Pemerintah Diminta Prioritaskan UMKM dalam Program Pemulihan Ekonomi
krisis kali ini berbeda dibandingkan kondisi 1998. Sebab, kala itu UMKM masih tumbuh, bahkan mampu menjadi penyelamat perekonomian
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun meminta pemerintah memprioritaskan penyelamatan ekonomi rakyat, terutama pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dalam penanggulangan krisis ekonomi dampak pandemi virus corona (COVID-19).
Sebab, kata dia, krisis ekonomi yang baru mulai muncul akibat COVID-19 sudah memukul UMKM.
Misbakhun mengatakan, krisis kali ini berbeda dibandingkan kondisi 1998. Sebab, kala itu UMKM masih tumbuh, bahkan mampu menjadi penyelamat perekonomian nasional.
“Pada krisis 1998, UMKM Indonesia menjadi andalan ekspor karena harganya murah akibat depresiasi rupiah. Namun saat ini kondisinya jauh berbeda,” ujar Misbakhun melalui layanan pesan, Jumat (3/4/2020).
Legislator Partai Golkar itu menambahkan, saat ini banyak negara menerapkan social distancing dan physical distancing, bahkan penguncian diri atau lockdown demi mencegah penularan COVID-19. Efeknya ternyata sangat signifikan terhadap UMKM di Indonesia.
“Saat ini UMKM kita yang pertama kena imbas. Mereka tidak lagi hanya kesulitan memasarkan produknya, bahkan ada yang berhenti berproduksi,” ulas Misbakhun.
Misbakhun mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi (COVID-19).
Selain itu, pemerintah juga mengalokasikan anggaran sebesar Rp 405,1 triliun untuk menangani pandemi virus corona dan imbasnya terhadap perekonomian.
Dari dana itu ada Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Selain itu, dari Rp 405,1 triliun itu juga ada alokasi anggaran sebesar Rp 150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.
Menurut Misbakhun, saat ini UMKM yang terimbas COVID-19 sangat membutuhkan bantuan. Dalam hitungannya, insentif untuk UMKM paling tidak berjalan selama 3 hingga 6 bulan.
“Para pengusaha UMKM itulah yang pertama harus diberikan infus pertolongan bailout melalui kredit ultramikro, kredit mikro dan KUR selama tiga bulan yang dibiayai negara. Kalau belum cukup ditambah dua bulan. Kalau masih kurang ditambah sebulan lagi sehingga total menjadi enam bulan,” cetusnya.
Misbakhun menuturkan, bantuan itu harus menjangkau semua cicilan kredit pelaku UMKM.
“Ini untuk semua jenis kredit UMKM dari institusi keuangan apa pun,” tegasnya.
Selanjutnya, tambahnya, negara juga membantu UMKM membayar tagihan listrik.
Misbakhun mengatakan, memang Presiden Jokowi telah membebaskan tagihan bagi 24 juta rumah tangga pelangan listrik berdaya 450 VA, serta memberikan diskon 50 persen untuk 7 juta rumah tangga pelanggan listrik 900 VA selama tiga bulan ke depan.
Namun, Misbakhun mengharapkan pemerintah juga memasukkan bengkel, workshop dan pabrik skala kecil ke dalam skema penerima bantuan subsidi listrik selama enam bulan.
“Skemanya adalah tiga bulan dibayarkan negara, ditambah dua bulan dan perpanjangan satu bulan,” katanya.
Misbakhun juga meminta pemerintah memasukkan UMKM dalam skema bailout dari dana Rp 150 triliun untuk program pemulihan ekonomi nasional. Menurutnya, Perppu Nomor 1 Tahun 2020 telah mengatur tentang skema quantitative easing atau pelonggaran kuantitatif.
Dengan skema itu, bank sentral membeli surat berharga yang diterbitkan pemerintah ataupun swasta. Tujuannya adalah menggerakkan perekonomian yang ujungnya penciptaan lapangan pekerjaan.
“Fase bailout pertama adalah UMKM. Negara hadir untuk mereka. Negara hadir untuk usaha rakyat kecil, kelompok ekonomi paling yang terdampak pertama akibat pandemi COVID-19,” katanya.