Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Menteri Agama Ungkap Alasan Tidak Koordinasi dengan DPR Soal Pembatalan Haji 2020

Fachrul Razi mengungkapkan alasannya tidak berkoordinasi lebih dahulu dengan DPR tentang keputusan pembatalan pemberangkatan jemaah haji

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Menteri Agama Ungkap Alasan Tidak Koordinasi dengan DPR Soal Pembatalan Haji 2020
Muhammad Rizki Hidayat/Tribun Jakarta
Menteri Agama Fachrul Razi (tengah), saat diwawancarai awak media, di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Jumat pagi (13/3/2020) 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Agama Fachrul Razi mengungkapkan alasannya tidak berkoordinasi lebih dahulu dengan DPR tentang keputusan pembatalan pemberangkatan jemaah haji pada tahun ini.

Fachrul Razi mengatakan sedianya dirinya bakal mengadakan rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI untuk membahas tentang keputusan pemberangkatan jemaah haji, namun akhirnya batal.

"Memang kami ada rencana waktu itu rapat kerja dengan DPR sebelum mengambil keputusan, tapi karena ada kesalahan teknis tidak terjadi," ujar Fachrul Razi dalam diskusi webinar, Selasa (9/6/2020).

Baca: Menteri Agama: Presiden Tidak Ingin Penyelenggaraan Haji 2020 Batal

Dirinya mengaku telah berkomunikasi dengan seorang pimpinan Komisi VIII DPR RI untuk menentukan jadwal raker tersebut.

Saat itu, Fachrul Razi mengusulkan tanggal 1 Juni.

Namun, pihak DPR meminta sehari setelahnya.

Berita Rekomendasi

Akhirnya kedua pihak menyepakati raker dilaksanakan pada 2 Juni.

"Saya bilang oke lah kalau tanggal 2 Juni masih logis juga, deadline tanggal 1, raker tanggal 2. Langsung diumumkan tanggal 2 itu. Kami sepakat tanggal 2 Juni itu raker dilakukan," ungkap Fachrul.

Baca: DPR Minta Menteri Agama Pastikan Kebenaran Informasi Arab Saudi dibolehkan Ibadah Haji

Meski begitu, menjelang pelaksanaan raker pihak DPR meminta pengunduran raker hingga 4 Juni.

Fachrul mengaku telah meminta stafnya untuk berkoordinasi dengan Komisi VIII DPR RI meminta izin melakukan pengumuman pembatalan pemberangkatan jemaah haji pada 2 Juni. Namun tidak ada umpan balik.

Akhirnya Fachrul memutuskan untuk mengumumkan tanpa lebih dulu melakukan raker dengan Komisi VIII DPR RI.

Baca: Karantina Selama 28 Hari Jadi Pertimbangan Peniadaan Penyelengaraan Haji 2020

"Karena enggak ada umpan balik dari staf ini, ya saya kira mungkin bisa kesalahan di staf atau bagaimana sehingga tanggal 2 Juni saya umumkan," kata Fachrulm

Menurutnya, langkah ini dilakukan karena jika tidak diumumkan akan berdampak buruk untuk pemerintah.

"Kalau diundur lagi akan sangat tidak baik kepada pemerintah, karena presiden sudah mengarahkan deadline tanggal 1 Juni, tapi kemudian tanggal 1 juni belum diumumkan," kata Fachrul Razi.

Sebelumnya Menteri Agama Fachrul Razi mengumumkan pembatalan pemberangkatan Jemaah haji 2020.

Kebijakan ini diambil karena Pemerintah harus mengutamakan keselamatan jemaah di tengah pandemi virus corona atau Covid-19 yang belum usai.

“Saya hari ini telah menerbitkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 494 tahun 2020 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1441H/2020M,” kata Fachrul Razi dalam keterangan yang diterima wartawan, Selasa (2/6/2020).

“Sesuai amanat Undang-undang, selain mampu secara ekonomi dan fisik, kesehatan, keselamatan, dan keamanaan jemaah haji harus dijamin dan diutamakan, sejak dari embarkasi atau debarkasi, dalam perjalanan, dan juga saat di Arab Saudi,” sambungnya.

Menag menegaskan keputusan ini sudah melalui kajian mendalam.

Pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia dan Arab Saudi, dapat mengancam keselamatan jemaah.

Agama sendiri mengajarkan, menjaga jiwa adalah kewajiban yang harus diutamakan.

Ini semua menjadi dasar pertimbangan dalam menetapkan kebijakan.

Kemenag telah melakukan kajian literatur serta menghimpun sejumlah data dan informasi tentang haji di saat pandemi di masa-masa lalu.

Didapatkan fakta bahwa penyelenggaraan ibadah haji pada masa terjadinya wabah menular, telah mengakibatkan tragedi kemanusiaan di mana puluhan ribu jemaah haji menjadi korban.

Tahun 1814 misalnya, saat terjadi wabah Thaun, tahun 1837 dan 1858 terjadi wabah epidemi, 1892 wabah kolera, 1987 wabah meningitis.

Pada 1947, Menag Fathurrahman Kafrawi mengeluarkan Maklumat Kemenag No 4/1947 tentang Penghentian Ibadah Haji di Masa Perang.

Selain soal keselamatan, kebijakan diambil karena hingga saat ini Saudi belum membuka akses layanan Penyelenggaraan Ibadah Haji 1441H/2020M.

Akibatnya, pemerintah tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan persiapan dalam pelaksanaan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kepada jemaah.

Padahal persiapan itu penting agar jemaah dapat menyelenggarakan ibadah secara aman dan nyaman.

“Waktu terus berjalan dan semakin mepet. Rencana awal kita, keberangkatan kloter pertama pada 26 Juni. Artinya, untuk persiapan terkait visa, penerbangan, dan layanan di Saudi tinggal beberapa hari lagi. Belum ditambah keharusan karantina 14 hari sebelum keberangkatan dan saat kedatangan. Padahal, akses layanan dari Saudi hingga saat ini belum ada kejelasan kapan mulai dibuka,” tuturnya.

"Jika jemaah haji dipaksakan berangkat, ada risiko amat besar yaitu menyangkut keselamatan jiwa dan kesulitan ibadah. Meski dipaksakan pun tidak mungkin karena Arab Saudi tak kunjung membuka akses," katanya lagi.

Pembatalan keberangkatan Jemaah ini berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia (WNI).

Maksudnya, pembatalan itu tidak hanya untuk jemaah yang menggunakan kuota haji pemerintah, baik reguler maupun khusus, tapi termasuk juga jemaah yang akan menggunakan visa haji mujamalah atau furada.

“Jadi tahun ini tidak ada pemberangkatan haji dari Indonesia bagi seluruh WNI,” ujar Fachrul Razi.

Dampak Pembatalan

Seiring keluarnya kebijakan pembatalan keberangkatan Jemaah ini, jemaah haji reguler dan khusus yang telah melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) tahun ini akan menjadi jemaah haji 1442H/2021M.

Setoran pelunasan Bipih yang dibayarkan akan disimpan dan dikelola secara terpisah oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

“Nilai manfaat dari setoran pelunasan itu juga akan diberikan oleh BPKH kepada jemaah paling lambat 30 hari sebelum pemberangkatan kloter pertama penyelenggaraan haji 1442H/2021M,” jelasnya.

“Setoran pelunasan Bipih juga dapat diminta kembali oleh jemaah haji,” sambungnya.

Bersamaan dengan terbitnya KMA ini, lanjut Menag, Petugas Haji Daerah (PHD) pada penyelenggaraan ibadah haji tahun ini dinyatakan batal.

Bipih yang telah dibayarkan akan dikembalikan.

“Gubernur dapat mengusulkan kembali nama PHD pada haji tahun depan,” kata Menag.

Hal sama berlaku bagi pembimbing dari unsur Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU) pada penyelenggaraan haji tahun ini.

Statusnya dinyatakan batal seiring terbitnya KMA ini. Bipih yang dibayarkan akan dikembalikan.

KBIHU dapat mengusulkan nama pembimbing pada penyelenggaraan haji mendatang.

“Semua paspor Jemaah haji, petugas haji daerah, dan pembimbing dari unsur KBIHU pada penyelenggaraan ibadah haji 1441H/2020M akan dikembalikan kepada pemilik masing-masing,” ucapnya.

Menag menyampaikan simpati kepada seluruh jemaah haji yang terdampak pandemi Covid-19 tahun ini.

Untuk memudahkan akses informasi masyarakat, selain Siskohat, Kemenag juga telah menyiapakn posko komunikasi di Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah.

Kemenag juga sedang menyiapkan WA Center yang akan dirilis dalam waktu dekat.

“Keputusan ini pahit. Tapi inilah yang terbaik. Semoga ujian Covid-19 ini segera usai,” kata Menag.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas