PGI: Ibadah Jemaat Hanya Bisa Digelar dengan Pembatasan Ketat
Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) mengambil sikap bahwa ibadah jemaat hanya bisa dilangsungkan dengan pembatasan ketat
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) mengambil sikap bahwa ibadah jemaat hanya bisa dilangsungkan dengan pembatasan ketat dan pada daerah tertentu yang mengalami penurunan kurva pandemi Covid-19 secara konstan.
Hal ini diungkapkan untuk merespon penerbitan Surat Edaran Nomor 15 Tahun 2020 tentang panduan pelaksanaan kegiatan keagamaan di rumah ibadah selama masa kenormalan baru atau New Normal.
"PGI berpendapat bahwa ibadah jemaat bisa dilangsungkan dengan berbagai pembatasan ketat hanya pada daerah-daerah yang telah mengalami penurunan secara konstan kurva pandemi Covid-19, dan yang telah ditetapkan pemerintah sebagai zona aman berdasarkan indikator-indikator yang sudah dibuat," ujar Ketua Umum PGI Pdt. Gomar Gultom, dalam keterangannya, Minggu (31/5/2020).
Atas sikap PGI, Gomar menjelaskan PGI memahami bahwa wacana 'normal baru' bukanlah indikasi telah amannya masyarakat dari sebaran Covid-19.
Melainkan suatu kondisi di mana sebaran Covid-19 telah dapat dikendalikan, kurva pandemi Covid-19 telah menurun dan melandai, dan masyarakat bisa beradaptasi terhadap situasi dimaksud.
Berdasarkan pemahaman itu, PGI berpendapat belum saatnya Indonesia memasuki situasi 'normal baru' sebagaimana diperlihatkan oleh kurva pandemi Covid-19 yang masih fluktuatif.
Di sisi lain, PGI melihat pemerintah tengah mewacanakan kesempatan bagi masyarakat untuk memulai sejumlah aktivitas yang dituntun dengan protokol ketat pengamanan diri maupun kelompok.
"Sekalipun demikian, kesempatan yang diberikan tidak dimaksudkan untuk diberlakukan secara sama dan merata di semua wilayah. Hanya wilayah dengan kategori zona hijau yang dimungkinkan bagi pelonggaran PSBB, dengan tetap memenuhi sejumlah ketentuan dan indikator verifikatif," kata dia.
Oleh karenanya, Gomar mengimbau setiap Sinode Gereja dan jemaat anggota perlu mengakses informasi yang akurat dan berkoordinasi dengan pemerintah serta otoritas kesehatan setempat untuk mengetahui pergerakan kurva pandemi Covid-19 dan status zonasi wilayah.
"Karena sangatlah berisiko bila peribadahan dalam bentuk kerumunan umat tetap diselenggarakan pada daerah di mana penyebaran Covid-19 belum terkendalikan serta kurvanya belum turun dan melandai," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Agama Fachrul Razi menerbitkan surat edaran tentang Panduan Penyelenggaraan Kegiatan Keagamaan di Rumah Ibadah Dalam Mewujudkan Masyarakat Produktif dan Aman Covid di Masa Pandemi.
Surat edaran bernomor 15 Tahun 2020 ini panduan pelaksanaan kegiatan keagamaan di rumah ibadah selama masa kenormalan baru atau New Normal.
"Dalam rangka mendukung personalisasi rumah ibadah pada masa pandemi corona, perlu dilakukan pengaturan kegiatan di rumah ibadah melalui adaptasi kegiatan keagamaan," ujar Fachrul di Kantor BNPB, Jakarta, Sabtu (30/5/2020).
Menurutnya, surat edaran mencakup panduan pelaksanaan kegiatan keagamaan di rumah ibadah pada masa pandemi, yang lazimnya dilaksanakan secara berjamaah atau kolektif.
Panduan ini mengatur kegiatan keagamaan di rumah ibadah, berdasarkan situasi riil Covid-19 di lingkungan rumah ibadah tersebut, bukan hanya berdasarkan status zona yang berlaku di daerah.
“Meskipun daerah berstatus Zona Kuning, namun bila di lingkungan rumah ibadah tersebut terdapat kasus penularan Covid-19, maka rumah ibadah dimaksud tidak dibenarkan menyelenggarakan ibadah berjamaah," ucap Fachrul.
Rumah ibadah diperbolehkan menyelenggarakan kegiatan berjamaah atau kolektif jika berdasarkan fakta lapangan aman dari penyebaran virus corona.
Selain itu harus sesuai dengan angka R-Naught/RO dan angka Effective Reproduction Number atau RT, berada di kawasan atau lingkungan yang aman dari Covid-19.
Kriteria tersebut dapat ditunjukkan dengan Surat Keterangan Rumah Ibadah Aman Covid dari Ketua Gugus Tugas Provinsi, Kabupaten, Kota, Kecamatan sesuai tingkatan rumah ibadah dimaksud.
Serta berkoordinasi dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah setempat bersama Majelis-majelis Agama dan instansi terkait di daerah masing-masing.
Fachrul mengatakan pihaknya akan terus memantau untuk penyempurnaan aturan pedoman ini.
"Hal-hal yang belum diatur dalam panduan ini, akan diatur secara khusus oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat dan Majelis-majelis Agama terkait. Panduan ini akan dievalusi sesuai dengan perkembangan pandemi Covid-19," pungkas Fachrul.