor gede. Saat ini masih berlangsung penggeledahannya," kata Ali.
Kata Ali, tim sudah menyegel belasan moge dan empat mobil mewah tersebut.
"Sementara kami masih melakukan penyegelan KPK Line terhadap barang-barang bergerak tadi, motor mewah, dan mobil mewah di gudang di vila tersebut," katanya.
Dalam kasus ini, KPK menyangka Nurhadi dan Rezky Herbiyono menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 46 miliar.
Suap diduga diberikan oleh Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.
KPK menyangka Hiendra memberikan uang itu untuk sejumlah kasus perdata yang melibatkan perusahaannya.
Hingga sekarang, KPK belum bisa menangkap Nurhadi, Rezky, maupun Hiendra. Ketiganya dinyatakan masuk sebagai daftar pencarian orang (DPO).