Pelatihan Kartu Prakerja Mirip Konten Youtube, DPR: Mirip Bagi-bagi Uang ke Perusahaan Digital
Kalau materi pelatihan yang dimaksud sama seperti yang ada di media sosial, maka tidak perlu bekerja sama dengan lembaga-lembaga pelatihan lagi.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Program Kartu Pra-Kerja terus menuai kontroversi. Mulai program pelatihan daring yang memakan biaya Rp5,6 triliun yang dinilai tidak efektif, hingga keterlibatan mitra kerja pelatihan yang dinilai tidak etis.
Ekonom dari Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara mengkritik, materi-materi pelatihan yang diberikan kepada penerima Kartu Prakerja tak banyak berbeda dengan yang sudah banyak beredar di internet saat ini.
”Yang saya lihat di YouTube, mau mencari pelatihan teknis apa pun secara online dari A-Z, di YouTube lebih bagus daripada di Kartu Prakerja sekarang,” ujar Bhima, Senin (20/4/2020).
Bhima menilai, secara keseluruhan program Kartu Prakerja ini formatnya tak pas. Pasalnya, bantuan yang paling dibutuhkan pengangguran saat ini adalah bantuan langsung tunai (BLT), bukan pelatihan apalagi jika materinya tak relevan.
Dia mencontohkan, salah satu materi yang diterima oleh para ojek online tentang materi manajemen waktu dan stres. Ia menilai kemampuan tersebut sudah lebih mumpuni dimiliki oleh para ojol yang sehari-hari telah mempraktikkan.
Selain itu ada pula materi tentang pembuatan CV yang tujuannya kurang tepat, yaitu malah diperuntukkan untuk mendaftar beasiswa.
Padahal, para pendaftar Kartu Prakerja bisa saja korban PHK yang relatif tidak membutuhkan itu untuk kondisi sulit ini.
"Apa maksudnya pengangguran disuruh cari beasiswa LPDP? Kuliah ke luar negeri? Jadi tidak menyelesaikan masalah, padahal industri butuhnya bukan itu," kata dia.
Baca: Cerita Krisnawati, Driver Ojol Cantik yang Trauma Diusili Customer Pria
Salah satu kebijakan yang menurutnya justru bisa ditiru oleh pemerintah Indonesia dari Malaysia ialah pemberian kuota internet gratis. Sebab ketika aktivitas ekonomi konvensional lumpuh di masa pandemi, maka perekonomian bisa digerakkan secara online.
Baca: Refly Harun Mendadak Dicopot dari Jabatan Komisaris Utama Pelindo I, Apa Alasannya?
Selain itu, para pekerja pun masih bisa mendapatkan informasi-informasi secara mandiri jika ternyata pelatihan dari Kartu Prakerja tak efektif. "Kalau hanya bikin CV, manajemen stress, semua ada di YouTube, gratis, asalkan pemerintah mau kasih subsidi internetnya," kata dia.
Baca: Kisah Viral Pak Ngadino: Tukang Becak Numpang Pipis Diteriaki Maling, Dibogem Satpam Museum
Program Kartu Prakerja dengan target penerima 5,6 juta orang dan anggaran total Rp 20 triliun itu, kata Bhima, semestinya bisa ditentukan prioritasnya untuk pemberian bantuan langsung tunai.
"Ada 5,6 (juta orang) pelatihan online, (dialihkan BLT) masing-masing orang Rp 1 juta untuk makan dan kebutuhan pokok. Kini, mencuat lagi pelatihan online itu, pembelajarannya sejenis yang ada di YouTube secara gratis. Tidak perlu bayar mulai dari Rp50 ribu sampai Rp1 juta,” ujarnya.
Anggota Komisi IX DPR DPR, Saleh Daulay mendesak pemerintah memaparkan secara detail terkait materi dari lembaga pelatihan yang telah bekerja sama dengan Program Kartu Prakerja.
Saleh menduga pelatihan peserta program Kartu Pra Kerja yang diberikan tidak jauh berbeda dengan apa yang ada dimedia-media sosial.
“Lihat saja di youtube, di FB, di video, dan media-media sosial lain. Ada banyak pelatihan gratis. Misalnya, pelatihan beternak kambing, ayam, udang, ikan, dan lain-lain," ujar Saleh kepada wartawan, Jakarta, Senin (20/4/2020).
"Ada juga pelatihan bertanam palawija seperti cabai, bayam, jagung, wotel, mentimun, dan lain-lain. Bahkan banyak juga pelatihan dan panduan bisnis online yang dapat diikuti secara gratis," sambung Saleh.
Wakil Ketua Fraksi PAN di DPR menilai kalau materi pelatihan yang dimaksud sama seperti yang ada di media sosial, maka tidak perlu bekerja sama dengan lembaga-lembaga pelatihan lagi.
"Pelatihan lewat media sosial sudah sangat banyak. "Rata-rata, pelatihan tersebut dibuka dan diberikan secara gratis," papar Saleh.
Saleh mengatakan, pemerintah perlu menjelaskan langkah yang akan dilakukan oleh peserta pelatihan setelah selesai mengikuti program tersebut. Apakah sudah ada perusahaan yang siap menampung mereka bekerja, atau paling tidak magang?
Lalu, apakah ada skema pemberian modal kepada mereka jika nanti ada rencana untuk membuka usaha sendiri?
“Jangan sampai, sebelum ikut program mereka menganggur, setelah ikut juga menganggur. Itu artinya mereka menganggur dua kali, mereka hanya dapat insentif pelatihan saja. Kalau begitu modelnya, kartu prakerja ini persis sama dengan bantuan-bantuan sosial lainnya," tutur Saleh yang juga Wakil Ketua MKD di DPR.
Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sukamta, menilai program Kartu Prakerja layaknya program bagi-bagi uang ke perusahaan digital.
"Ada kesan kuat di masyarakat bahwa ini seperti bagi-bagi uang kepada vendor perusahaan digital, yang mana sebenarnya mereka juga sudah untung dengan peningkatan penggunaan aplikasi mereka sebagai dampak kebijakan semua serba dilakukan dari rumah (stay at home) melalui rasana daring," kata Sukamta kepada wartawan, Senin (20/4/2020)
Sukanta tak menampik, kartu prakerja adalah janji kampanye Presiden Jokowi yang harus direalisasikan. Namun anggaran Rp5,6 triliun tentu bukan angka yang sedikit.
"Harga bahan sampai Rp1 juta per orang. Kalau diakses 3,5 juta orang kan sudah 3,5 trilliun harga mendownload materi itu. Kalau modal materi dan pelaksanaannya, proyek ini paling besar bernilai beberapa ratus miliar saja, tidak sampai Rp5,6 triliun," ujarnya.
Anggota Banggar DPR RI itu memberi masukan, semestinya kalau mau niat membantu, pemerintah harus menghargai sesuai dengan harga yang wajar.
"Toh bahan- bahan itu sudah bisa ditemukan di internet secara gratis. Tidak ada yang istimewa sekali. Apalagi kalau sudah download tidak ada jaminan bisa diterima kerja atau membuat pekerjaan. Kemungkinan akan kembali menganggur," lanjutnya.(tribun network/yud/sen/dit/den/dod)