Pengawasan Bawaslu Ungkap Dugaan Politisasi Bansos Terjadi di 11 Provinsi
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI mencatat terdapat pembagian bansos saat pandemi Covid-19 di 23 Kabupaten/kota
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Upaya penegakan hukum Pemilu selama pandemi virus corona atau Covid-19 dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 terkait Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Salah satunya upaya menyalahgunakan bantuan sosial (bansos) bagi warga terdampak Covid-19.
Sampai saat ini, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI mencatat terdapat pembagian bansos saat pandemi Covid-19 di 23 Kabupaten/kota pada 11 provinsi yang diduga dipolitisasi calon petahana.
Data itu diperoleh dari hasil pengawasan yang dilakukan oleh jajaran Bawaslu Provinsi maupun Bawaslu Kabupaten/Kota.
Baca: Penyaluran Bansos Tunai (BST) di Kota Bogor, Bima Arya: Warga Bisa Daftar di Aplikasi Salur
Salah satu modus yang dipergunakan yaitu menempelkan gambar calon petahana dalam bansos.
Baca: Hak Gaji dan Asuransi ABK WNI di Kapal Long Xin 629 Belum Dibayarkan
Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo mengatakan, pengaturan konsep umum dan teknis penanganan pelanggaran pilkada tidak berubah pasca Perppu Nomor 2 Tahun 2020 terbit. Kewenangan penanganan pelanggaran Bawaslu Kabupaten/kota tetap mengacu pada pasal 30 huruf b, c, d, e Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 dan putusan MK no 48/PUU-XVII/2019.
Menurut dia, Perppu penundaan Pilkada itu tidak mengubah kewenangan Bawaslu Kabupaten/Kota.
Waktu penanganan pelanggaran baik yang bersifat laporan atau temuan tetap mengacu sesuai aturan UU Pilkada yakni hitungan 3+2 hari kalender.
Secara konsep umum dan teknis maka Bawaslu tetap mengacu Pasal 201 ayat 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Baca: Menteri Agama Minta Umat Islam Salat Idul Fitri di Rumah dengan Keluarga Inti
Jadi seluruh hal yang berkaitan dengan tugas pengawasan dan penanganan pelanggaran, Bawaslu tetap mengacu pada undang-undang tersebut.
"Bawaslu kabupaten/kota tetap berwenang, tidak ada perubahan mengenai pengaturan waktu dan tata cara penanganan pelanggaran, baik pidana, administrasi pidana maupun kode etik,” kata dia, seperti dilansir laman Bawaslu, Rabu (13/5/2020).
Dia menjelaskan, Bawaslu membangun sistem penanganan pelanggaran berbasis teknologi informasi, mendorong percepatan pembentukan Sentra Gakkumdu.
Peraturan bersama Sentra Gakkumdu dengan Kepolisian dan Kejaksaan juga akan direvisi, serta melakukan penguatan kapasitas pengawas pemilu dalam penanganan pelanggaran.
Baca: Link Streaming TransTV The World of The Married dan Sinopsis Episode 3, Tayang Rabu 13 Mei 2020
Pelaporan dan pemberitahuan kelengkapan syarat formil dan materill dalam penanganan pelanggaran dan tindak pidana pilkada ditengah pandemi covid 19 bisa melalui email/Whatsapp atau alat komunikasi lainnya.
Proses klarifikasi secara tatap muka langsung atau menggunakan teknologi informasi dengan memperhatikan berita acara (BA) klarifikasi dapat dikirimkan kepada para pihak yang diklarifikasi.
Pihak yang akan diklarifikasi memberikan surat pernyataan bersedia diambil klarifikasi melalui teknologi informasi, dan klarifikasi dilakukan perekaman.
“Saya kira ini beberapa penyesuaian-penyesuaian yang kami lakukan agar nanti pilkada yang dilakukan dimasa covid-19 ini tidak mengurangi kualitas dari proses dan juga tentu akan mempengaruhi kualitas dari hasil karena kualitas pemilihan tentu akan ditentukan dari dua hal tadi yaitu proses yang dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, dan hasilnya sesuai dengan apa yang menjadi pilihan rakyat,” katanya.
Selain itu, Bawaslu juga telah mengambil langkah strategis yaitu melakukan Workshop dengan Kepala Daerah seluruh Indonesia terkait potensi pelanggaran Pasal 71 UU 10 tahun 2016 beberapa waktu lalu.
Selain itu, Bawaslu melakukan koordinasi dengan Komisi Aparatur Dipil Negara (KASN) terkait penyamaan persepsi penanganan pelanggaran ASN.
Dia juga meminta semua pihak agar tidak menyalahgunakan bansos. Dia menilai tidak etis jika bantuan sosial yang digunakan untuk kegiatan kemanusiaan dijadikan kepentingan kontestasi pilkada.
Seharusnya bansos yang menjadi kewajiban pemerintah daerah sesuai dengan instruksi presiden harus betul-betul dimanfaatkan untuk kepentingan kemanusiaan bukan untuk Pilkada 2020.
“Harusnya dalam membantu dengan atau atas nama kemanusiaan jangan sampai ada embel-embel terselubung di dalamnya. Jika memberikan bansos kiranya tidak ada maksud dan tujuan tertentu. Apalagi sudah ada instruksi langsung dari presiden,” katanya.