Mbak Tutut: Ibu Tien Soeharto Meninggal Bukan Karena Tertembak
Tien Soeharto yang memiliki nama lengkap Raden Ayu Siti Hartinah meninggal pada 28 April 1996.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Choirul Arifin
Laporan wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah 24 tahun kepergiannya, putri sulung Presiden kedua RI Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana (Tutut Soeharto atau Mbak Tutut) mengungkap fakta sebenarnya mengenai wafatnya ibunda tercinta, Tien Soeharto.
Pengungkapan fakta ini untuk membantah rumor yang selama ini beredar, bahwa Tien Soeharto menghembuskan nafas terakhirnya setelah tertembak oleh adik-adiknya.
"Sebelum Allah memanggil saya, masyarakat harus tahu kebenarannya. Dan alhamdulillah sekarang ada medsos, yang alhamdulillah sayapun ikut aktif di sana," ujar Tutut, seperti dikutip Tribunnews.com dari laman tututsoeharto.id, Kamis (30/4/2020).
Tien Soeharto yang memiliki nama lengkap Raden Ayu Siti Hartinah meninggal pada 28 April 1996. Ia wafat pada usia 72 tahun.
"Lalu saya mendengar berita tersebar, bahwa ibu wafat karena tertembak oleh adik-adik saya. Saya heran, siapa manusia yang tega menyebarkan berita keji tersebut," ucap Tutut.
Baca: Berkas Kasus Narkoba Vitalia Sesha Sudah Diserahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Barat
"Demi Allah, apa yang bapak ceritakan, itu yang terjadi. Tadinya saya akan diamkan saja. Tapi rasanya berita itu semakin diulang-ulang ceritanya oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab," tutur Menteri Sosial Republik Indonesia pada Kabinet Pembangunan VII.
Baca: Tayang di Netflix, Camila Mendes Jadi Perempuan Kaya Raya di Film Dangerous Lies
Mbak Tutut berkisah, 24 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 28 April 1996, Ibunda tercinta telah dipanggil Allah SWT.
Pada saat itu Mbak Tutut sedang bertugas memimpin sidang organisasi donor darah dunia di Prancis dan London, Inggris.
Baca: Terimbas Corona, Grab Tawarkan Cuti Tanpa Gaji dan Pengurangan Jam Kerja Karyawan
Ketika itu Mbak Tutut menjabat sebagai Presiden Donor Darah Dunia. Mendengar kabar lelayu itu, ia langsung kembali ke Jakarta.
"Itulah perjalanan paling lama yang saya rasakan selama saya bepergian," ucapnya.
Sang suami menjemput Mbak Tutut di Singapura dan langsung menuju ke Solo. Jenazah ibunya sudah ada di sana.
Baca: Iuran Peserta Jamsostek Direlaksasi Hingga 90 Persen
Setelah bertemu dengan jenazah sang ibu, Tutut semobil dengan ayahnya, berangkat ke kompleks pemakaman di Giribangun.
Di dalam perjalanan menuju makam, dengan suara yang dalam, tiba-tiba ayahnya bercerita mengenai detik-detik kepergian sang ibu.
“Ibumu pagi itu, mengeluh. 'Bapak, aku kok susah nafas yo.' Bapak tanya mana yang sakit bu."
"Ibumu bilang, 'Ora ono sing loro (tidak ada yang sakit), mung susah nafas pak (hanya susah nafas pak).'"
"Bapak bertanya lagi, 'Dadanya sakit nggak bu.'”
Ibumu berbisik, 'Ora ono (tidak ada)'."
"Bapak rebahkan ibu dengan bantal yang agak tinggi, karena ibumu susah nafasnya. Bapak panggil ajudan untuk segera menyiapkan ambulans. Ibu harus dibawa ke rumah sakit segera," tutur Tutur mengulang kisah yang diceritakan ayahnya.
Tutut mencoba bertanya ke ayahnya, “Jadi ibu tidak mengeluh sakit sedikit pun pak?”
"Bapak menjawab dengan tegas, 'Tidak. Ibu hanya mengatakan susah nafas.'”
“Jam berapa itu pak?” tanya Mbak Tutut.
“Kurang lebih jam 3, kata bapak. Berarti setelah bapak sholat tahajut," ucap Tutut.
Kemudian ayahnya melanjutkan ceritanya.
“Di dalam perjalanan, ibumu sudah tidak sadar. Sampai di rumah sakit, semua dokter sudah berusaha untuk membantu ibumu. Tapi, Allah berkehendak lain," kenang Tutut mengulang kisah yang disamaikan ayahnya.
"Bapak terdiam tidak bicara lagi. Sepertinya, bapak ingin mengungkapkan perasaan hati yang kehilangan ibu dengan bercerita," kata Mbak Tutut.
"Tak dapat saya bendung air mata saya," ucap Tutut.
Sebagaimana diberitakan sekitar pukul 05.10 WIB, Ibu Negara dari Presiden kedua RI itu menghembuskan napas terakhir karena serangan jantung.