Haris Azhar: Kebebasan Berpendapat Kerap Menjadi Musuh dari Rezim
Menurut dia, telah terjadi penurunan kebebasan berpendapat dan berpikir di Indonesia pada saat ini.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Lokataru, Haris Azhar, menyoroti kebebasan berpendapat dan berpikir di Indonesia.
Menurut dia, telah terjadi penurunan kebebasan berpendapat dan berpikir di Indonesia pada saat ini.
Pada saat ini, kata dia, sulit membedakan antara kritik dan penghinaan kepada pemerintah, sebab jika mengkritik seorang pejabat pemerintah atas kinerja itu adalah hak publik yang harus didengarkan pejabat itu, bukan dilaporkan melalui jalur hukum.
"Kebebasan berbicara itu memang sarana untuk menyampaikan kritik yang sebenarnya ini musuh dari penguasa, jadi hampir semua rezim bermusuhan dengan kebebasan berbicara," kata dia, pada sesi diskusi Ada Apa Dengan Kebebasan Berbicara?, yang diselenggarakan Pusat Kajian Tajdid Institute, Selasa (9/6/2020).
Baca: Jumlah Pelanggaran Kebebasan Akademik di Indonesia Meningkat
Dia menjelaskan, kebebasan berpendapat dan berpikir diatur di Pasal 28 E ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Acuan kebebasan berpikir dan mengeluarkan pendapat di suatu negara bukan mengacu Indeks Freedom House atau Indeks Rule of Law, melainkan harus melihat langsung pada realitas yang ada di masyarakat.
Dia mencontohkan pemerintah membuat hingga mengesahkan Revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) bersama DPR sama sekali mengabaikan masukan dari publik dan tanpa naskah akademik yang berbasis pada fakta sosial berdasarkan kebutuhan masyarakat.
Misalnya tentang kebijakan lingkungan hidup, bukannya justru memperbaiki undang-undang minerba untuk pemulihan mencegah anak-anak agar tidak gampang menjadi korban atau misalnya perlindungan para karyawan di perusahaan tambang, mustinya perbaikannya kesana kalau berbasis pada fakta atau truth.
"Kita jadi lebih buruk lagi situasi demokrasi kita, salah satu pilar penting dalam demokrasi kan kebebasan berbicara," kata dia.
Dia mengungkapkan hal menarik pada saat BJ Habibie dan Abdurahman Wahid memimpin negara Indonesia.
Kalau Habibie yang demo dihitung sama dia, jadi waktu selesai laporan pertanggungjawaban di MPR disebutkan ada berapa demonstrasi terhadap dirinya.