Rancangan Perpres Soal Pelibatan TNI Atasi Terorisme Dinilai Rawan Tumpang Tindih Kewenangan
Militer tidak pernah dirancang untuk menjadi penegak hukum dan tidak punya kewenangan untuk penegakan hukum
Penulis: Gita Irawan
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menilai rancangan Peraturan Presiden tentang perluasan tugas TNI untuk mengatasi terorisme yang kini tengah menjadi bahan perbincangan rawan tumpang tindih kewenangan.
Hal itu sebagaimana termuat dalam draf rancangan Perpres tentang pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme yang menyatakan TNI memiliki fungsi penangkalan, penindakan, dan pemulihan.
Baca: Beredar Nama-nama 871 Purnawirawan TNI Dukung Said Didu Melawan Luhut Panjaitan
Padahal menurut Agus, militer tidak pernah dirancang untuk menjadi penegak hukum dan tidak punya kewenangan untuk penegakan hukum meski bisa membantu upaya tersebut.
Menurutnya upaya perbantuan penegakan hukum oleh TNI tersebut khususnya dalam penanganan keamanan dalam negeri bisa dirumuskan melalui Undang-Undang perbantuan TNI kepada otoritas sipil di masa damai.
Selain itu ia menilai saat ini upaya menangani terorisme sudah cukup efektif dilakukan oleh Polri.
Hal itu disampaikan Agus dalam diskusi publik yang diselenggarakan Komnas HAM via video konferensi pada Rabu (13/5/2020).
"Penerbitan Perpres untuk TNI dalam peran menangani terorisme akan rawan dengan tumpang tindih antar berbagai lembaga antara lain TNI, Polri, BNPT, Densus 88, dan lain-lain. Dalam hal ini kita bertanya apakah sudah ada kebijakan keamanan dalam negeri oleh pemerintah," ucap Agus.
"Kita bisa bertanya apa bedanya peran Polri dan BNPT, peran BNPT dan Densus 88, apa bedanya Polri dan Densus 88, atau instansi mana saja yang melaksanakan deradikalisasi," kata Agus.
Selain itu ia pun menilai sebaiknya pemerintah memberi kesempatan membuka wacana yang lebih luas untuk mengisi substansi Perpres tersebut demi mendapatkan kesepakatan dari semua elemen.
"Oleh karena itu lebih mendesak kebutuhan untuk menerbitkan Undang-Undang perbantuan TNI kepada otoritas sipil di masa damai," kata Agus.
Selain itu Agus menilai untuk memadukan unsur-unsur secara komprehensif maka diperlukan kebijakan keamanan dalam negeri yang menurutnya sampai saat ini belum ada.
Ketiadaan kebijakan keamanan dalam negeri tersebut menurut Agus disebabkan belum adanya lembaga yang diserahi kewenangan untuk merumuskan kebijakan dalam negeri.
"Karena masalah keamanan dalam negeri cukup kompleks dan rumit, saya menyarankan kementeiran baru yang bernama Kementerian Keamanan Dalam Negeri. Seorang menteri yang merumuskan kebijakan keamanan dalam negeri yang nanti secara operasional dijabarkan oleh lembaga-lembaga operasional," kata Agus.
Sebagaimana diketahui wcana terkait Perpres pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme kembali mencuat dalam beberapa hari terakhir setelah muncul kritik dari kelompok masyarakat sipil.
Baca: Panglima TNI Lepas Bantuan Kemanusiaan Seberat 12,9 Ton Untuk Republik Kepulauan Fiji
Sejumlah kritik tersebut di antaranya terkait perluasan tugas TNI dalam mengatasi terorisme hingha mencakup penangkalan, penindakan, dan pemulihan.
Kritik tersebut muncul terkait adanya kabar bahwa draft Perpres tersebut kini sudah diserahkan ke DPR untuk dibahas bersama pemerintah.