Usman Hamid: Sudah Sewajarnya Presiden Dikritik
seharusnya upaya mengkritik presiden itu tidak dapat diproses hukum berdasarkan ketentuan aturan hukum pidana.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, mengatakan upaya mengkritisi atau mengkritik presiden merupakan suatu hal yang wajar dan bagian dari kebebasan berpendapat.
"Presiden itu identitas abstrak. Sama seperti pejabat publik, karena dipilih melalui jalur politik. Maka sudah sewajarnya presiden dikritik. Itu bagian tanggungjawab politik kepada pemilih," kata dia, pada sesi diskusi Ada Apa Dengan Kebebasan Berbicara?, yang diselenggarakan Pusat Kajian Tajdid Institute, Selasa (9/6/2020).
Menurut dia, seharusnya upaya mengkritik presiden itu tidak dapat diproses hukum berdasarkan ketentuan aturan hukum pidana.
Baca: Ganjar Pranowo Disebut Bisa Menyalip Prabowo Subianto
Melainkan, presiden sebagai seorang individu manusia dapat mengajukan gugatan secara hukum perdata apabila merasa menjadi korban penghinaan.
Namun, kata dia, hukum pidana menyediakan celah agar seorang yang mengkritik presiden dapat dijerat hukum.
Salah satunya melalui penerapan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang-undang nomor 11 tahun 2008.
"Menjadi konsekuensi politik kalau ke ranah hukum dibawa ke ranah perdata bukan pidana. Pidana kenapa terjadi? karena undang-undang menyediakan celah cukup tinggi. Diarahkan pada sanksi non pidana bukan langsung memenjarakan orang. Tidak mengandung unsur kriminal," kata dia.
Dia melihat di Indonesia masih terdapat perdebatan.
"Batasan paling sederhana di kasus itu kebencian. Kalau itu didasarkan pada kebencian, rasial, etnis, asal-usul kebangsaan harus dilarang. Kalau dilanggar apa dipidana itu perdebatan," tambahnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Haris Azhar, mengungkapkan soal ketentuan Perbuatan Melanggar Hukum yang diatur di dalam KUHPerdata terkait peluang orang mengajukan gugatan apabila merasa dihina.
"Diatur kalau anda dihina oleh orang bisa melakukan gugatan. Kalau saya dihina si A, saya dibilang muka lo kayak monyet. Itu personal," ujarnya.
Sehingga, apabila presiden merasa dihina, maka dapat menempuh gugatan perdata tersebut. Sebab, dia menambahkan, jabatan publik seseorang termasuk presiden dapat dikritik.
"Karena kalau jabatan harus dikritik. Kalau presiden tidak bisa dikritik itu namanya paradigma feodal dan menyeret negara untuk turut serta persoalan personal. Dalam hukum itu soal perdata," tambahnya.