Salat Jumat akan Digelar Bergelombang, Musala dan Masjid Kecil Jadi Alternatif
Salat Jumat dua gelombang dimaksudkan untuk menghindari penumpukan jemaah. Salat tetap bisa dijalankan dengan menerapkan pembatasan jarak sosial.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Masjid Indonesia (DMI) akan mengeluarkan maklumat tentang aturan salat Jumat di masjid pada era tatanan normal baru (new normal).
Sekretaris Jendral DMI, Imam Addaruqutni mengatakan, aturan dalam maklumat yang dia sebut akan dikeluarkan dalam waktu dekat itu juga telah dibicarakan dengan majelis ulama.
"Kami akan keluarkan maklumat (yang) berhubungan dengan penerapan new normal. Isinya kemungkinan yang kami bicarakan dengan majelis ulama," kata Imam, Minggu (31/5/2020).
Terkait isi maklumat kata Imam akan lebih banyak berisi soal panduan salat Jumat.
Hal ini berkaitan dengan penekanan kemungkinan salat Jumat akan dilaksanakan dengan mode gelombang atau bergiliran.
"Bisa dilaksanakan salat Jumat itu untuk masjid tertentu dua gelombang," kata Imam.
Imam menjelaskan salat Jumat dua gelombang dimaksudkan untuk menghindari penumpukan jemaah. Artinya, salat tetap bisa dijalankan dengan menerapkan pembatasan jarak sosial (social distancing).
Baca: Komnas Perempuan Kritik Candaan Mahfud MD Soal Istri dan Corona: Sangat Tidak Tepat
Dia menyadari, pembatasan jarak tentu akan berpengaruh pada jumlah jemaah yang bisa ditampung masjid. Sementara jemaah kian banyak, volume masjid justru berkurang.
Maka, jalan satu-satunya adalah dengan menerapkan sistem gelombang.
"Jadi ada gelombang pertama dan kedua. Kaya di gereja gitu. Di Amerika dan Eropa kan biasa itu dia gelombang itu. Selama itu masih dalam waktu dzuhur," kata dia.
Tak hanya itu, Imam juga mengatakan akan ada alternatif penggunaan musala atau masjid-masjid kecil yang ada di pemukiman penduduk sebagai sarana menggelar salat Jumat.
Selama ini, kata dia, musala dan masjid kecil memang tak digunakan untuk salat Jumat berjamaah. Namun, saat new normal mulai berlaku, tak ada salahnya masjid atau musala digunakan juga untuk kegiatan salat Jumat berjamaah.
"Kemungkinan alternatifnya menyerukan ke musala atau penyelenggara di musala yang kapasitas kecil bisa dipakai jumatan. Itu untuk menampung orang agar tidak kesulitan mencari tempat salat," kata dia.
Baca: Hari Pertama Pembukaan Kembali Masjidil Aqsa di Palestina, 700 Umat Muslim Salat Subuh Berjamaah
Usulan menggelar salat Jumat bergelombang sebelumnya disampaikan Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas.
Ia mengusulkan pada Komisi Fatwa agar pelaksanaan salat Jumat dapat dilakukan bergelombang atau bergilir di tengah pandemi virus corona (covid-19).
Sejak wabah meluas, ibadah salat Jumat di sejumlah daerah diketahui ditiadakan untuk menekan laju penyebaran virus.
"Saya akan menyampaikan ke Komisi Fatwa untuk mempelajari kemungkinan pelaksanaan salat Jumat di tengah wabah covid-19 dilakukan secara bergelombang," ujar Anwar, Kamis (28/5/2020).
Anwar mengatakan pelaksanaan bergelombang dapat dilakukan dengan membagi giliran waktu salat Jumat.
Misalnya, gelombang pertama dilakukan pukul 12.00, kemudian gelombang kedua pukul 13.00, dan gelombang ketiga pukul 14.00.
Baca: Rusia Klaim Temukan Vaksin Virus Corona, Disebut Anti Virus Covid-19 Paling Menjanjikan di Dunia
Cara ini dinilai Anwar efektif untuk melaksanakan salat Jumat dengan tetap memperhatikan jaga jarak.
"Dengan demikian masalah jarak dan keterbatasan space bisa teratasi," katanya.
Selain salat Jumat bergelombang, Anwar mengusulkan alternatif lain yakni dengan memperbanyak tempat pelaksanaan salat Jumat.
Menurutnya, hal itu bisa dilakukan dengan mengubah sementara aula atau ruang pertemuan menjadi tempat untuk salat Jumat.
"Sehingga jemaah yang ada bisa tertampung dalam waktu yang sama tanpa melanggar protokol medis yang ada," ucap Anwar.
Ia menuturkan, berbagai opsi untuk salat Jumat itu perlu dikaji Komisi Fatwa MUI agar jemaah bisa melaksanakan salat Jumat dengan baik dan tenang.
Jika tidak, pelaksanaan salat Jumat justru dapat membahayakan para jemaah karena tertular virus.
"Di hari Jumat biasa saja, masjid yang ada sudah tidak muat. Apalagi kalau jarak antara jamaah yang satu dengan lainnya minimal berjarak satu meter tentu hal ini tidak mungkin dan jelas akan sangat menyusahkan para jemaah," tuturnya.
Sejak pandemi meluas, sejumlah tempat ibadah termasuk masjid ditutup. Kegiatan seperti salat berjemaah dan salat Jumat pun ditiadakan.
Seiring dengan rencana penerapan tatanan kehidupan baru atau new normal, nantinya jemaah bisa kembali melaksanakan salat di masjid dengan protokol kesehatan.
Pemerintah sebelumnya sudah mengeluarkan panduan kegiatan keagamaan di rumah ibadah pada masa pandemi corona.
Menurut Menteri Agama Fachrul Razi, tak semua rumah ibadah boleh dipakai lagi. Hanya yang sudah mengantongi Surat Keterangan Aman COVID-19 dari Gugus Tugas setempat.
Baca: Seorang Perempuan Jual Lagi Sembako Bantuan untuk Ibunya yang Sakit, Malah Dihujat Warganet
"Panduan ini mengatur kegiatan keagamaan inti dan kegiatan keagamaan sosial di rumah ibadah, berdasarkan situasi riil terhadap pandemi COVID-19 di lingkungan rumah ibadah tersebut," kata Fachrul Razi dalam konferensi pers dikutip dari kanal YouTube BNPB, Sabtu (30/5/2020).
Meski demikian, ada sejumlah kewajiban yang harus dilakukan pengurus rumah ibadah. Mulai dari menyiapkan tempat cuci tangan, memeriksa setiap jemaah yang datang untuk beribadah, serta memberikan jarak untuk ibadah berjemaah.
Selain itu, waktu pelaksanaan ibadah pun diminta dipersingkat.
"Tanpa mengurangi ketentuan kesempurnaan beribadah," kata Fachrul.
Selain itu, ada juga sejumlah kewajiban yang harus ditaati jemaah. Seperti menjaga jarak, tak boleh berlama-lama di rumah ibadah, hingga menghindari kontak fisik seperti salaman.
Selain itu, anak-anak serta orang yang rentan terinfeksi virus corona pun diminta beribadah di rumah saja, bukan di rumah ibadah.(tribun network/fik/fah/dod)