LPSK: Wiranto Ajukan Kompensasi Rp 65 Juta Terkait Kasus Penusukan di Pandeglang
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, (Menkopolhukam) Wiranto, mengajukan kompensasi kepada LPSK.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Maneger Nasution, mengatakan Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, (Menkopolhukam) Wiranto, mengajukan kompensasi kepada LPSK.
Upaya pengajuan kompensasi itu terkait insiden penyerangan dan penusukan yang dialami Wiranto di Pandeglang, Banten, pada 10 Oktober 2019 lalu.
Baca: Pelaku Penusukan Wiranto Dijerat Pasal Tindak Pidana Terorisme
"Wiranto mengajukan kompensasi kepada LPSK terkait insiden peyerangan terhadapnya yang terjadi di Pandeglang, Banten, 10 Oktober 2019 lalu," tutur Maneger Nasution, Jumat (10/4/2020).
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Terorisme mengatur kewajiban negara memberikan kompensasi kepada korban tindak pidana terorisme.
Kompensasi merupakan hak dari korban tindak pidana terorisme.
Baca: Sebarkan Hoaks Wiranto Dalang Rusuh Papua, Hanafi Divonis Penjara 1 Tahun 3 Bulan
Karena itu, kata dia, negara wajib hadir untuk kepentingan para korban dalam bentuk memberikan kompensasi atau ganti rugi kepada para korban.
Menurut dia, Wiranto merupakan korban tindak pidana terorisme.
Sehingga, kata dia, LPSK wajib memfasilitasi memberikan kompensasi dari negara.
Dia menjelaskan, kompensasi itu sudah diajukan ke pengadilan.
Uang kompensasi akan diberikan kepada Wiranto apabila pengadilan memutuskan dia berhak menerimanya.
Baca: Wiranto: Isu Ketidakpercayaan Pada Pemerintah Soal Corona Tidak Benar
Karena itu, pemberian kompensasi baru bisa diberikan setelah pengadilan memutuskannya.
"Meski hakim putus pelaku bersalah, tetapi tak memberi kompensasi, itu tergantung hakim. LPSK mengajukan permohonan kompensasi bagi korban atas nama Wiranto dan Fuad Syauqi sebesar Rp 65.232.157," ujarnya.
Dia menambahkan tanpa diminta Wiranto LPSK harus memfasilitasi pemberian kompensasi tersebut.
Hal itu diatur dalam UU LPSK.
Di UU tersebut dijelaskan, kalaupun korban tidak mengajukan kompensasi, LPSK wajib mengajukan kepada negara agar yang bersangkutan mendapatkan kompensasi.
"Untuk korban terorisme, pengajuan kompensasi ke LPSK harus disertai dengan bukti berupa surat keterangan dari kepolisian yakni densus maupun BNPT. Namun, untuk kasus penusukan Wiranto, pernyataan dari kepolisian sudah cukup kuat bahwa insiden tersebut merupakan tindak terorisme," tambahnya.
Untuk diketahui, Syahrial Alamsyah (51) alias Abu Rara, pelaku penusukan terhadap mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto, didakwa telah melakukan tindak pidana terorisme. Selain Syahrial, Fitria Diana alias Pipit, istrinya, juga dijerat tindak pidana tersebut.
Sidang perdana kasus penusukan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, pada Kamis (9/4/2020). Terdakwa mendengarkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum melalui teknologi teleconference dari rumah tahanan khusus teroris di Cikeas, Jawa Barat.
"Perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 15 juncto Pasal 6 juncto Pasal 16 A Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-undang," ujar JPU Herry Wiyanto, saat membacakan dakwaan Kamis (9/4/2020).