Jokowi Jelaskan Alasan Tidak Ingin Lockdown
Presiden mengingatkan agar tidak melakukan karantina dalam cakupan wilayah yang luas atau menggunakan istilah lockdown
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Pemerintah Daerah agar memiliki satu visi yang sama dengan Pemerintah Pusat dalam menangani Pandemi Covid-19.
Dengan adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), daerah tidak mengambil kebijakan yang bertentangan dengan pemerintah pusat.
Menurut Presiden, opsi kebijakan PSBB diambil setelah pemerintah mempelajari kebijakan yang diambil pemerintah luar negeri dalam menghadapi pandemi Corona.
Setiap kebijakan, kata Presiden, ada baik dan buruknya, sehingga harus disesuaikan dengan karakteristik Indonesia.
Baca: 149 Kasus Baru dalam 24 Jam, Tren Pasien Terinfeksi Covid-19 di RI Kembali Naik
Baca: Seorang Pasien Covid-19 di Kota Tasikmalaya Sembuh, Kondisi Dua Lainnya Mulai Membaik
Baca: Relawan, Yayasan hingga Partai Politik Bantu Masyarakat Basmi Virus Covid-19 di Depok
"Kita ini bekerja berdasarkan aturan UU yang ada, kita bekerja juga karena alasan konstitusi, jadi pegangannya itu, kalau ada UU mengenai Karantina Kesehatan ya itu yang dipakai, jangan membuat acara sendiri-sendiri, sehingga pemerintahan berada dalam satu visi yang sama," kata Presiden usai meninjau Rumah Sakit Darurat di Pulau Galang, Kepulauan Riau, Rabu (1/4/2020).
Menurutnya, saat ini yang dibutuhkan adalah kerjasama antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, sehingga langkah penanganan dan antisipasi dapat berjalan efektif.
Mulai dari penanganan kesehatan masyarakat yang terpapar virus Covid-19 maupun jaring pengamanan sosial bagi masyarakat yang terdampak.
"Ini penting sekali, ini menyangkut nanti orang yang mudik, yang kemudian di sana ada isolasi mandiri, kepala desanya bisa menyelenggarakan itu, meskipun hanya satu orang atau dua orang, tapi bisa menyelenggarakan itu. Di desa juga mampu menyiapkan jaring pengamanan sosial, bantuan sosial, bagi mereka, sehingga ini bekerja dari pucuk yang paling atas sampai yang berada di paling bawah. Pegangannya satu undang-undang," katanya.
Presiden Jokowi menilai, pembatasan-pembatasan sosial yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah memang masih dalam tahap wajar dan tidak bertentangan dengan Pemerintah Pusat.
Hanya saja, Presiden mengingatkan agar tidak melakukan karantina dalam cakupan wilayah yang luas atau menggunakan istilah lockdown atau karantina total.
"Saya kira saat ini belum ada yang berbeda, dan kita harap tidak ada yang berbeda , bahwa ada pembatasan sosial, pembatasan lalu lintas saya kira itu pembatasan batasan yang wajar, daerah ingin mengontrol wilayahnya," kata Presiden.
Apalagi, menurut Presiden pemerintah daerah menggunakan istilah lockdown atau karantina total. Karena apabila lockdown, maka semua aktivitas, termasuk aktivitas ekonomi berhenti.
"Tapi sekali lagi tidak dalam bentuk keputusan besar misalnya karantina wilayah dalam cakupan yang gede, atau istilah yang sering dipakai lockdown. Lockdown itu apa sih, karena harus sama. Lockdown itu orang tidak boleh keluar rumah, transportasi berhenti, baik itu bus, kendaraan pribadi, sepeda motor , kereta api, pesawat. Kegiatan kantor semuanya dihentikan. Kan kita tidak mengambil jalan yang itu," tegas Presiden.
Presiden kembali menegaskan, dengan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), aktivitas ekonomi tetap berjalan, namun masyarakat melakukan social distancing atau Phsycal distancing.
"Jadi kalau kita semuanya disiplin melakukan itu, jaga jarak aman, cuci tangan setiap habis kegiatan, jangan pegang hidung, mulut, mata, kurangi itu, kunci tangan kita , sehingga penularannya bisa dicegah," katanya.
Persetujuan Menkes
Deputi IV Kantor Staf Presiden Juri Ardiantoro menjelaskan, opsi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diambil dengan tiga pertimbangan.
Pertama, pertimbangan keselamatan warga. Kedua, pertimbangan karakteristik bangsa yang memiliki luas wilayah dan penduduk yang besar. Ketiga, pertimbangan kemampuan pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat.
Hal itu disampaikan Juri Ardiantoro saat konferensi pers melalui disiarkan langsung siaran YouTube BNPB Indonesia, Rabu (1/4).
"Atas dasar pertimbangan-pertimbangan itu lah, kebijakan ini diambil sebagai lanjutan kebijakan yang sebelumnya telah diambil pemerintah dalam penanganan Covid-19," katanya.
Juri menambahkan, kebijakan ini tak ada ubahnya dengan kebijakan sosial distancing yang sudah berjalan selama ini.
Hal itu juga merujuk Pasal 4 PP 21/2020, pembatasan Sosial Berskala Besar paling sedikit meliputi: peliburan sekolah dan tempat kerja; pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.
"Memang benar sudah dilakukan pembatasan ini sebelumnya, tapi PP ini diterbitkan pemerintahan agar pelaksanaan pembatasan sosial ini lebih tegas, efektif, terkoordinasi dan lebih disiplin," jelasnya.
Juri mengatakan, pemerintah daerah dapat mengajukan PSBB untuk lingkup satu provinsi atau hanya mencakup kabupaten atau kota. Namun seluruh permintaan PSBB harus dengan persetujuan menteri kesehatan.
Sehingga, Juri menegaskan, tidak semua daerah dapat atau wajib memberlakukan kebijakan ini. Ada banyak pertimbangan yang harus diambil untuk menentukan suatu daerah menjalankan PSBB.
"Dengan pengertian ini artinya tidak semua daerah dapat atau harus melaksanakan kebijakan pembatasan sosial berskala besar ini, karena PSBB ini harus berdasarkan pada pertimbangan yang lengkap konfrehensif, menyangkut epidemiologi, besarnya ancaman, efektivitas lingkungan sumber daya, teknik operasional, pertimbangan politik sosial ekonomi budaya pertahanan dan keamanan," jelas Juri.
Ia menyebut kriteria PSBB tidak mudah dan sederhana. Harus dilihat berapa jumlah kasus jumlah kasus atau kematian akibat corona. Atau kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain.
"Jadi inilah cara-cara yang oleh pemerintah diatur oleh peraturan pemerintah diatur jika daerah ingin menerapkan kebijakan sosial berskala besar," kata Juri.
Hal yang sama dikatakan oleh Menko Polhukam Mahfud MD. Ia menegaskan, pemerintah daerah tetap harus menerapkan kebijakan yang memiliki ritme sama dengan pemerintah pusat, yakni melalui pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
"Pemerintah daerah diberi keleluasaan untuk bergerak di dalam kebijakan itu, tetapi tetap dengan ritme kekompakan dengan pemerintah pusat seperti yang selama ini," ujar Mahfud, dalam video yang diterima Tribunnews.com, Rabu (1/4). (taufik/fransiskus/fahdi/vincentius/tribunnetwork/cep)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.