Buruh Tempuh Jalur Hukum Terkait Surat Edaran THR Menaker
Presiden KSPI, Said Iqbal, mengatakan akan menempuh jalur hukum atas diterbitkannya surat edaran itu.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak dikeluarkannya surat edaran Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Nomor M/6/HI.00.01/v/2020 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2020 di Perusahaan Dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Presiden KSPI, Said Iqbal, mengatakan akan menempuh jalur hukum atas diterbitkannya surat edaran itu.
Pihaknya akan mengajukan gugatan terhadap surat edaran itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Langkah yang akan diambil KSPI menolak surat edaran tersebut adalah
memPTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara,-red) surat edaran, karena bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015," kata Said Iqbal, dalam keterangannya, Kamis (7/5/2020).
Menaker Ida Fauziyah menerbitkan surat edaran itu untuk memastikan kewajiban pengusaha membayarkan Tunjangan Hari Raya atau THR keagamaan, menjelang Lebaran 1441 Hijriah ini.
Di SE itu, Menaker memberi sejumlah opsi keringanan, bagi pengusaha yang belum sanggup membayarkan THR sesuai aturan.
Mengacu peraturan terdahulu, THR diberikan kepada pekerja sejumlah penghasilan yang diterima per bulan.
Adapun bagi pekerja yang masa kerja kurang dari setahun tapi sudah lebih dari sebulan, diberikan secara proporsional.
Pembayaran dilakukan sekaligus, selambatnya tujuh hari sebelum hari raya.
Namun, Said Iqbal menilai surat edaran itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Menurut dia, setiap pengusaha wajib membayar THR 100 persen bagi pekerja yang memiliki masa kerja di atas 1 tahun.
Tanpa terlebih dahulu melalui perundingan. Adapun, kata dia, bagi yang masa kerja di bawah satu tahun, maka upah dibayarkan proporsional sesuai masa kerja.
“KSPI berpendapat, THR harus dibayar 100 persen bagi buruh yang masuk bekerja, buruh yang diliburkan sementara karena covid 19, buruh yang dirumahkan karena covid-19, maupun buruh yang di PHK dalam rentang waktu H-30 dari lebaran,” kata dia.
Dia menyerukan kepada para buruh untuk menolak pengusaha yang ingin membayar THR dengan menggunakan dasar surat edaran Menaker tersebut.
Dia menilai, di tengah pandemi corona ini, daya beli buruh harus tetap dijaga.
"Kalau THR dibayar di bawah 100 persen atau dibayar dengan cara mencicil atau menunda pembayaran, atau bahkan tidak dibayar sama sekali, maka akan memukul daya beli buruh di saat lebaran. Sehingga konsumsi akan turun drastis yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi makin hancur," ujarnya.
Dia mengecualikan perusahaan dengan kategori perusahaan menengah kecil seperti hotel melati, restoran non waralaba internasional, UMK, ritel berskala menengah ke bawah.
Sedangkan hotel berbintang, restoran besar atau waralaba internasional, ritel besar, industri manufaktur wajib membayar THR 100 persen dan tidak dicicil atau ditunda pembayarannya.
“Lebaran adalah waktu yang sangat penting dan penuh kebahagiaan yang dirayakan masyarakat Indonesia termasuk buruh. Jadi sungguh ironis jika THR dicicil atau ditunda, atau nilainya di bawah 100 persen," ujarnya.
Dia menambahkan buruh dan pengusaha tidak mematuhi surat edaran terkecuali ada audit pembukuan perusahaan yang menyatakan rugi dalam satu tahun terakhir dan tahun berjalan.
Apabila ada buruh merasa dirugikan, dia menambahkan, membuka posko pengaduan.
"KSPI membuka pengaduan buruh melalui Posko THR dan darurat PHK di 30 Provinsi," tambahnya.