Ambang Batas Parlemen 7 Persen Dinilai Terlalu Tinggi
Guspardi menyebutkan wacana menaikkan ambang batas parlemen bisa diartikan sebuah kemunduran demokrasi dan membungkam semangat reformasi.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI fraksi PAN Guspardi Gaus menyatakan batas ambang parlemen atau parliamentary threshold sebesar tujuh persen dalam draf RUU Pemilu yang akan mulai dibahas tahun 2020 dinilai terlalu tinggi.
Menurutnya, hal itu berimplikasi banyak partai politik yang terancam gagal melangkah ke Senayan.
Keterwakilan masyarakat yang telah memilih partai politik sebagai pilihannya tentunya jadi tidak bermakna. Suara rakyat akan hangus sia-sia.
Hal ini tentu membungkam dan memupus hakikat dan tujuan reformasi bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat.
"Ada upaya menghabisi partai menengah. Kesetaraan partai politik seakan dinafikan. Hal ini kurang elok sebagai negara yang berlandaskan demokrasi, dan seolah ingin membunuh dan mematikan hakikat kesetaraan politik, karena sudah layu sebelum berkembang," kata Guspardi kepada Tribunnews, Sabtu (23/5/2020).
Baca: Polda Metro Jaya Masih Selidiki Kasus Suap THR Pejabat Kemendikbud
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI ini menjelaskan dalam Pasal 414 ayat (1) UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan, "Partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit empat persen dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR".
Sementara dalam konsep RUU Pemilu 2020 pasal 217 disebutkan ambang batas parlemen menjadi tujuh persen.
"Kenaikan ambang batas dari 4 persen menjadi 7 persen jelas kurang rasional. Dengan ambang batas empat persen sebagaimana diatur dalam UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu sudah cukup berat didapatkan oleh partai pendatang baru," ujarnya.
Politikus asal Sumatera Barat ini menyebutkan wacana menaikkan ambang batas parlemen bisa diartikan sebuah kemunduran demokrasi dan membungkam semangat reformasi.
Baca: Foto-foto Ramainya Pengunjung Pasar Kebayoran Lama Jelang Idul Fitri di Tengah Pandemi Corona
Menurutnya akan ada jutaan suara pemilih terbuang percuma dan menjadi sia-sia.
Aspirasi dari masyarakat yang disalurkan melalui partai politik tidak bisa diteruskan ke parlemen karena partai politik tersebut tidak lolos dikarenakan ketentuan memenuhi angka parliamentary threshold.
"Hal ini jelas akan mendistorsi kedaulatan rakyat. Juga menafikan makna keragaman dan kebersamaan yang menjadi fondasi terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang menghormati suku, agama, kelompok, maupun golongan," ujarnya.