Syarat Warga Bisa Kembali ke Jakarta Harus Kantongi SIKM, Ini Dokumen yang Harus Disiapkan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menetapkan untuk bisa keluar masuk wilayah DKI Jakarta selama pandemi Covid-19 dan PSBB, harus miliki SIKM.
Penulis: Febia Rosada Fitrianum
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
TRIBUNNEWS.COM - Warga yang akan kembali ke wilayah DKI Jakarta harus memiliki Surat Izin Keluar Masuk atau SIKM selama pandemi Covid-19 dan juga penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Namun juga tak sembarang warga yang diperbolehkan untuk mendapatkan SIKM tersebut.
SIKM akan diberikan kepada yang memang diharuskan untuk keluar dan masuk wilayah DKI Jakarta.
Baca: Cara Mendapatkan SIKM Secara Online, Surat Izin Syarat Keluar Masuk DKI Jakarta Selama PSBB
Hal tersebut disampaikan dalam laman milik Pemprov DKI Jakarta, corona.jakarta.go.id.
Warga penerima SIKM adalah yang memang mendapatkan tugas dari pekerjaannya maupun kepentingan lain yang mendesak.
Dalam penerapan SIKM, tidak sembarang warga bisa keluar masuk dengan berasalan aktivitas dari pekerjaan.
Warga diperbolehkan mengurus SIKM apabila bidang pekerjaannya termasuk ke dalam sektor yang diperbolehkan beraktivitas selama PSBB.
Pemprov DKI Jakarta juga sudah menetapkan 11 sektor usaha yang masih diperbolehkan beroperasi maupun keluar masuk selama PSBB.
Yaitu seperti bidang kesehatan, bahan pangan atau makanan dan minuman, energi, serta komunikasi dan teknologi informatika.
Kemudian juga ada bidang keuangan, logistik, perhotelan, hingga konstruksi.
Pun berbagai bidang yang bergerak di industri strategis, pemenuhan kebutuhan sehari-hari, serta pelayanan dasar,utilitas publik, dan industri.
Baca: Surat Izin Keluar Masuk DKI Jakarta Dibuat Secara Online, Ada QR Code yang Dicek Petugas di Lapangan
Baca: Login www.corona.jakarta.go.id Daftar Surat Izin Keluar Masuk Jakarta, SIKM Mulai Jumat 22 Mei 2020
Selain itu, SIKM juga akan diberikan pada warga yang memiliki kepentingan mendesak seperti sakit atau anggota keluarga meninggal dunia.
Meski demikian, warga dengan domisili Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) yang bepergian di dalam wilayah tersebut tidak membutuhkan SIKM.
Perjalanan pun dibagi menjadi dua kelompok, yaitu perjalanan berulang di mana ada aktivitas rutin selama PSBB.
Dan perjalanan sekali atau situasional memang karena adanya keadaan tertentu.
Dalam penerapan kebijakan ini, akan ada pengawasan dan penindakan oleh petugas di lapangan.
Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi apabila akan mengurus SIKM wilayah DKI Jakarta.
Berikut persyaratan kepengurusan SIKM bagi warga berdomisili DKI Jakarta:
1. Pengantar dari RT dan RW yang menjelaskan aktivitas perjalanan dinas
2. Surat pernyataan sehat
3. Surat keterangan bekerja di DKI Jakarta dari tempat kerja (untuk perjalanan berulang)
4. Surat keterangan perjalanan dinas (untuk perjalanan sekali)
5. Pas foto berwarna
6. Pindaian Kartu Tanda Penduduk (KTP)
Sementara itu, juga ada beberapa syarat yang harus dipenuhi bagi warga domisili bukan di Jabodetabek bagi pengurus SIKM.
Baca: Pecah Rekor di H-4 Lebaran, Pemudik Diminta Putar Balik Tembus 4.003 Kendaraan Via Cikarang Barat
Baca: PSBB di DKI Jakarta Diperpanjang Hingga 4 Juni 2020, Anies Baswedan: Mudah-mudahan Ini Fase Terakhir
Berikut daftar dokumen yang diperlukan untuk mengurus SIKM:
1. Surat keterangan kelurahan atau desa asal
2. Surat pernyataan sehat
3. Surat keterangan bekerja di DKI Jakarta dari tempat kerja (untuk perjalanan berulang)
4. Surat tugas atau undangan dari instansi atau perusahaan
5. Surat jaminan dari keluarga atau tempat kerja yang berada di Provinsi DKI Jakarta yang diketahui oleh ketua RT setempat (untuk perjalanan sekali)
6. Rujukan rumah sakit (untuk perjalanan sekali)
7. Pas foto berwarna
8. Pindaian Kartu Tanda Penduduk (KTP)
Dalam laman tersebut, pihak Pemprov DKI Jakarta sudah memberikan peringatan terkait pemalsuan dokumen.
Pemalsuan SIKM dan dokumen lainnya akan dikenakan Pasal 263 KUHP dengan ancaman pidana maksimal penjara selama enam tahun.
Serta Pasal 35 dan Pasal 51 ayat 1 UU UTE Nomor 11 tahun 2008 dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara dan atau denda paling banyak Rp 12 miliar.
(Tribunnews.com/Febia Rosada)